JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Institute of Democracy & Strategic Affairs (Indostrategic) Ahmad Khoirul Umam menilai, Wakil Presiden ke-10 dan 12 RI Jusuf Kalla (JK) geram kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengumpulkan sejumlah ketua umum partai politik koalisi pemerintah di Istana Negara, beberapa waktu lalu.
Menurut Umam, JK memandang pertemuan itu sebagai keberpihakan politik Presiden. Apalagi, dengan tidak diundangnya Ketum Partai Nasdem Surya Paloh yang juga merupakan koalisi pemerintah.
"Pandangan Jusuf Kalla dan Surya Paloh itu menyiratkan kegeraman atas keberpihakan politik Presiden," kata Umam kepada Kompas.com, Minggu (7/5/2023).
Meski demikian, Umam menilai Presiden tetap memiliki hak untuk berpolitik.
Baca juga: Rangkaian Sowan Politik Tokoh Koalisi Besar kepada JK dan AHY, Minta Restu dan Merayu?
Namun, menjadi kekhawatiran apabila Presiden tidak bisa membedakan mana domain privat dan domain publik.
Menurut Umam, mestinya Jokowi bisa memilah kapan posisinya sebagai kepala negara dan kapan menjadi politisi.
"Jika Presiden tidak bisa memilah positioningnya, keberpihakan presiden itu bisa dikonversi menjadi politisisasi lembaga-lembaga negara dan mobilisasi logistik negara untuk kepentingan politik yang sesuai selera penguasa," ujarnya.
"Itu yang tidak etis dan bahkan dilarang secara tegas dalam UU No.7/2017 tentang Pemilu," sambung dia.
Umam khawatir presiden tak bisa memilah posisinya antara kepala negara dan politisi.
Presiden, kata dia, bisa saja kemudian menggunakan kekuatan lembaga negara untuk memuluskan dukungannya terhadap tokoh bakal capres tertentu.
"Jika mobilisasi kekuasaan negara untuk kepentingan politik pribadi presiden terjadi, di situlah ada aspek konflik kepentingan dan potensi penyalahgunaan kekuasaan," nilai Umam.
Oleh sebab itu, lanjut Umam, presiden semestinya menjadi orang tua yang bisa mengayomi semua anak bangsa dalam kompetisi Pemilu 2024 mendatang.
Sebab, Umam menilai bahwa semua tokoh bakal capres berlomba untuk berbuat kebaikan pada bangsa dan negara.
"Tidak ada kontestan capres yang tidak mengharapkan kebaikan untuk masa depan Indonesia," katanya.
Presiden, jelas Umam, tak perlu khawatir terkait tokoh bakal capres 2024.
"Semua ingin berbakti dan berkontribusi kepada Republik lewat kompetisi yang setara dan tidak diskriminatif," tutup Umam.
Baca juga: Bela Nasdem, Jusuf Kalla Ingatkan Jokowi Tak Banyak Ikut Campur Politik Jelang Pilpres 2024
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.