Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hanif Sofyan
Wiraswasta

Pegiat literasi di walkingbook.org

Jebakan Sandera Masa Lalu dan Polisi yang "Belajar"

Kompas.com - 29/04/2023, 07:43 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEMAKIN banyak perwira dan anggota Polri yang terjerat kasus, akan membuat anggota Polri lainnya yang selama ini bersimbah kasus akan semakin “belajar” berhati-hati dan lihai agar tak tertangkap. Namun ini “aib”, bukan pembelajaran baik!

Seperti kasus AKBP Achiruddin Hasibuan yang menurut catatan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) hanya memiliki harta Rp 400 jutaan. Sejak dilaporkan pertama 2012 hingga saat ini, jumlahnya tak berkurang dan tak bertambah.

Hal ini justru menunjukkan kejanggalan yang kemudian terindikasi pencucian uang, dengan modus nominee. Nominee menggunakan orang lain untuk menyamarkan kekayaan.

Hal ini kemudian terbukti, kekayaan berupa rumah mewah di kawasan Helvetia dan rumah kost eksklusif, serta beberapa kendaraan mewah seperti dua Rubicon dan Harley Davidson ternyata tidak termasuk dalam daftar LHKPN. Sehingga langsung mengundang kecurigaan yang beralasan.

Setali tiga uang dengan Teddy Minahasa, Jenderal bintang dua polisi yang terlibat kejahatan narkoba dan telah dituntut pidana mati.

Saat ini KPK sedang melakuan investigasi untuk melakukan penelusuran pemblokiran rekening AKBP Achiruddin Hasibuan dan putranya, Aditya Hasibuan, yang awalnya dimulai dari kasus penganiayaan seorang mahasiswa.

Achiruddin Hasibuan sebelumnya tercatat sebagai Kabag Bin Opsnal Direktorat Reserse Narkoba Polda Sumut. Sementara Teddy Minahasa dalam persidangan mengaku, sudah jamak anggota Kepolisian menggunakan sabu sitaan untuk kepentingan pribadi.

Belakangan terungkap, rekening Achiruddin Hasibuan ternyata berisi puluhan miliar dan tak terlaporkan dalam LHKPN. Saat ini rekeningnya telah diblokir PPATK setelah terindikasi melakukan pencucian uang.

Puncak gunung es, kejahatan “disembunyikan”?

Agaknya benar kekhawatiran publik bahwa institusi Kepolisian memang telah tercemar limbah korupsi begitu akut.

Dalam ice berg theory atau teori puncak gunung es, Fenomena gunung es (iceberg phenomenon) merujuk pada kondisi penampakan puncak gunung es di atas permukaan air yang sebenarnya merupakan bagian kecil dari bongkahan gunung es di bawah permukaan air yang tidak tampak dan jauh lebih besar.

Beberapa pekan belakangan, instansi Polri sedang jadi sorotan media. Sejak mega kasus Ferdy Sambo, Teddy Minahasa, kasus dugaan pencabulan dan pemerkosaan 3 anak di Luwu Timur, Sulawesi Selatan, kekerasan oknum Polisi terhadap seorang mahasiswa, Kapolsek yang memperkosa anak tersangka, Kapolres aniaya anggota, dan termutakhir kasus penganiayaan mahasiswa oleh anak polisi yang melibatkan ayahnya yang seorang perwira menengah.

Rentetan kasus membuat pekerjaan rumah Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo makin menumpuk. Pascadilantik, program Polri Presisi mendapat guncangan dari kasus para personelnya, terutama para perwira tinggi yang membenamkan citra institusi.

Menanggapi hal itu, Kapolri segera bertindak dengan memberikan sanksi tegas kepada oknum terlibat berupa mutasi hingga rencana pembubaran tim kepolisian pemberantasan kejahatan.

Kasus-kasus tersebut mengindikasikan masih buruknya mental kepolisian di Indonesia dan segudang pekerjaan rumah guna memperbaikinya.

Segala upaya memperbaiki citra Polri baik di lapangan maupun melalui media sejatinya akan makin sulit bila eskalasi kasus berbenturan dengan perilaku buruk personel yang seolah “terpelihara” demi nama baik institusi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com