Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Diminta Atur Larangan Iklan Rokok dalam RUU Kesehatan

Kompas.com - 14/04/2023, 15:51 WIB
Fika Nurul Ulya,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Tobacco Control Support Center, Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Sumarjati Arjoso meminta larangan iklan rokok turut diatur dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan Omnibus Law.

Sebab, iklan rokok disebut turut menyumbang peningkatan prevalensi perokok anak.

Berdasarkan data Tobacco Control Support Center tahun 2018, 5 dari 10 anak mengaku terpapar rokok karena iklan melalui televisi, radio, billboard, poster, dan internet.

"Kita tahu masalahnya besar maka kita memberikan rekomendasi ya, melarang iklan itu harus. Dan tentu kita berharap bahwa dalam RUU kesehatan ini akan diterima usulan-usulan kita karena justru yang terjadi sekarang sangat menyedihkan," kata Sumarjati dalam diskusi secara daring, Jumat (14/4/2023).

Baca juga: Jalan Panjang Tekan Angka Anak Perokok, Niat Jokowi Revisi PP Lansung Dilawan Industri

Sumarjati mengatakan, dari sekian banyak sarana iklan, televisi merupakan satu sarana informasi yang berpeluang paling besar membuat remaja menjadi pecandu rokok.

Berdasarkan data yang sama, anak remaja berusia di bawah 18 tahun yang terpapar iklan rokok di televisi memiliki peluang 2,24 kali lebih besar menjadi perokok dibandingkan dengan anak yang tidak terpapar iklan di televisi.

Sementara itu, anak remaja berusia di bawah 18 tahun yang terpapar iklan rokok selain di televisi memiliki peluang 1,5 kali lebih besar. Sarana iklan ini meliputi poster, radio, billboard, dan internet.

"Di mana-mana iklan rokok itu masih begitu banyak dari paparan iklan, promosi, dan sponsor rokok untuk mempengaruhi anak-anak. Di luar gedung, di pinggir jalan, di mana-mana itu. Dan ini pengaturannya memang belum ada," ujarnya.

Baca juga: Pemerintah Bakal Larang Jual Rokok Ketengan, Kemenkes: Untuk Tekan Perokok Usia 10-18 Tahun

Sumarjati beranggapan, pembatasan iklan rokok semakin diperlukan mengingat beberapa aturan perundang-undangan, seperti revisi UU Penyiaran dan RUU Perlindungan Ibu dan Anak belum kunjung dibahas.

Di sisi lain, jumlah perokok anak makin meningkat. Data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan jumlah perokok anak usia 10-14 tahun meningkat sebesar 0,7 persen dari 1,4 persen di tahun 2013 menjadi 2,1 persen pada tahun 2018.

Sementara, perokok berusia 15-19 tahun meningkat 1,4 persen dari 18,3 persen pada tahun 2013 menjadi 19,6 persen di tahun 2018.

Kemudian, data GYTS tahun 2019, usia remaja pertama kali tertinggi berada pada usia 15-19 tahun yakni sebesar 52,1 persen.

Baca juga: Kemenkes Bantah Tembakau Disamakan dengan Narkotika dan Psikotropika di RUU Kesehatan

Selanjutnya, diikuti oleh remaja berusia 10-14 tahun yaitu 23,1 persen. Artinya, anak sudah mulai merokok pada usia SD dan SMP.

"Yang kami dengar di PP Nomor 109 (pembatasan iklan rokok) meskipun sudah disebut di RPJMN, tapi tidak bisa masuk. Dan juga kemungkinan di RUU ini juga tidak masuk. Makanya kita tetap berjuang dan berjuang supaya bisa masuk (ke RUU Kesehatan)," kata Sumarjati.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa peningkatan prevalensi ini lantas berbanding terbalik dengan target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang berusaha menekan jumlah perokok anak.

Dalam RPJMN 2020-2024, pemerintah menargetkan prevalensi perokok anak turun dari sebesar 9,1 persen menjadi 8,7 persen. Target ini pun sudah turun dibanding target RPJMN tahun 2015-2019, yakni dari 7,2 persen menjadi 5,4 persen.

Saat ini, persentase perokok anak usia 10-18 tahun meningkat dari 7,2 persen pada tahun 2013 menjadi 9,1 persen pada tahun 2018.

"Jadi terjadi peningkatan persentase merokok usia 10-18 tahun dari tahun 2013 7,2 persen menjadi 9,1 persen pada 2018. Mestinya sesuai target RPJMN 2015-2019 harusnya turun menjadi 5,4 persen tapi malah naik jadi 9,1 persen. Bisakah kita kalau iklannya tidak dibatasi?" ujar Sumarjati.

Baca juga: Perokok Anak Meningkat, Revisi PP 109 Tahun 2012 Dinilai Perlu Dilakukan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Ketua KPU yang Tak Jera: Perlunya Pemberatan Hukuman

Ketua KPU yang Tak Jera: Perlunya Pemberatan Hukuman

Nasional
Nasib Pilkada

Nasib Pilkada

Nasional
Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Nasional
Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Nasional
Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Nasional
Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

Nasional
Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

Nasional
Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Nasional
Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com