Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Riko Noviantoro
Peneliti

Peneliti, penulis dan pembaca buku yang hobi kegiatan luar ruang

Memperlakukan LHKPN sebagai Peringatan Dini

Kompas.com - 06/04/2023, 11:22 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Kurang cerdas dapat diperbaiki dengan belajar. Kurang cakap dapat diperbaiki dengan pengalaman. Namun tidak jujur sulit diperbaiki,” - Mohammad Hatta.

NASIHAT Wakil Presiden RI pertama ini terasa tajam sampai relung hati. Mempertegas ketidakjujuran sebagai penyakit diri yang menakutkan. Berbahaya dan kronis.

Begitulah setidaknya yang tergambar pada sejumlah pejabat negara yang – sekarang - kalau tidak mau disebut sejak lama bergelut dengan ketidakjujuran. Bekerja culas. Mengakali kewenangan untuk mendapatkan keuntungan pribadi.

Kasus Rafael Alun Trisambodo, eks pejabat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan ini menjadi contoh paling terbaru atas perilaku ketidakjujuran.

Rafael sedemikian rupa menyiasati laporan kekayaannya yang tidak sesuai dengan portofolio pendapatan sebagai pejabat pajak.

Walhasil, ia harus mendapat pelakuan pahit. Komisi Antirasuah menetapkannya sebagai tersangka dugaan menerima gratifikasi. Perkaranya masih bergulir.

LHKPN dan Praktiknya

Laporan harta kekayaan pejabat negara (LHKPN) yang menjadi instrumen pencegahan tindak korupsi, bukanlah barang baru. Dalam sejumlah catatan menunjukan pencegahan tindak korupsi pejabat negara melalui pelaporan harta kekayaan sudah dilakukan sejak 1999.

Kala itu Presiden BJ. Habibie memprakarsai pembentukan Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelengara Negara (KPKPN) melalui Keppres No 81 Tahun 1999. Penekanan lembaga ini pada upaya pencegahan praktik penyelenggara negara dari tindak korupsi.

Kemudian lebih diperluas era Presiden Megawati Soekarnoputri menjadi lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi yang bagian tugasnya adalah pencegahan melalui pelaporan kekayaan.

Secara regulasi LHKPN diatur dalam Pasal 7, UU No 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Kemudian dioperasionalkan melalui Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi No 2 Tahun 2020 tentang Perubahan Peraturan KPK No 7/2016 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pengumuman dan Pemeriksaan Harga kekayaan Penyelenggara Negara.

Berdasarkan regulasi tersebut menjadi jelas bahwa keberadaan LHKPN sebagai produk khusus milik KPK yang digunakan dan dikelola sebagai instrumen pencegahan tindak pidana korupsi. Marwah pencegahan tersebut dituangkan jelas dalam butir Peraturan KPK.

Sayangnya LHKPN yang menjadi instrumen pencegahan tidak dimanfaatkan optimal. Celakanya lagi yang tidak mengoptimalkan data LHKPN adalah lembaganya sendiri, KPK. Tragis.

Praktik LHKPN sudah dilakukan sejak KPK berdiri. Setumpuk data tentang LHKPN pejabat negara sudah pasti tersimpan di KPK.

Namun data itu tidak banyak digunakan sebagai alat pencegahan korupsi. Namun lebih banyak digunakan sebagai pelengkap dugaan korupsi atas pejabat bersangkutan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Nasional
Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Pesawat Super Hercules Kelima Pesanan Indonesia Dijadwalkan Tiba di Indonesia 17 Mei 2024

Pesawat Super Hercules Kelima Pesanan Indonesia Dijadwalkan Tiba di Indonesia 17 Mei 2024

Nasional
Daftar Sementara Negara Peserta Super Garuda Shield 2024, dari Amerika hingga Belanda

Daftar Sementara Negara Peserta Super Garuda Shield 2024, dari Amerika hingga Belanda

Nasional
Profil Haerul Amri, Legislator Fraksi Nasdem yang Meninggal Ketika Kunker di Palembang

Profil Haerul Amri, Legislator Fraksi Nasdem yang Meninggal Ketika Kunker di Palembang

Nasional
Demokrat Minta Golkar, Gerindra, PAN Sepakati Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Demokrat Minta Golkar, Gerindra, PAN Sepakati Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Nasional
SYL Beli Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta Pakai Uang Hasil Memeras Anak Buah

SYL Beli Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta Pakai Uang Hasil Memeras Anak Buah

Nasional
Anggota Komisi X DPR Haerul Amri Meninggal Saat Kunjungan Kerja

Anggota Komisi X DPR Haerul Amri Meninggal Saat Kunjungan Kerja

Nasional
Polri Desak Kepolisian Thailand Serahkan Fredy Pratama ke Indonesia Jika Tertangkap

Polri Desak Kepolisian Thailand Serahkan Fredy Pratama ke Indonesia Jika Tertangkap

Nasional
Jokowi Sebut 3 Hal yang Ditakuti Dunia, Wamenkeu Beri Penjelasan

Jokowi Sebut 3 Hal yang Ditakuti Dunia, Wamenkeu Beri Penjelasan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com