Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Diminta Dalami Potensi Transaksi Janggal Lain di Luar Kemenkeu

Kompas.com - 30/03/2023, 17:31 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) era 2007-2011, M Jasin, berharap pemerintah tidak hanya fokus terhadap penyelidikan dugaan transaksi janggal di Kementerian Keuangan, dan melupakan potensi dugaan pencucian uang di lembaga atau kementerian lainnya.

Hal itu disampaikan Jasin menanggapi temuan transaksi mencurigakan sebesar Rp 349 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

“Kalau saya melihat, jangan hanya mengerucut di Kementerian Keuangan saja, banyak money laundering yang ada di beberapa instansi yang korupsinya itu potensinya juga jauh lebih besar. Misalnya di kasus-kasus pertambangan. Tidak lepas dari money laundering juga itu,” kata Jasin dalam program Satu Meja The Forum di Kompas TV, seperti dikutip pada Rabu (29/3/2023).

Jasin menilai kasus transaksi janggal itu seharusnya menjadi pemicu bagi para penegak hukum buat bekerja lebih keras dan independen. Apalagi perkara itu menjadi sorotan masyarakat.

Baca juga: Gaduh Pernyataan Mahfud MD soal Dugaan Transaksi Janggal di Kemenkeu, ICW: Fokus Tindak Pelaku TPPU

“Jadi ribut-ribut ini merupakan wahana juga untuk mendorong penegak hukumnya harus independen, dan harus bekerja keras karena sudah menjadi domain publik," ucap Jasin.

Jasin berharap para penegak hukum tidak mudah terkecoh dengan modus terduga pelaku kejahatan finansial yang cukup rumit dan cerdik buat menyembunyikan hasil kejahatannya.

Dia kemudian berbagi pengalaman saat masih bertugas di KPK terkait cara para koruptor buat menyembunyikan sumber pemasukan atau harta hasil korupsi dengan menyamarkan nama pemilik menggunakan identitas orang lain.

“Sopir, atau pacarnya, itu kan yang pernah disita oleh KPK, banyak mobil yang parkir di KPK itu adalah diatasnamakan pacarnya. Larinya untuk diamankan, seakan-akan kegiatan usahanya itu adalah dari sumber dana yang halal, padahal predicate crime (kejahatan utama)-nya sudah bisa kita tebak,” papar Jasin.

Baca juga: Mahfud Beberkan Asal Usul Transaksi Janggal Rp 349 Triliun di Kemenkeu

“Kalau di Kementerian Keuangan, diduga predicate crime-nya adalah penggelapan. Penggelapan itu juga korupsi,” lanjut Jasin.

Pengamat politik Philips J Vermonte dalam kesempatan yang sama menyatakan momentum terungkapnya transaksi mencurigakan dengan nilai fantastis di Kemenkeu tidak bisa dibiarkan dan menjadi momentum buat melakukan pembersihan.

Jika kasus itu tidak ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum, Philips menilai justru akan menimbulkan dampak yang buruk.

“Karena penegak hukum hari ini juga sedang tercoreng. Orang bagaimana mau percaya dengan penegak hukum kalau kita biarkan sekarang? Enggak ada yang percaya lagi juga dengan penegak hukum yang kaitannya dengan soal-soal keuangan ini,” ucap Philips.

Baca juga: Jawab DPR soal PPATK Laporkan Transaksi Janggal Kemenkeu, Mahfud: Saya Ketua Komite TPPU

“Menurut saya, ini harus dibuka, dan ada yang dihukum dan kita tahu jadi momentum pembersihan, baik untuk DPR maupun penegak hukum,” sambung Philips.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

Nasional
Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Nasional
Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Nasional
Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Nasional
Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Nasional
KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com