"Ini juga baru pertama kali PPATK menyampaikan sebuah kompilasi surat kepada Kementerian Keuangan. Karena biasanya seperti yang tadi saya sampaikan, surat-surat antara Kemenkeu adalah tadi berhubungan kalau ada penyelidikan, entitas," kata mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu.
"Jadi tidak pernah melakukan suatu kompilasi keseluruhan, apalagi dari tahun 2009 hingga tahun 2023. Jadi ini agak di luar pakem memang," lanjutnya.
Sri Mulyani bilang, surat kedua yang dikirimkan ke Kemenkeu memuat 43 halaman lampiran berisi daftar 300 surat yang pernah dikirimkan PPATK ke sejumlah pihak. Dalam surat itu, disebutkan angka Rp 349 triliun.
Namun demikian, kata Sri Mulyani, angka Rp 349 triliun tersebut tidak seluruhnya menyangkut transaksi pegawai Kementerian Keuangan.
Dia berkata, ada 100 surat yang ternyata dikirimkan PPATK ke aparat penegak hukum lain dengan nilai transaksi Rp 74 triliun.
Lalu, ada 65 surat terkait transaksi Rp 253 triliun berupa data transaksi debit-kredit operasional perusahaan-perusahaan dan korporasi yang tidak ada hubungannya dengan pegawai Kemenkeu, namun berhubungan dengan fungsi pajak dan bea cukai.
"Jadi 253 triliun adalah sebetulnya transaksi dari korporasi, 74 triliun ada surat PPATK ke APH (aparat penegak hukum)," ungkap Sri Mulyani.
Bendahara Negara itu melanjutkan, dari 300 surat, cuma 135 surat yang berhubungan dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) pegawai Kemenkeu. Nilainya "hanya" sekitar Rp 22 triliun.
"Bahkan 22 triliun ini, 18,7 triliun itu juga menyangkut transaksi korporasi yang nggak ada hubungan dengan Kementerian Keuangan," kata Sri Mulyani.
"Jadi yang benar-benar berhubungan dengan pegawai Kementerian Keuangan itu 3,3 triliun. Ini 2009 hingga 2023, 15 tahun seluruh transaksi debit-kredit dari seluruh pegawai yang diinkuiri tadi, termasuk penghasilan resmi, transaksi dengan keluarga, jual beli aset, jual beli rumah, itu 3,3 triliun," tuturnya.
Sebagaimana diketahui, baru-baru ini publik dihebohkan dengan pernyataan Mahfud MD soal dugaan transaksi mencurigakan di lingkungan Kemenkeu senilai Rp 300 triliun.
Pergerakan uang tersebut, kata Mahfud, sebagian besar berada di Direktorat Jenderal Pajak serta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
"Saya sudah dapat laporan yang pagi tadi, terbaru malah ada pergerakan mencurigakan sebesar Rp 300 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan yang sebagian besar ada di Direktorat Jenderal Pajak dan Bea Cukai, itu yang hari ini," katanya di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Rabu (8/3/2023).
Pernyataan Mahfud itu pun berbuntut panjang. Sejumlah pihak menilai Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang tersebut memberikan informasi setengah-setengah.
DPR sudah beberapa kali mengirimkan panggilan ke Mahfud untuk meminta penjelasan lebih lanjut. Namun, pertemuan itu belum terlaksana hingga kini.
Pertemuan Mahfud dengan Komisi III DPR dijadwalkan ulang digelar pada Rabu (29/3/2023). Mahfud pun mengaku siap memberikan keterangan soal transaksi janggal yang dia ungkap.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.