Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 28/03/2023, 08:55 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani akhirnya buka suara soal desas-desus dugaan transaksi janggal senilai Rp 349 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Isu itu belakangan heboh, sampai-sampai Sri Mulyani diminta datang ke DPR untuk menjelaskan perihal tersebut.

Dalam rapat kerja Kemenkeu bersama Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (27/3/2023) kemarin, Sri Mulyani pun bicara soal kronologi munculnya isu tersebut, hingga menyampaikan pembelaan terhadap instansi yang dia pimpin.

Baca juga: Komisi III DPR Kumpulkan Mahfud, Sri Mulyani, dan PPATK untuk Buka-bukaan Soal Transaksi Rp 349 T Pekan Depan

Kaget

Menurut Sri Mulyani, desas-desus ini bermula dari pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.

Saat itu, Sri Mulyani kaget Mahfud mengungkap soal dugaan transaksi mencurigakan di Kemenkeu, sementara dia sendiri belum menerima informasi apa pun terkait kabar tersebut.

"Rabu, 8 Maret, Pak Mahfud menyampaikan ke media ada transaksi mencurigakan di Kementerian Keuangan Rp 300 triliun. Kami kaget karena mendengarnya dalam bentuk berita di media," kata Sri Mulyani saat rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (27/3/2023).

Menindaklanjuti pernyataan Mahfud, Sri Mulyani meminta penjelasan ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Sebab, menurut Mahfud, dugaan transaksi janggal senilai Rp 300 triliun tersebut dia dapat dari laporan PPATK.

Baca juga: Sri Mulyani Jelaskan Isi Laporan PPATK 2009-2023 Terkait Dugaan TPPU Senilai Rp 349 T di Lingkungan Kemenkeu

Menjawab Sri Mulyani, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana saat itu mengaku telah mengirim surat ke Kementerian Keuangan.

Namun, Sri Mulyani belum menerima surat tersebut hingga 8 Maret 2023. Surat PPATK baru sampai ke tangannya sehari setelah pernyataan menghebohkan Mahfud, yakni 9 Maret 2023.

"Kamis tanggal 9 Maret 2023, Kepala PPATK baru mengirim surat nomornya SR/2748/AT.01.01/III Tahun 2023. Surat itu tertanggal 7 Maret, tapi baru kami terima by hand tanggal 9 Maret," terangnya.

Sri Mulyani menjelaskan, surat itu memuat 36 halaman lampiran. Isinya berupa 196 surat yang pernah dikirim PPATK ke Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan periode 2009-2023.

Dalam surat tersebut, tidak ada data mengenai nilai uang. Surat itu hanya berisi kompilasi surat yang pernah dikirimkan PPATK terkait penyelidikan, berikut tanggal dan nama orang-orang yang diduga terlibat.

Baca juga: Soal Transaksi Janggal Rp 349 T, Sri Mulyani: Jika Ada Bukti Baru Akan Kami Tindak Lanjuti

"Sehingga kami juga bingung, tanggal 9 Maret terima surat, tapi nggak ada angkanya (nilainya). Saya meminta kepada Pak Ivan, suratnya yang ada angkanya di mana, karena kami tidak bisa berkomentar," ujar Sri Mulyani.

Dua hari setelah kehebohan tersebut atau Sabtu, 11 Maret 2023, Menko Polhukam Mahfud MD mendatangi Kementerian Keuangan. Mahfud menjelaskan ihwal dugaan transaksi mencurigakan Rp 300 triliun di lingkungan Kemenkeu yang sebelumnya dia singgung.

Namun, karena belum menerima surat yang memuat angka tersebut langsung dari PPATK, Sri Mulyani lagi-lagi tak bisa berkomentar.

Barulah pada Senin, 13 Maret 2023, Kepala PPATK mengirimkan surat kedua bernomor SR/3160/AT.01.01/III Tahun 2023 ke Menteri Keuangan.

Menurut Sri Mulyani, ini merupakan kali pertama PPATK mengirimkan kompilasi surat sejenis ke instansi yang dia pimpin.

"Ini juga baru pertama kali PPATK menyampaikan sebuah kompilasi surat kepada Kementerian Keuangan. Karena biasanya seperti yang tadi saya sampaikan, surat-surat antara Kemenkeu adalah tadi berhubungan kalau ada penyelidikan, entitas," kata mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu.

"Jadi tidak pernah melakukan suatu kompilasi keseluruhan, apalagi dari tahun 2009 hingga tahun 2023. Jadi ini agak di luar pakem memang," lanjutnya.

Pembelaan

Sri Mulyani bilang, surat kedua yang dikirimkan ke Kemenkeu memuat 43 halaman lampiran berisi daftar 300 surat yang pernah dikirimkan PPATK ke sejumlah pihak. Dalam surat itu, disebutkan angka Rp 349 triliun.

Namun demikian, kata Sri Mulyani, angka Rp 349 triliun tersebut tidak seluruhnya menyangkut transaksi pegawai Kementerian Keuangan.

Baca juga: Besok, MAKI Laporkan Kepala PPATK, Mahfud MD dan Sri Mulyani ke Bareskrim Polri

Dia berkata, ada 100 surat yang ternyata dikirimkan PPATK ke aparat penegak hukum lain dengan nilai transaksi Rp 74 triliun.

Lalu, ada 65 surat terkait transaksi Rp 253 triliun berupa data transaksi debit-kredit operasional perusahaan-perusahaan dan korporasi yang tidak ada hubungannya dengan pegawai Kemenkeu, namun berhubungan dengan fungsi pajak dan bea cukai.

"Jadi 253 triliun adalah sebetulnya transaksi dari korporasi, 74 triliun ada surat PPATK ke APH (aparat penegak hukum)," ungkap Sri Mulyani.

Bendahara Negara itu melanjutkan, dari 300 surat, cuma 135 surat yang berhubungan dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) pegawai Kemenkeu. Nilainya "hanya" sekitar Rp 22 triliun.

"Bahkan 22 triliun ini, 18,7 triliun itu juga menyangkut transaksi korporasi yang nggak ada hubungan dengan Kementerian Keuangan," kata Sri Mulyani.

"Jadi yang benar-benar berhubungan dengan pegawai Kementerian Keuangan itu 3,3 triliun. Ini 2009 hingga 2023, 15 tahun seluruh transaksi debit-kredit dari seluruh pegawai yang diinkuiri tadi, termasuk penghasilan resmi, transaksi dengan keluarga, jual beli aset, jual beli rumah, itu 3,3 triliun," tuturnya.

Baca juga: Jokowi-Mahfud MD Bicara Empat Mata Soal Dugaan Pencucian Uang di Kemenkeu

Sudah ditindaklanjut

Sri Mulyani menambahkan, dari 300 surat, 139 di antaranya merupakan hasil laporan penelusuran PPATK yang sengaja diminta oleh Kemenkeu.

Hanya ada 61 surat yang merupakan hasil penelusuran inisiatif PPATK. Sisanya, 100 surat adalah surat yang dikirim PPATK ke aparat penegak hukum lain.

Dari 61 surat itu, kata Sri Mulyani, pihaknya telah mengambil langkah lanjutan, di antaranya, audit investigasi, pengumpulan barang, serta keterangan dan klarifikasi terhadap 25 laporan. Lalu, penanganan di internal Pajak dan Bea Cukai terhadap 9 laporan.

“Yang tidak dapat ditindaklanjuti ada 12,” ujarnya.

Baca juga: Saat Jokowi Beri Perintah ke PPATK dan Mahfud MD soal Kehebohan Transaksi Janggal di Kemenkeu...

Tak hanya itu, tindak lanjut juga dilakukan terhadap 139 surat yang berisi laporan PPATK atas permintaan Kemenkeu.

Dari total 200 surat laporan PPATK (139 surat permintaan Kemenkeu dan 61 surat penelusuran inisiatif PPATK), 82 di antaranya telah dilakukan audit investigasi.

Dari hasil audit tersebut, 193 pegawai Kemenkeu sudah dijatuhi hukuman disiplin internal kementerian.

“Lalu ada 13 pegawai Kemenkeu yang memang kita limpahkan ke pegawai APH karena memang kasus korupsi yang material,” tutur Sri Mulyani.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+


Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Tanggal 4 Juni Memperingati Hari Apa?

Tanggal 4 Juni Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 3 Juni Memperingati Hari Apa?

Tanggal 3 Juni Memperingati Hari Apa?

Nasional
TPPO Marak Terjadi, Migrant Care Minta Pemerintah Benahi Masalah Tenaga Kerja di Indonesia

TPPO Marak Terjadi, Migrant Care Minta Pemerintah Benahi Masalah Tenaga Kerja di Indonesia

Nasional
Sandi Ungkap Dirinya Tetap Bersahabat Sangat Baik dengan Anies

Sandi Ungkap Dirinya Tetap Bersahabat Sangat Baik dengan Anies

Nasional
Soal Isu Bocornya Putusan MK Terkait Sistem Pemilu, Ketua Komisi III: Hoaks

Soal Isu Bocornya Putusan MK Terkait Sistem Pemilu, Ketua Komisi III: Hoaks

Nasional
Kisah Hidup Kakek Buyut Ma'ruf Amin, Syekh Nawawi Al Bantani Akan Diangkat Jadi Film

Kisah Hidup Kakek Buyut Ma'ruf Amin, Syekh Nawawi Al Bantani Akan Diangkat Jadi Film

Nasional
LP3HI Bakal Kembali Gugat Bareskrim jika Dugaan Gratifikasi Firli Bahuri Tak Ditindaklanjuti

LP3HI Bakal Kembali Gugat Bareskrim jika Dugaan Gratifikasi Firli Bahuri Tak Ditindaklanjuti

Nasional
Cegah Narkotika Zombi Masuk Indonesia, Gus Imin Minta Pemerintah Ambil Tindakan Ekstrem

Cegah Narkotika Zombi Masuk Indonesia, Gus Imin Minta Pemerintah Ambil Tindakan Ekstrem

Nasional
Audensi dengan KSP, BP3OKP Minta Pemerintah Beri Perhatian ke Masyarakat Terdampak Konflik Keamanan

Audensi dengan KSP, BP3OKP Minta Pemerintah Beri Perhatian ke Masyarakat Terdampak Konflik Keamanan

Nasional
Kasus Gratifikasi dan TPPU, Eks Dirut Jasindo Dituntut 7 Tahun Penjara

Kasus Gratifikasi dan TPPU, Eks Dirut Jasindo Dituntut 7 Tahun Penjara

Nasional
Majelis Hakim MK Segera Rapat Tentukan Putusan Sistem Pemilu

Majelis Hakim MK Segera Rapat Tentukan Putusan Sistem Pemilu

Nasional
Melejitnya Elektabilitas Prabowo dan Perubahan Citra Militer menjadi Humanis

Melejitnya Elektabilitas Prabowo dan Perubahan Citra Militer menjadi Humanis

Nasional
BP3OKP Akui Kesulitan Bantu Lobi KKB soal Pilot Susi Air

BP3OKP Akui Kesulitan Bantu Lobi KKB soal Pilot Susi Air

Nasional
Ingin Deklarasi Cawapres Anies Juni, Demokrat: Kita Bertarung Melawan 'Status Quo'

Ingin Deklarasi Cawapres Anies Juni, Demokrat: Kita Bertarung Melawan "Status Quo"

Nasional
MK Diminta Pertimbangkan Konteks Politik Terkini dalam Putuskan Sistem Pemilu

MK Diminta Pertimbangkan Konteks Politik Terkini dalam Putuskan Sistem Pemilu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com