Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bahaya Aliran Dana TPPU di Proses Pemilu: Pemimpin Negeri Didukung Pelaku Kejahatan

Kompas.com - 18/03/2023, 12:20 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Yenti Ganarsih mengingatkan bahaya yang mungkin terjadi jika dana hasil kejahatan pencucian uang mengalir ke proses pemilu.

Menurut Yenti, kondisi demikian akan melahirkan pemimpin-pemimpin yang didukung oleh para pelaku kejahatan.

“Siapa (peserta pemilu) yang dicalonkan bukan berarti mereka yang melakukan kejahatan. Mereka disumbang oleh para penjahat yang menyalurkan uang hasil kejahatannya, itu adalah posisi pencucian uangnya,” kata Yenti dalam acara Satu Meja The Forum Kompas TV, dikutip Sabtu (18/3/2023).

Baca juga: PPATK Ungkap Modus Kejahatan Jelang Pemilu: Pemberian Izin Tambang Marak, Kredit Macet Meningkat

Yenti mencontohkan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) atau calon anggota legislatif (caleg) yang mendapat sumbangan dana kampanye dari hasil pencucian uang pelaku kejahatan.

Memang, capres dan cawapres atau caleg itu bukan pelaku kejahatan. Namun, mereka menampung uang hasil kejahatan pencucian uang lewat proses pemilu.

Jika kandidat tersebut terpilih dan duduk di kursi kekuasaan, besar kemungkinan pemimpin itu bakal melahirkan kebijakan-kebijakan yang berpihak pada pelaku kejahatan. Ini merupakan bentuk timbal balik karena mereka sebelumnya telah didukung di pemilu.

“Misalnya (uang hasil kejahatan) dari narkoba, dari judi online, kemudian menyumbang ke calon presiden atau calon anggota DPR. Kalau itu nanti dia terpilih, jangan harap siapa yang jadi itu, yang disumbang dari narkoba, dari judi online atau dari korupsi itu akan bikin aturan-aturan untuk penguatan pemberantasan korupsi, tidak akan,” ujar Yenti.

Baca juga: Bawaslu Ingin Punya Kewenangan Investigasi Akses Masuk Dana Kampanye pada Pemilu 2024

Berawal dari sumbangan dana kampanye pemilu itu, kata Yenti, akan muncul persoalan negara berkepanjangan. Misalnya, kebijakan yang tidak berpihak pada pemberantasan korupsi, bisnis gelap narkoba, hingga judi online.

“Apa pun yang dicanangkan ke depan enggak akan tercapai kecuali memang keinginan dari para penyumbang itu. Sementara penyumbangnya adalah hasil kejahatan, bandar-bandar narkoba misalnya, koruptor,” katanya.

Untuk mengatasi persoalan ini, lanjut Yenti, dibutuhkan undang-undang yang secara tegas mengawasi sumbangan dana kampanye peserta pemilu.

Sebab, aturan yang ada saat ini masih memiliki celah sehingga terbuka peluang bagi peserta pemilu menerima sumbangan dana gelap untuk kampanye.

Bersamaan dengan itu, lembaga pengawas pemilu dinilai perlu lebih tegas, audit dana kampanye pemilu juga perlu diperkuat.

“Setelah ada pemerintahan yang baru, parlemen yang baru, kalau sampai itu didanai dari hasil kejahatan yang namanya pencucian uang, ini ya sudah nggak ada yang bisa diharapkan,” tutur Yenti.

Sebelumnya, Ketua Humas Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) M Natsir Kongah mengungkap adanya dana Rp 45 triliun yang terindikasi sebagai hasil tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Baca juga: Bawaslu Sebut Anggaran untuk Gaji Pengawas Pemilu Hanya Cukup sampai Oktober

Sebagian dana tersebut disinyalir mengalir ke sejumlah politikus. Diduga, dana itu digunakan untuk membiayai pemenangan para politisi pada Pemilu 2019 lalu dan Pemilu 2024.

Halaman:


Terkini Lainnya

PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

Nasional
Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Nasional
Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Nasional
Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Nasional
PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

Nasional
Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Nasional
Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Nasional
Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Nasional
Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Nasional
Anies: Yang Lain Sudah Tahu Belok ke Mana, Kita Tunggu PKS

Anies: Yang Lain Sudah Tahu Belok ke Mana, Kita Tunggu PKS

Nasional
Nasdem: Anies 'Top Priority' Jadi Cagub DKI

Nasdem: Anies "Top Priority" Jadi Cagub DKI

Nasional
Sekjen PDI-P: Banyak Pengurus Ranting Minta Pertemuan Megawati-Jokowi Tak Terjadi

Sekjen PDI-P: Banyak Pengurus Ranting Minta Pertemuan Megawati-Jokowi Tak Terjadi

Nasional
Bisa Tingkatkan Kualitas dan Kuantitas Hakim Perempuan, Ketua MA Apresiasi Penyelenggaraan Seminar Internasional oleh BPHPI

Bisa Tingkatkan Kualitas dan Kuantitas Hakim Perempuan, Ketua MA Apresiasi Penyelenggaraan Seminar Internasional oleh BPHPI

Nasional
Jelang Pemberangkatan Haji, Fahira Idris: Kebijakan Haji Ramah Lansia Harap Diimplementasikan secara Optimal

Jelang Pemberangkatan Haji, Fahira Idris: Kebijakan Haji Ramah Lansia Harap Diimplementasikan secara Optimal

Nasional
Anies Tak Mau Berandai-andai Ditawari Kursi Menteri oleh Prabowo-Gibran

Anies Tak Mau Berandai-andai Ditawari Kursi Menteri oleh Prabowo-Gibran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com