JAKARTA, KOMPAS.com - Polemik pembelian seragam dan senjata dari luar negeri yang dilakukan Kementerian Pertahanan (Kemenhan) dan Polri belakangan tengah menjadi sorotan publik.
Ini terjadi setelah Presiden Joko Widodo menyentil Kemenhan dan Polri karena masih mengimpor seragam dan senjata.
Jokowi menyayangkan hal itu karena industri dalam negeri sudah mampu menyediakan seragam dan senjata. Bahkan, mereka sudah mampu mengekspornya.
"Saya minta di Kemenhan, di Polri, seragam militer. Kita ini sudah bikin, ekspor ke semua negara, eh kita malah beli dari luar, sepatu, senjata, kita bisa bikin lho," kata Jokowi saat membuka Business Matching Produk Dalam Negeri di Istora Senayan, Jakarta, Rabu (15/3/2023).
Jokowi menilai, pembelian dari luar negeri sah-sah saja jika barang yang didatangkan merupakan alat utama sistem persenjataan (alutsista) canggih seperti pesawat tempur.
Namun, hal ini tidak berlaku bagi pengadaan amunisi maupun sepatu karena industri dalam negeri sudah mampu menyediakan kebutuhan tersebut.
"Tapi kalau senjata, peluru, kita sudah bisa. Apalagi hanya sepatu, kenapa harus beli dari luar?" ujar Jokowi.
Sentilan Jokowi ini pun mengingatkan kembali polemik tertahannya 280 pucuk senjata dan 5.932 butir amunisi impor yang diperuntukkan bagi Korps Brigade Mobil (Brimob) Polri di Bandara Soekarno Hatta pada 2017.
Polemik ini memicu dinamika terbuka antara TNI dan Polri kala itu. Berikut ulasannya:
Pada 2017, masyarakat sempat dikagetkan dengan peristiwa tertahannya 280 pucuk senjata Stand Alone Grenade (SAGL) kaliber 40 x 46 mm dan 5.932 amunisi RLV-HEFJ kaliber 40 x 46 mm di Gudang Kargo Unex, Bandara Soekarno Hatta, Cengkareng, Banten, Sabtu (30/9/2017) dini hari.
Adapun senjata dikemas dalam 28 kotak yang masing-masing kotak berisi 10 pucuk senjata dengan berat total 2.212 kilogram.
Sedangkan, amunisi dikemas dalam 70 boks yang berisi 84 butir per boks serta 1 boks yang berisi 52 butir.
Senjata dan amunisi standar non-militer ini diketahui diimpor oleh PT Mustika Duta Mas yang akan didistribusikan ke Brimob.
Namun, senjata dan amunisi tersebut tertahan di bandara karena Badan Intelijen Strategis (Bais) TNI belum mengeluarkan izin masuk barang impor.
Hal ini disampaikan Gatot dalam silaturahmi TNI dengan purnawirawan di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta, Jumat (22/9/2017).
Acara tersebut turut dihadiri Menko Polhukam saat itu, Wiranto, mantan Wakil Presiden Republik Indonesia Jenderal (Purn) Try Sutrisno, Laksamana TNI (Purn) Widodo AS, dan mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus, Letnan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto.
"Data-data kami akurat, ada kelompok institusi yang akan membeli 5.000 pucuk senjata, bukan militer, ada itu, ada yang memaksa, ada yang mempidanakan. Dan data-data kami, intelijen kami, akurat," kata Gatot dalam acara tersebut.
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI kala itu, Mayor Jenderal Wuryanto mengatakan, amunisi tajam yang dibeli Polri mempunyai radius mematikan 9 meter dan jarak capai 400 meter.
Amunisi tersebut juga memiliki keistimewaan lain. Menurut Wuryanto, saat ditembakkan, amunisi tersebut akan dua kali meledak.
Ledakan kedua akan melontarkan pecahan tubuh granat berupa logam kecil yang melukai dan mematikan sasaran tembak.
Selain itu, jenis granat yang dibeli Polri juga bisa meledak sendiri tanpa benturan setelah 14-19 detik lepas dari laras.
"Ini luar biasa. TNI tidak punya senjata dengan kemampuan jenis itu," ujar Wuryanto dalam jumpa pers di Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat, Selasa (10/10/2017).
Di hari yang sama ketika barang pengadaannya tertahan, Markas Besar Polri membenarkan senjata dan amunisi yang berada di Bandara Soekarno Hatta milik instansinya yang akan disalurkan ke Brimob.
Namun, Kepala Divisi Humas Polri kala itu, Irjen Setyo Wasisto menyatakan bahwa senjata dan amunisi tersebut merupakan barang yang sah.
"Senjata adalah betul milik Polri dan adalah barang yang sah," ujar Setyo di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Sabtu (30/9/2017).
Tak berselang lama, tim gabungan yang terdiri dari pejabat Mabes Polri, Brimob, Bea Cukai, dan Bais TNI mengecek senjata dan amunisi yang dimaksud pada Selasa (3/10/2017).
Tujuan pengecekan ini untuk menuntaskan dan menyelesaikan berita yang selama ini menjadi simpang siur terkait dengan kedatangan senjata pengadaan Polri yang tertahan di bandara.
Sebab, pernyataan tersebut sampai-sampai membuat Jokowi dan Wiranto angkat bicara.
Kepala Kantor Staf Kepresidenan saat itu, Teten Masduki mengatakan, Presiden meminta agar persoalan tertahannya senjata dan amunisi milik Brimob di Bandara Soekarno Hatta tidak menimbulkan kegaduhan di dalam negeri.
Teten menyebutkan, Presiden sudah menginstruksikan Wiranto untuk berkoordinasi dengan TNI dan Polri agar sama-sama menciptakan keamanan dan kondisi politik yang kondusif.
"Presiden minta semuanya harus kondusif. Apalagi di tengah situasi ekonomi global yang sedang lesu. Kalau kemudian di dalam negeri terus gaduh, itu bisa kacau. Saya kira itu pesan Presiden," ucap Teten, di Bogor, Jawa Barat, Selasa (3/10/2017).
Sementara itu, Wiranto mengatakan polemik pengadaan senjata dan amunisi tersebut disebabkan oleh banyaknya regulasi.
Menurut Wiranto, banyaknya regulasi yang mengatur soal pengadaan senjata telah menimbulkan perbedaan pendapat di berbagai institusi.
"Adanya banyak regulasi yang mengatur mengenai pengadaan senjata api yang telah diundangkan sejak 1948 sampai dengan tahun 2017, mengakibatkan perbedaan pendapat yang berkembang di berbagai institusi yang menggunakan senjata api," ujar Wiranto saat memberikan keterangan usai rapat koordinasi terbatas tingkat menteri di Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Jumat (6/10/2017).
Sementara itu, Gatot membantah 5.000 senjata impor yang diungkapkannya di depan mantan petinggi TNI, adalah milik Polri.
Ia juga merasa bahwa pengungkapan dan tertahannya senjata dan amunisi di Bandara Soekarno Hatta merupakan dua peristiwa itu terjadi secara kebetulan semata.
"Menurut saya, itu kebetulan saja (terjadi pada waktu berdekatan)," ujar Gatot dalam wawancara dengan Rosiana Silalahi yang tayang di Kompas TV, Kamis (5/10/2017).
Bahkan, ketika ditanya mengenai antara jumlah yang Gatot sampaikan mirip dengan jumlah senjata Brimob yang tertahan, Gatot juga menjawab bahwa hal tersebut hanya kebetulan saja.
Gatot menegaskan bahwa dirinya tidak menyudutkan institusi manapun. Dia menolak berkomentar lebih lanjut. Ia mengatakan bahwa Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto yang berhak untuk menjawab mengenai persoalan tersebut.
"Semua penjelasan ke Pak Wiranto, ya saya diam. Saya hanya akan memberikan penjelasan kepada Presiden sebagai atasan saya dan kepada DPR sebagai konstitusi yang memang harus saya sampaikan," ujar Gatot.
(Penulis: Ardito Ramadhan, Kristian Erdianto, Abba Gabrillin, Kontributor Bogor, Ramdhan Triyadi Bempah, Ambaranie Nadia Kemala Movanita, Fabian Januarius Kuwodo | Editor: Sabrina Asril, Sandro Gatra, Erlangga Djumena, Bayu Galih, Dani Prabowo)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.