JAKARTA, KOMPAS.com - Harta kekayaan diduga tidak wajar milik mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Rafael Alun Trisambodo terus didalami oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menurut KPK, sebenarnya peluang menjerat Rafael bisa terjadi jika di dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) memuat pasal mengatur tentang delik kekayaan tak wajar (illicit enrichment atau unexplained wealth).
Akan tetapi, delik tentang kekayaan tak wajar itu sampai saat ini tak kunjung dimasukkan ke dalam UU Tipikor.
Menurut Wakil Ketua KPK, Nawawi Pomolango, penyidik bisa saja langsung menindak Rafael jika kekayaan tidak wajar ditetapkan sebagai tindak pidana dalam UU Tipikor.
Baca juga: Asal-usul Rubicon Milik Rafael Alun, Belum Balik Nama dan Disebut Dijual ke Kakaknya
“Andaikan ada illicit enrichment, itu yang ditemukan Pak Pahala kemarin (tentang peningkatan kekayaan Rafael yang tak wajar) bisa langsung (ditindak),” kata Nawawi dalam keterangannya, Minggu (5/3/2023).
Illicit enrichment adalah peningkatan kekayaan tak wajar atau tidak sah dan termasuk tindak pidana. Ketentuan ini mengacu pada rekomendasi Konvensi Anti Korupsi Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations Convention against Corruption/UNCAC).
Nawawi menjelaskan, UNCAC sebenarnya mewajibkan setiap negara yang menandatangani untuk melakukan ratifikasi.
Indonesia telah meratifikasi konvensi itu melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan UNCAC 2003.
Baca juga: Siasat Rafael Alun Trisambodo Sembunyikan Kekayaannya...
Akan tetapi, kata Nawawi, ketentuan illicit enrichment itu tidak dituangkan dalam Undang-Undang Pemberantasan Tipikor.
Aturan kekayaan tak wajar atau illicit enrichment, kata Nawawi, nyaris dicantumkan dalam pasal 37 huruf a Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Dalam pasal itu diatur pejabat harus melaporkan seluruh harta bendanya, istrinya, anaknya, berikut korporasi yang berhubungan.
Jika ia tidak bisa membuktikan asal usul kepemilikan hartanya, maka pejabat terkait bisa diusut.
Baca juga: PPATK: Transaksi Konsultan Pajak Terduga Nominee Rafael Bernilai Signifikan
Kalau delik itu masuk dalam undang-undang dan diberlakukan, maka laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) bisa digunakan menjadi alat bukti penyidik buat mengusut dugaan kepemilikan harta tak wajar itu.
“Dalam hal terdakwa tidak dapat membuktikan itu, maka LHKPN dijadikan sebagai bukti. Itu kan pentingnya LHKPN,” ujar Nawawi.
Diberitakan sebelumnya, harta kekayaan Rafael Alun Trisambodo sebesar Rp 56,1 miliar menjadi sorotan setelah anaknya, Mario Dandy Satrio (20) menganiaya D (17) yang merupakan anak pengurus GP Ansor.