JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus kematian Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J telah sampai ke babak akhir. Seluruh terdakwa sudah divonis oleh majelis hakim.
Total ada 11 terdakwa dalam kasus ini, terdiri dari 5 terdakwa pembunuhan berencana terhadap Brigadir J dan 7 terdakwa obstruction of justice atau perintangan penyidikan kasus kematian Yosua.
Satu terdakwa, yakni Ferdy Sambo, terlibat dua perkara sekaligus, baik pembunuhan berencana maupun perintangan penyidikan.
Baca juga: Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal dan Kuat Maruf Ajukan Banding
Kasus pembunuhan Brigadir J sendiri dilatarbelakangi oleh pernyataan istri Sambo, Putri Candrawathi, yang mengaku dilecehkan oleh Yosua di Magelang, Jawa Tengah, Kamis (7/7/2022).
Pengakuan yang belum diketahui kebenarannya itu lantas membuat Sambo marah hingga menyusun strategi untuk membunuh Yosua.
Sambo memerintahkan ajudannya saat itu, Ricky Rizal atau Bripka RR, menembak Yosua. Namun, Ricky menolak sehingga Sambo beralih memerintahkan Richard Eliezer atau Bharada E.
Yosua pun dieksekusi dengan cara ditembak 3-4 kali oleh Richard Eliezer di rumah dinas Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022). Setelahnya, Sambo menembak kepala belakang Yosua hingga korban tewas.
Mantan perwira tinggi Polri itu lantas menembakkan pistol milik Yosua ke dinding-dinding rumah untuk menciptakan skenario tembak menembak antara Brigadir J dan Bharada E yang berujung pada tewasnya Yosua.
Sementara, dalam perkara obstruction of justice, Sambo berupaya menghilangkan barang bukti dengan mengerahkan sejumlah anak buahnya untuk merintangi penyidikan.
Baca juga: Ferdy Sambo dkk Resmi Banding, Ini Respons Orangtua Brigadir J
Berikut daftar vonis 11 terdakwa yang terseret kasus kematian Brigadir J.
Ferdy Sambo dijatuhi hukuman mati oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) atas kasus pembunuhan berencana sekaligus obstruction of justice perkara kematian Yosua. Sebelumnya, oleh jaksa, Sambo dituntut pidana penjara seumur hidup.
"Menjatuhkan terdakwa dengan pidana mati," kata Majelis Hakim Ketua Wahyu Imam Santoso dalam sidang, Senin (13/2/2023).
Hakim menilai, perbuatan Sambo mengakibatkan duka mendalam bagi keluarga Yosua. Mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri itu juga dianggap menimbulkan keresahan dan kegaduhan luas di masyarakat.
Sebagai aparat penegak hukum dengan pangkat jenderal bintang dua, Sambo dinilai tak pantas melakukan pembunuhan berencana.
"Perbuatan terdakwa telah mencoreng institusi Polri di mata masyarakat Indonesia dan dunia internasional," ucap hakim.
Baca juga: Kejagung Siap Hadapi Banding Ferdy Sambo dkk
Sementara, istri Sambo, Putri Candrawathi, divonis pidana penjara 20 tahun. Hukuman itu juga melampaui tuntutan jaksa yakni pidana penjara 8 tahun.
Menurut hakim, sebagai istri Kadiv Propam Polri sekaligus bendahara umum pengurus pusat Bhayangkari, Putri seharusnya menjadi teladan bagi para istri polisi lainnya.
Sebaliknya, Putri malah terlibat pembunuhan berencana sehingga mencoreng nama baik organisasi para istri polisi. Selain itu, perbuatan Putri dinilai menimbulkan kerugian besar bagi para personel kepolisian lainnya yang ikut terseret perkara ini.
"Perbuatan terdakwa telah berdampak dan menimbulkan kerugian yang besar berbagai pihak baik materil maupun moril, bahkan memutus masa depan banyak personel anggota kepolisian," tutur hakim, Senin (13/2/2023).
Hakim pun meyakini bahwa Putri bukan korban kekerasan seksual Brigadir J. Istri Ferdy Sambo itu diduga sakit hati oleh Yosua sehingga mengadu ke suaminya yang berujung pada peristiwa pembunuhan berencana.
Masih dalam perkara pembunuhan berencana, asisten rumah tangga (ART) Ferdy Sambo, Kuat Ma'ruf, divonis dihukum pidana penjara 15 tahun. Vonis ini lebih berat dari tuntutan jaksa yang meminta hakim menghukum Kuat dengan 8 tahun penjara.
Dalam perkara ini, Kuat dianggap berperan menyiapkan tempat eksekusi Brigadir J di rumah dinas Sambo. Namun demikian, Kuat tak mengaku bersalah dan justru memosisikan dirinya orang yang tidak tahu menahu perkara ini.
"Terdakwa tidak memperlihatkan rasa penyesalan dalam setiap persidangan," kata hakim dalam sidang di PN Jaksel, Selasa (14/2/2023).
Terdakwa lainnya, Ricky Rizal atau Bripka RR divonis pidana penjara 13 tahun. Hukuman mantan ajudan Ferdy Sambo itu juga lebih berat dari tuntutan jaksa sebesar 8 tahun pidana penjara.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Ricky Rizal Wibowo dengan pidana penjara selama 13 tahun," kata hakim Wahyu, Selasa (14/2/2023).
Ricky dianggap membiarkan terjadinya pembunuhan terhadap Brigadir J, padahal dia punya kesempatan untuk menggagalkan rencana tersebut. Perbuatan brigadir polisi kepala (bripka) itu juga dinilai mencoreng citra Polri.
Dibanding empat terdakwa pembunuhan berencana lainnya, Richard Eliezer divonis paling ringan yakni pidana penjara 1 tahun 6 bulan. Hukuman itu jauh lebih kecil dari tuntutan jaksa yakni 12 tahun penjara.
Dalam putusannya, hakim mempertimbangkan sejumlah hal yang meringankan hukuman Richard. Antara lain, Richard dianggap telah menyesali perbuatannya.
Hakim juga mempertimbangkan status Richard sebagai justice collaborator atau saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum untuk mengungkap perkara pembunuhan Yosua.
Selain itu, keluarga Yosua telah memaafkan Richard sejak awal kasus ini terungkap.
"Keluarga korban Nofriansyah Hutabarat telah memaafkan perbuatan terdakwa," kata hakim dalam persidangan, Rabu (15/2/2023).
Atas vonis ringan tersebut, jaksa tak mengajukan banding. Artinya, putusan hukuman Richard sudah inkrah atau berkekuatan hukum tetap.
Sementara, empat terdakwa pembunuhan berencana lainnya yakni Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Kuat Ma'ruf, dan Ricky Rizal mengajukan banding sehingga vonis keempatnya hingga kini belum inkrah.
Arif Rachman Arifin divonis pidana penjara 10 bulan dan denda Rp 10 juta subsider 3 bulan kurungan karena terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana merusak sistem elektronik yang dilakukan bersama-sama.
Dalam perkara ini, Arif berperan mematahkan laptop yang sempat digunakan untuk menyimpan salinan rekaman CCTV di sekitar TKP penembakan Yosua di lingkungan rumah dinas Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Baca juga: Jejak Perlawanan Arif Rachman Arifin, Anak Buah Ferdy Sambo yang Divonis 10 Bulan Penjara
Namun demikian, Arif melakukan tindakan tersebut atas perintah Ferdy Sambo yang saat itu menjadi atasannya.
"Perbuatan terdakwa bertentangan dengan asas profesionalisme yang berlaku sebagai anggota Kepolisian Republik Indonesia," ujar hakim dalam sidang, Kamis (24/2/2023).
Vonis terhadap eks Wakaden B Biro Pengamanan Internal (Paminal) Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri itu lebih ringan dari tuntutan jaksa mulanya meminta hakim menghukum Arif pidana penjara 1 tahun dan denda Rp 10 juta.
Sama dengan Arif, Irfan Widyanto juga dijatuhi hukuman pidana penjara 10 bulan dan denda Rp 10 juta subsider 3 bulan kurungan dalam perkara obstruction of justice.
Mantan Kepala Sub Unit (Kasubnit) I Sub Direktorat (Subdit) III Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Badan Reserse Krimnal (Bareskrim) Polri itu dinilai menjadi kepanjangan tangan Sambo untuk mengambil digital video recorder (DVR) CCTV di sekitar TKP penembakan Brigadir J.
Menurut hakim, sebagai salah satu penyidik aktif di Bareskrim Polri, Irfan seharusnya punya pengetahuan yang lebih, terutama terkait tugas dan kewenangan dalam kegiatan penyidikan dan tindakan terhadap barang-barang yang berhubungan dengan tindak pidana.
"Namun malah terdakwa turut dalam perbuatan yang menyalahi ketentuan perundang dan mengakibatkan terganggungnya sistem informasi tidak bekerja sebagaimana mestinya atau bertindak tidak sesuai dengan ketentuan," ujar hakim dalam persidangan, Jumat (24/2/2023).
Namun demikian, peraih Adhi Makayasa Akademi Kepolisian (Akpol) tahun 2010 ini divonis lebih ringan dari tuntutan jaksa yang memintanya dihukum pidana penjara 1 tahun dan denda Rp 10 juta.
Terdakwa lain, Baiquni Wibowo, divonis pidana penjara 1 tahun dan denda Rp 10 juta subsider 3 bulan kurungan karena turut serta merintangi penyidikan kasus kematian Brigadir J.
Baiquni dinilai telah melakukan tindakan ilegal karena menyalin dan menghapus informasi dokumen elektronik DVR CCTV terkait kasus kematian Yosua
Tindakan mantan Kepala Sub Bagian Pemeriksaan (Kasubbagriksa) Bagian Penegakan Etika (Baggaketika) pada Biro Pertanggungjawaban Profesi (Wabprof) Divisi Propam Polri itu telah mengakibatkan rusaknya sistem elektronik DVR CCTV.
Baca juga: Baiquni Wibowo Terima Divonis 1 Tahun Penjara
"Terdakwa Baiquni telah melakukan perbuatan berdasarkan atas perintah yang tidak sah menurut peraturan perundang-undangan, padahal sudah perwira menengah polisi sudah mengetahui pengetahuan tersebut," ujar hakim, Jumat (24/2/2023).
Vonis terhadap Baiquni ini lebih rendah dari tuntutan jaksa yang sebelumnya meminta majelis hakim menghukum terdakwa dengan pidana penjara 2 tahun dan denda Rp 10 juta.
Sama dengan Baiquni, Chuck Putranto juga divonis pidana penjara 1 tahun dan denda Rp 10 juta subsider 3 bulan kurungan karena menghalangi penyidikan kasus kematian Brigadir J.
Dalam perkara ini, mantan sekretaris pribadi Ferdy Sambo itu berperan menyimpan dua DVR CCTV yang berasal dari lingkungan sekitar TKP penembakan, yakni pos satpam Duren Tiga dan rumah Kanitreskrim Polres Jakarta Selatan, AKBP Ridwan Rhekynellson Soplanit.
"Perbuatan terdakwa mencoreng nama baik Polri," kata hakim, Jumat (24/2/2023).
Namun demikian, hukuman yang dijatuhkan hakim terhadap Chuck tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa yang meminta dia divonis pidana penjara 2 tahun dan denda Rp 10 juta.
Dalam perkara yang sama, Agus Nurpatia divonis pidana penjara 2 tahun dan denda Rp 20 juta subsider 3 bulan kurangan.
Hakim menilai, tindakan Agus yang memerintahkan juniornya di kepolisian, Irfan Widyanto, untuk mengamankan rekaman CCTV di sekitar TKP penembakan Yosua di tidak profesional.
"Terdakwa tidak profesional dalam melaksanakan tugas sebagai anggota Polri," ujar hakim dalam sidang, Senin (27/2/2023).
Kendati begitu, vonis hakim ini lebih ringan dari tuntutan jaksa yang sedianya meminta mantan Kepala Detasemen (Kaden) A Biro Paminal Polri tersebut dijatuhi hukuman pidana penjara 3 tahun dan denda Rp 20 juta.
Hendra Kurniawan menjadi terdakwa obstruction of justice yang dijatuhi hukuman tertinggi setelah Ferdy Sambo. Hendra divonis pidana penjara 3 tahun dan denda Rp 20 juta subsider 3 bulan kurungan.
Majelis Hakim menilai, perbuatan Hendra memerintahkan bawahannya di kepolisian untuk mengamankan lantas menghapus rekaman CCTV di sekitar TKP penembakan Yosua merupakan tindak pidana.
Baca juga: Hendra Kurniawan Dinilai Tak Profesional di Kasus Brigadir J, padahal Perwira Tinggi Polri
Padahal, saat itu Hendra menjabat sebagai Kepala Biro Pengamanan Internal (Karo Paminal) Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri dengan pangkat jenderal bintang satu.
"Terdakwa selaku anggota Polri perwira tinggi tidak melakukan tugasnya secara profesional," ujar hakim.
Tak seperti lima terdakwa lainnya, vonis yang dijatuhkan hakim terhadap Hendra sesuai dengan tuntutan jaksa sebelumnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.