JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI mengaku tengah mempersiapkan peraturan yang mengatur lembaga itu berhak mendapatkan data dalam pengawasan pemutakhiran daftar pemilih.
Saat ini, tahapan tersebut sudah berlangsung, dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah mengutus para petugas pemutakhiran daftar pemilih (pantarlih) melaksanakan pencocokan dan penelitian (coklit) dari rumah ke rumah sampai 14 Maret 2023.
"Peraturan Bawaslu kami sekarang sedang proses sinkronisasi di Kementerian Hukum dan HAM. Kalau ini sudah diundangkan maka sesungguhnya akan secara tegas menyatakan Bawaslu berhak mendapatkan data," ungkap Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Humas Bawaslu RI Lolly Suhenty kepada wartawan pada Rabu (15/2/2023).
Baca juga: KPU Buka Suara Alasan Tak Berikan Bawaslu Data untuk Awasi Coklit
Ia mengeklaim bahwa rancangan peraturan maupun isu ini sudah pernah dibahas dalam Rapat Dengar Pendapat di Komisi II DPR RI, yang turut dihadiri oleh KPU, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), serta Kementerian Dalam Negeri sebagai perwakilan pemerintah yang membidangi kepemiluan.
"Semuanya bersepakat untuk memberikan data tinggal realisasinya bagaimana. Nah komitmen ini yang sedang kami tagih," ujar Lolly.
Sebelumnya, Bawaslu RI mengakui bahwa mereka saat ini tidak diberikan data maupun akses data yang menjadi rujukan proses coklit oleh KPU.
Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja mengaku heran dan mempertanyakan sikap KPU ini. Menurutnya, tanpa data yang bisa dijadikan rujukan, pengawas dari Bawaslu yang mengawasi kerja pantarlih di lapangan seperti menghadapi "peta buta".
Bagja bahkan mengeklaim pihaknya bakal melaporkan situasi ini kepada Presiden RI Joko Widodo karena persiapan daftar pemilih harus diawasi betul lantaran menyangkut hak pilih warga negara.
Baca juga: KPU Pastikan Pantarlih Coklit Pemilih dari Rumah ke Rumah
Dikonfirmasi terpisah, Koordinator Divisi Data dan Informasi KPU RI, Betty Epsilon Idroos, mengakui bahwa daftar pemilih yang menjadi rujukan pantarlih melakukan coklit tidak dibagikan ke siapa pun di luar KPU.
Betty beralasan, data tersebut tergolong sebagai data bergerak atau belum final.
"Jadi itu data masih diproses kami. Itu dikecualikan (dari data yang bisa dibagikan)," ungkap Betty kepada Kompas.com, Rabu.
"Itu belum data pemilih, itu masih data hasil sinkronisasi. Kalau DP4 (Data Penduduk Potensial Pemilih) itu sudah ada kebijakan dari Mendagri soal zero sharing data policy," lanjutnya.
Sebagai informasi, dimulainya coklit ditandai dengan apel serentak di seluruh kelurahan/desa di Indonesia pada Minggu (12/2/2023). Coklit akan berlangsung sampai 14 Maret 2023.
Baca juga: Bawaslu Sebut Banyak Petugas Coklit Pilkada yang Tak Datangi Rumah Warga
Setiap petugas pantarlih bertanggung jawab atas daftar pemilih per 1 TPS dan harus melakukan coklit dari rumah ke rumah.
Sebelumnya, dalam DP4 yang diterima KPU RI dari Kementerian Dalam Negeri pada 14 Desember 2022, terdapat 204.656.053 penduduk potensial pemilih dalam negeri pada Pemilu 2024 nanti.
Penduduk yang masuk dalam DP4 adalah WNI yang akan berusia 17 tahun atau lebih pada hari H Pemilu 2024 dan bukan anggota TNI/Polri.
Betty menegaskan, dispensasi hanya berlaku jika orang yang dicoklit betul-betul berhalangan untuk ditemui karena suatu alasan. Seandainya itu terjadi, coklit bisa dilakukan via video call.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.