JAKARTA, KOMPAS.com - Sosok Richard Eliezer yang akan menghadapi vonis dalam perkara pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat tengah menjadi perhatian utama masyarakat.
Perhatian publik tak lepas setelah jaksa penuntut umum (JPU) menuntut Richard 12 tahun penjara.
Tuntutan tersebut telah menimbulkan perdebatan di tengah masyarakat karena dianggap berlebihan.
Mengingat, Richard yang notabene sebagai justice collaborator dinilai tak sepatutnya dituntut tinggi.
Baca juga: Ferdy Sambo Dihukum Mati, Anggota DPR Minta Richard Dipidana Seringan-ringannya
Sebab, bagaimana pun juga ia telah berkontribusi besar memecahkan teka-teki kasus ini yang semula penuh misteri.
Di sisi lain, ketika dukungan publik mengalir deras kepada Richard, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan justru tengah menunjukkan taring tajamnya.
Hal ini terlihat dari vonis Majelis Hakim Pengadilan Negeri terhadap Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Kuat Ma'ruf dan Ricky Rizal Wibowo yang seluruhnya jauh melampaui tuntutan JPU.
Kini, nasib Richard pun akan ditentukan oleh palu hakim dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, hari ini, Rabu (15/2/2023).
Sejauh ini, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah memvonis empat terdakwa, yakni Sambo, Putri, Kuat, dan Ricky.
Vonis yang dijatuhkan hakim seluruhnya jauh lebih tinggi dari tuntutan JPU.
Vonis terhadap Sambo yang dijatuhkan pada Senin (13/2/2023), misalnya. Eks Kepala Divisi Propam Polri ini divonis mati.
Baca juga: Pakar Hukum Tata Negara Unair Sebut Kasus Sambo Tak Bisa Gunakan KUHP Baru
Vonis ini jauh melampaui tuntutan JPU yang menuntutnya pidana penjara seumur hidup.
Sementara, Putri, Kuat, dan Ricky yang sebelumnya dituntut 8 tahun penjara telah divonis secara bervariasi jauh lebih tinggi dari tuntutan JPU.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta yang dipimpin Wahyu Iman Santoso memvonis Putri 20 tahun penjara, Kuat 15 tahun penjara, dan Ricky 13 tahun penjara.
Keempatnya dinilai telah melanggar Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.
Khusus Sambo, ia juga dinilai terbukti terlibat obstruction of justice atau perintangan penyidikan terkait pengusutan kasus kematian Yosua.
Ia terbukti melanggar Pasal 49 UU ITE juncto Pasal 55 KUHP.
Keluarga Yosua berdoa dan berharap kepada majelis hakim untuk memberikan keringanan vonis terhadap Richard.
"Kalau untuk Bharada Richard Eliezer, kami berdoa dan memohon kepada majelis hakim berilah dia keringanan," kata kuasa hukum keluarga Yosua, Kamaruddin Simanjuntak usai menghadiri sidang vonis Ricky di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa.
Baca juga: Keluarga Brigadir J Doakan Bharada E supaya Diberi Keringanan Vonis
Kamaruddin juga berharap majelis hakim mempertimbangkan latar belakang Richard sebagai seorang anggota Brimob yang diajarkan patuh dan tidak mempertanyakan perintah pimpinan.
Dia mengatakan, hal itulah yang membedakan Richard dengan Ricky yang merupakan seorang polisi lalu lintas.
"Karena dia anak muda yang polos. Dia berasal dari resimen polisi kombatan atau paramiliter. Di mana di sana tidak diajarkan untuk melawan pimpinan atau melawan perintah pimpinan," ucap Kamaruddin.
"Berbeda dengan Ricky Rizal, dia itu penegak hukum, walaupun di lalu lintas. Dia sudah mengerti tentang hukum," imbuh Kamaruddin.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD tak luput manaruh dukungannya kepada Richard.
Mahfud berharap majelis hakim memvonis Richard lebih ringan dari tuntutan JPU.
Harapan tersebut berangkat dari peran Richard sebagai justice collaborator.
"Saya berharap dia turun dari 12 (tahun tuntutan). Karena begini, itu skenario awal kasus ini bahwa Eliezer menembak Yosua karena ditembak duluan, lalu terjadi tembak-menembak," kata Mahfud saat ditemui di Duren Sawit, Jakarta Timur, Senin (13/2/2023).
Baca juga: Mahfud Berharap Richard Eliezer Divonis Lebih Ringan dari Tuntutan, Singgung Peran Pembuka Kasus
Menurut Mahfud, skenario tembak-menembak sempat dipertahankan selama satu bulan.
Tujuan awalnya, ketika di persidangan, Richard bisa mengaku menembak karena ditembak duluan oleh Yosua.
Mahfud mengatakan, apabila skenario itu terjadi, Richard sesungguhnya bisa saja bebas dan kasus ini pun ditutup.
Namun, pada akhirnya, Richard justru dengan berani mengatakan bahwa tembak menembak adalah skenario Sambo.
"(Richard) berani membuka bahwa ini skenarionya Sambo bahwa ini pembunuhan, bukan tembak-menembak," ucap Mahfud.
"Saya berpikir kalau tidak ada Eliezer yang kemudian mengubah keterangannya menjadi keterangan yang benar, kasus ini akan tertutup akan menjadi seperti dark number, kasus yang gelap, tidak bisa dibuka," kata Mahfud.
Untuk itu, Mahfud berharap Richard mendapatkan keadilan.
Tetapi, ia juga menilai Richard tetap pantas dihukum.
"Oleh sebab itu, kita tunggu. Eliezer ini ya mudah-mudahan mendapat keadilan. Tentu menurut saya sih dihukum juga karena dia pelaku. Kan tetapi tanpa dia tak akan terbuka kasus ini," imbuh Mahfud.
(Penulis: Singgih Wiryono, Irfan Kamil, Nirmala Maulana Achmad | Editor: Diamanty Meiliana, Aryo Putranto Saptohutomo, Novianti Setuningsih)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.