Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

5 Alasan Ratusan Guru Besar-Dosen Maju Jadi "Amicus Curiae" untuk Richard Eliezer

Kompas.com - 09/02/2023, 12:28 WIB
Irfan Kamil,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sebanyak 122 cendikiawan yang terdiri dari guru besar dan dosen dari universitas terkemuka di Tanah Air yang tergabung dalam Aliansi Akademisi Indonesia menyampaikan lima alasan mendukung terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E.

Mereka menyatakan diri sebagai sahabat Pengadilan atau amicus curiae ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada Senin (6/2/2023). Salah satu pertimbangan para akademisi itu mendukung keadilan bagi Bharada E yakni lantaran ia merupakan seorang justice collaborator (JC).

Diketahui, Bharada E mendapatakan status JC dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) lantaran telah membongkar skenario pembunuhan yang dibuat oleh mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri, Ferdy Sambo untuk menutupi peristiwa pembunuhan terhadap Brigadir J.

“Pertama, Richard Eliezer adalah saksi pelaku atau justice collaborator, yang rela menanggung risiko demi terungkapnya kebenaran dan terbongkarnya kasus kejahatan kemanusiaan di ruang pengadilan, yang juga mencoreng nama baik Kepolisian Republik Indonesia,” ujar Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Prof. Dr. Sulistyowati Irianto dalam press release yang diterima Kompas.com, Rabu (8/2/2023).

Baca juga: Dukung Richard Eliezer, Ikatan Alumni FH Trisakti Ajukan Amicus Curiae ke PN Jakarta Selatan

“Tanpa kejujuran dan keberanian Eliezer, kasus ini akan tertutup rapat dari pengetahuan publik dan menjadi ‘dark number’,” kata perwakilan para akademisi itu.

Menurut Sulistyowati, LPSK telah merekomendasikan Eliezer sebagai justice collaborator, didasarkan pada terpenuhinya syarat-syarat sebagai saksi pelaku sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

Alasan kedua yakni, adanya relasi kuasa yang timpang antara Richard Eliezer dengan atasannya yakni, Ferdy Sambo yang kala itu berpangkat inspektur jenderal polisi bintang dua yang perintahnya sukar ditolak.

“Sang Jenderal, atasannya nampak sungguh tidak memiliki sikap kesatria, karena melampiaskan angkara murka, membunuh bawahannya sendiri, tetapi dengan menggunakan tangan bawahan yang lain, dan yang akhirnya berisiko dihukum berat,” papar Sulistyowati.

Baca juga: Sejumlah LSM Kirim Amicus Curiae ke Pengadilan, LPSK Merasa Lebih Pede Perjuangkan Vonis Ringan Eliezer

“Richard Eliezer sebagai seorang anggota Polri yang berpangkat Bharada, tentu harus mengikuti perintah atasannya, Sang Jenderal,” ucapnya melanjutkan.

Alasan ketiga menurut Sulistyowati yaitu “Eliezer adalah kita”, mendukung Bharada E untuk tidak dihukum berat atau lebih ringan daripada pelaku-pelaku lainnya akan berarti menyelamatkan anak muda berumur 24 tahun yang masa depannya masih panjang.

Selain itu, Bharada E merupakan tulang punggung keluarga dari kalangan masyarakat sederhana di Manado, Sulawesi Utara yang tidak berdaya sebagai Bharada berpangkat paling rendah dalam jajaran kepolisian.

“Mendukung Eliezer dengan mengutamakan prinsip kejujuran dan kebenaran untuk mengungkap kejahatan serius, juga berarti mengupayakan keadilan bagi korban Brigadir Yoshua Hutabarat dan keluarganya,” kata Sulistyowati.

Baca juga: LPSK: Kalau Tak Ada Richard, Sidang yang Kita Saksikan Semua Skenario Sambo

Alasan selanjutnya, kata dia, mendukung Eliezer bukan persoalan pribadi, tetapi memberi pembelajaran tentang pentingnya reformasi di tubuh institusi kepolisian yang perlu dilakukan segera agar tidak terjadi lagi kasus serupa di masa depan.

Sulistyowati berpandangan, kasus yang menimpa Eliezer menunjukkan terjadinya penyalahgunaan kekuasaan yang besar dari seorang jenderal sangat mungkin terjadi tanpa bisa dideteksi oleh sistem tatakelola.

Alasan terakhir, kata Guru Besar FH UI ini yakni, keberadaan Eliezer dalam kasus dugaan pembunuhan berencana ini juga memberi pembelajaran berharga bagi para mahasiswa hukum yang sedang belajar di fakultas hukum seluruh Indonesia.

Menurut dia, dari seorang justice collaborator seperti Eliezer masyarakat dapat melihat betapa seseorang berpangkat rendah bisa membongkar kasus besar di lembaga penegakan hukum terhormat, melalui skenario kebohongan yang mengecoh publik.

Baca juga: Kuasa Hukum Sebut Bakal Ada Kekacauan jika Richard Elizer Tak Membuka Kematian Brigadir J

Menurut para akademisi yang mendukung Richard Eliezer, kejujuran dan keberanian adalah kunci akses keadilan bagi semua pihak.

“Dengan kerendahan hati, kami berharap Yang Mulia Majelis Hakim dapat mempertimbangkan pendapat kami dan memastikan bahwa hukuman yang diberikan adalah yang paling adil, sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, serta peraturan perundangan lain yang terkait,” ucap Sulistyowati.

“Kami yakin bahwa keadilan yang diputuskan Majelis Hakim dalam kasus ini, akan memberikan dampak positif bagi masyarakat Indonesia secara umum,” tutur dia.

Dalam kasus ini, Richard Eliezer menjadi terdakwa bersama dengan Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal atau Bripka RR, dan Kuat Ma’ruf.

Berdasarkan surat tuntutan jaksa, kelimanya dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan terhadap Brigadir J yang direncanakan terlebih dahulu.

Mereka dinilai telah melanggar Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.

Eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo dituntut hukuman pidana penjara seumur hidup. Kuat Ma'ruf, Ricky Rizal, dan Putri Candrawathi dituntut pidana penjara delapan tahun.

Sementara itu, Richard Eliezer dituntut pidana penjara 12 tahun penjara oleh JPU.

Sebagaimana diketahui, pembunuhan itu dilatarbelakangi oleh pernyataan Putri Candrawathi yang mengaku telah dilecehkan oleh Brigadir J di rumah Ferdy Sambo di Magelang, Jawa Tengah, Kamis (7/7/2022).

Pengakuan yang belum diketahui kebenarannya itu lantas membuat eks polisi berpangkat inspektur jenderal (irjen) itu marah hingga menyusun strategi untuk membunuh Brigadir J.

Brigadir J tewas dieksekusi dengan cara ditembak 2-3 kali oleh Bharada E di rumah dinas Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Khofifah Tolak Tawaran jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com