Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ucapan Luhut soal OTT Dibahas Jokowi, Mahfud: Seakan-akan Pemerintah Nggak Mau OTT

Kompas.com - 06/02/2023, 17:56 WIB
Ardito Ramadhan,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengatakan, pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan soal operasi tangkap tangan (OTT) diperkirakan turut mempengaruhi turunnya indeks persepsi korupsi (IPK) di Indonesia.

Menurut Mahfud, pernyataan itu dapat menimbulkan persepsi di benak publik bahwa pemerintah tidak mau melakukan OTT terhadap pelaku korupsi.

"Memang tadi disampaikan di dalam rapat bahwa ini juga mempengaruhi turunnya indeks seakan-akan pemerintah itu enggak mau OTT, tetapi apakah itu betul apa tidak, itu nanti kita tunggu rapat berikutnya," kata Mahfud di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (6/2/2023).

Baca juga: Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Turun, Mahfud: Itu Bukan Fakta, melainkan Persepsi

Mahfud menuturkan, pada Senin siang ini Presiden Joko Widodo menggelar pertemuan intern bersama dirinya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabow, Jaksa Agung ST Burhanuddin, dan Ketua KPK Firli Bahuri untuk membahas turunnya IPK.

Ia mengatakan, pernyataan Luhut soal OTT menjadi topik pembicaraan dalam rapat tersebut karena ucapan itu dipersoalkan oleh lembaga-lembaga swadaya masyarakat.

Selain itu, pernyataan Luhut itu juga dilontarkan bertepatan dengan waktu dilaksanakannya survei sehingga berpengaruh terhadap IPK.

"Tadi dari hitung-hitungan Ketua KPK memang itu sangat berpengaruh sehingga agak anjlok dalam minggu-minggu saat itu dan pada saat itu sigi sedang berjalan," kata Mahfud.

Baca juga: Indeks Persepsi Korupsi Turun, Jokowi Rapat dengan Kapolri hingga Jaksa Agung

Akan tetapi, mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut enggan mengungkapkan tanggapan Jokowi terkait pernyataan Luhut.

"Kalau tanggapan presiden tentang pernyataan-pertanyaan pejabat seperti Pak Luhut dan yang lain-lain itu nanti biar presiden yang akan menyampaikan apakah itu tepat apa tidak," ujar Mahfud.

Ia menambahkan, dalam waktu dekat Jokowi juga akan kembali memanggilnya untuk memberikan arahan dalam merespons anjloknya IPK Indonesia.

"Nanti arahan khusus presiden itu mungkin 2 atau 3 hari ke depan untuk menyikapi ini secara lebih formil, melembaga dan bernegara. Yang jelas kita akan terus berperang melawan korupsi," kata Mahfud.

Baca juga: Luhut: Saya Ngomong soal OTT, Ada yang Marah-marah

Sebelumnya, Luhut sempat melontarkan pernyataan agar KPK tidak sering-sering melakukan OTT karena memberikan citra yang jelek bagi Indonesia.

Luhut justru mendorong digitalisasi di berbagai sektor guna mencegah terjadinya praktik korupsi yang dapat berujung pada OTT.

"Jadi KPK pun jangan pula sedikit sedikit tangkap tangkap, itu. Ya lihat-lihatlah, tetapi kalau digitalisasi ini sudah jalan, menurut saya, (koruptor) enggak akan bisa main-main," kata Luhut, 20 Desember 2022 lalu.

Adapun IPK atau corruption perception index (CPI) Indonesia tercatat turun 4 poin, dari 38 pada 2021 menjadi 34 pada tahun 2022.

Baca juga: Luhut Ajak Kepala Daerah Lawan OTT, KPK: Kami Tetap Lakukan Tangkap Tangan

Selain itu, ranking Indonesia juga turun 14 tingkat, dari 96 menjadi 110.

Skor 0 menunjukkan suatu negara korup, sedangkan skor 100 bersih dari korupsi.

Di antara negara-negara Asia Tenggara, skor CPI Indonesia tertinggal jauh dari Singapura yang mendapatkan skor 83 poin, Malaysia dengan 47 poin, Timor Leste dengan 42 poin, Vietnam dengan 42 poin, dan Thailand dengan 36 poin.

Indonesia hanya unggul dari FIlipina dengan skor CPI 34 poin, Laos dengan 31 poin, Kamboja 24 poin, dan Myanmar 23 poin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Nasional
Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Nasional
Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Nasional
Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Nasional
Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Nasional
Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Nasional
Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Nasional
Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com