JAKARTA, KOMPAS.com - Sistem proporsional tertutup dan isu penundaan pemilu terus digaungkan menjelang pesta demokrasi lima tahunan sekali.
Terbaru, Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto mengatakan bahwa sistem pemilu proporsional terbuka, pengganti sistem proporsional tertutup, berpotensi melanggengkan politik anggaran.
Menurut Hasto, banyak anggota legislatif yang justru memakai politik anggaran untuk kepentingan elektoral.
"Banyak kasus-kasus korupsi karena kepentingan elektoral, itu yang kemudian terjadi," kata Hasto di Sekolah Partai PDI-P, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Jumat (3/2/2023).
Baca juga: Soal Desakan Copot Kepala BRIN, PDI-P: Itu Akibat Proporsional Terbuka
Itulah sebabnya, menurut Hasto, PDI-P bersikeras mendorong sistem pemilu legislatif dikembalikan ke sistem proporsional tertutup.
Dua hari kemudian, Ketua Majelis Pemusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo (Bamsoet) berbicara soal isu penundaan Pemilu 2024.
Ia mengatakan, peluang terwujudnya penundaan pemilu bergantung pada sikap partai politik di DPR.
Bamsoet mengungkapkan, sebagai orang nomor satu di MPR, ia hanya memegang palu Sidang Istimewa.
“Ya sangat tergantung pada-parpol yang ada di parlemen ini, kalau saya kan cuma megang palu saja,” kata Bamsoet saat ditemui di kompleks DPR-MPR, Senayan, Jakarta Pusat, Minggu (5/2/2023).
Baca juga: Tikung DPR di Sidang MK, PDI-P Minta Mahkamah Kabulkan Permohonan Sistem Proporsional Tertutup
Namun demikian, kata Bamsoet, mekanisme terselenggaranya Sidang Istimewa tidak mudah.
Bamsoet enggan menjawab ketika ditanya apakah jika parpol-parpol di parlemen bersepakat memperpanjang masa jabatan maka penundaan pemilu akan terwujud.
“Ya tanya ketum parpolnya dong,” ujar Bamsoet.
Sebelumnya, pada 8 Desember 2022, Bamsoet kembali menyinggung wacana penundaan Pemilu 2024.
Politikus Partai Golkar ini meminta penyelenggaraan Pemilu 2024 mesti dipikirkan ulang.
Baca juga: Gerindra Klaim DPR Solid Dukung Sistem Proporsional Terbuka
Menurut Bamsoet, terdapat potensi yang perlu diwaspadai bangsa dan negara. Salah satunya, pemilu bisa membuat situasi politik nasional memanas.
"Tentu kita juga mesti menghitung kembali, karena kita tahu bahwa penyelenggaraan pemilu selalu berpotensi memanaskan suhu politik nasional, baik menjelang, selama, hingga pasca-penyelenggaraan pemilu," kata Bambang dalam tayangan Youtube Poltracking Indonesia, Kamis (8/12/2022).
Soal sistem pemilu proporsional terbuka atau tertutup, Hasto menyebut bahwa PDI-P menghormati perbedaan pandangan antarpartai.
Ia mengatakan, sah-sah saja apabila mayoritas partai politik bersikap mempertahankan sistem pemilu terbuka.
"Ya itu sah, satu hal yang biasa dilakukan oleh partai untuk melakukan komunikasi politik itu bagus, kalau untuk sistem pemilu, artinya ini menjadi dirkursus terbuka," kata Hasto.
Mahkamah Konstitusi (MK) telah menggelar sidang pleno perkara nomor 114/PUU-XX/2022 terkait uji materi UU Pemilu soal sistem pemilihan legislatif proporsional terbuka, pada Kamis (26/1/2023). Agenda sidang itu mendengarkan keterangan DPR, Presiden, dan pihak terkait KPU.
Dalam paparannya, DPR yang diwakili oleh Komisi III menilai bahwa sistem proporsional terbuka sudah menjadi sistem terbaik untuk diterapkan di Indonesia, bukan hanya untuk pemilih melainkan juga partai politik dan para calon legislatif (caleg).
Anggota Komisi III yang membacakan pandangan DPR, Supriansa, menilai bahwa penerapan sistem proporsional tertutup justru dapat merusak internal partai politik itu sendiri.
"Akan menimbulkan konflik antara para kader parpol di internal, khususnya dengan para ketua partai karena semua kader pastinya akan merasa patut dan layak dipilih untuk memiliki kursi anggota DPR RI, DPRD provinsi, maupun DPRD kabupaten/kota," kata Supriansa.
"DPR RI berpandangan tidak benar jika peran partai politik menjadi terdistorsi (oleh sistem proporsional terbuka) sebagaimana didalilkan para pemohon," ujarnya lagi.
Baca juga: Sidang MK soal Sistem Proporsional Tertutup, DPR Anggap Pemohon Tak Punya Legal Standing
DPR menganggap bahwa partai politik telah diberikan peran yang cukup vital, meskipun dalam sistem proporsional terbuka pemilih dapat mencoblos nama caleg dan caleg yang berhak duduk di kursi dewan adalah mereka yang memperoleh suara terbanyak, bukan atas instruksi partai politik.
Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla juga sempat angkat bicara soal polemik sistem pemilu proporsional tertutup.
Menurut JK, sapaan akrabnya, sistem pemilu yang saat ini menerapkan proporsional terbuka sudah benar.
"Jadi (sistem proporsional terbuka) sudah benar itu terbuka, tapi memang harus dihindari soal negatifnya," ujar JK di kawasan Mampang Prapatan, Jakarta, Senin (9/1/2023).
Namun, JK mengibaratkan sisi negatif dari sistem proporsional terbuka itu seperti 'jeruk makan jeruk'.
"Tapi, kemudian timbul negatifnya yang terbuka itu, 'jeruk makan jeruk'," kata JK.
Baca juga: Sidang MK, DPR: Sistem Proporsional Tertutup Bikin Perpecahan Parpol karena Rebutan Izin Ketum
JK bahkan mengklaim dirinya yang mengusulkan sistem pemilu dilakukan dengan proporsional terbuka.
"Dulu kan tertutup ya. Pertama kali yang mengusulkan terbuka saya. Supaya orang mengetahui orang yang dia pilih," kata JK.
Dengan sistem proporsional terbuka, kata JK, calon anggota legislatif berkampanye sendiri.
"Kalau tertutup, itu cenderung calon tidak perlu berkampanye. Partainya yang berkampanye, jadi segala macam kegiatan dan ongkos oleh partai," ujar JK.
Polemik sistem proporsional tertutup itu juga sempat membuat delapan parpol menyatukan suara. Mereka menolak sistem tertutup.
Kedelapan Parpol itu adalah Partai Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, Demokrat PKS, PAN dan PPP.
Baca juga: Sekjen PDI-P Sebut Proporsional Tertutup Banyak Korupsi, Netgrit: Kembali Lagi ke Parpolnya...
Wakil Ketua MPR Arsul Sani tidak memungkiri bahwa masih ada sejumlah pihak yang terus menggaungkan isu penundaan Pemilu 2024.
"Yang saya pahami, sebagaimana juga informasi yang saya dapatkan bahwa di tengah masyarakat juga ada ikhtiar dari kelompok tertentu yang masih mengusung, mengupayakan penundaan pemilu," kata Arsul saat ditemui di Kantor DPP PPP, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu kemarin.
Namun, Arsul mengklaim, partai-partai politik sejauh ini tidak ada yang membahas terkait penundaan Pemilu 2024.
Arsul mengatakan, parpol-parpol masih berpikir bahwa Pemilu 2024 sesuai jadwal.
"Kalau kita bicara dalam konteks partai-partai politik, sedang ada atau akan ada pembicaraan tentang penundaan pemilu itu tidak sejauh ini, itu yang ada di kami. Artinya, partai-partai politik sejauh ini masih bekerja pada asumsi bahwa pemilu itu on schedule," kata Wakil Ketua Umum PPP itu.
"Bahwa pemilu itu on schedule, akan berlangsung pada 14 Februari 2024," ucap Arsul.
Baca juga: Arsul Sani: Sejauh Ini, Parpol Tak Ada yang Bicara Penundaan Pemilu 2024
Peneliti senior Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) atau Jaringan Demokrasi dan Pemilu Berintegritas, Hadar Nafis Gumay menilai tidak etis jika sejumlah pihak terus menggaungkan polemik sistem proporsional tertutup dan isu penundaan pemilu.
Terlebih, kata Hadar, Pemilu 2024 tinggal sebentar lagi.
"(Tahapan) pemilu sudah berjalan. Tinggal satu tahun lagi, sekarang masa pencalonan. Jadi tidak sesuai dengan etika berpemilu atau good governance," ujar Hadar saat dihubungi, Minggu.
Hadar juga menilai bahwa MK tidak bisa mengubah aturan dari sistem proporsional terbuka ke tertutup di tengah jalan.
"Kita tidak bisa mengubah di tengah, sekalipun bisa diubah melalui MK. MK seharusnya menjaga ini. Kalau ubah, ubahlah nanti," ucap eks komisioner KPU itu.
Baca juga: Anggota Komisi III DPR Sebut Tak Bisa Larang Siapa Pun Bicara soal Penundaan Pemilu
Hadar juga menegaskan bahwa Pemilu 2024 harus tetap digelar, sebagaimana amanat konstitusi.
"Terang-terang di konstitusi, pemilu 5 tahun sekali. Jangan kita melanggar konstitusi," kata Hadar.
Hadar meminta kepada semua pihak agar melancarkan proses Pemilu 2024. Ia menyoroti sejumlah pihak di parpol yang terus menggaungkan isu penundaan pemilu.
"(Jangan menggaungkan isu penundaan pemilu), apalagi dengan mengatasnamakan kekuatan parpol tertentu, apalagi pemerintah," ujar Hadar.
"Penyelenggara juga tidak boleh bermain-bermain, agar pemilu demokratis," katanya lagi.
Baca juga: Memajukan Demokrasi dan Konsistensi Sistem Proporsional Terbuka
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.