JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang dibentuk untuk mengusut berubahnya substansi putusan MK pada perkara dalam perkara 103/PUU-XX/2022 tentang uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang MK, belum memulai kerjanya.
Anggota MKMK I Dewa Gede Palguna mengatakan, MKMK masih menunggu adanya Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) yang mengatur keberadaan MKMK.
"Masalahnya kan tidak rumit. Hanya saja, kami tidak boleh bekerja sembarangan tanpa mengindahkan aturan, itu saja," kata Palguna kepada Kompas.com, Jumat (3/2/2023).
Baca juga: Substansi Putusan MK Berubah, 9 Hakim dan 2 Panitera Dilaporkan ke Polisi
Ia menjelaskan, MKMK sesungguhnya dibentuk bukan karena mencuatnya kasus ini, tetapi juga merupakan amanat dari Undang-Undang Mahkamah Konstitusi yang baru.
Namun demikian, Palguna mengingatkan bahwa MKMK harus memiliki hukum acara sebagai bekal mereka bekerja.
Persoalannya, kata Palguna, hukum acara yang lama, yakni PMK Nomor 2 Tahun 2014, sudah tidak dapat digunakan akibat perubahan Undang-Undang Mahkamah Konstitusi.
Oleh karena itu, MKMK kini menunggu adanya PMK baru yang menurut Palguna sudah ditandatangani dan segera berlaku.
"Semalam kami mendengar berita draf PMK yang baru sudah diparaf oleh para hakim konstitusi. Dengan demikian, semoga tidak ada hambatan teknis lagi," kata Palguna.
Baca juga: MK Bentuk Majelis Kehormatan Usut Perubahan Substansi Perkara Hakim Aswanto
Ia menyebutkan, setelah PMK tersebut berlaku, MKMK akan langsung bekerja dengan melayangkan suara panggilan kepada pihak-pihak terkait kasus ini untuk dimintai keterangan.
"Senin (pekan depan) itu baru mulai akan melayangkan surat. Prosedur baku (dan patut) yang berlaku adalah panggilan harus sudah dilakukan paling lambat tiga hari sebelumnya," kata Palguna.
Seperti diketahui, MK telah sepakat membentuk MKMK untuk mengusut adanya perubahan substansi putusan MK.
MKMK ini beranggotakan terdiri dari hakim aktif, tokoh masyarakat, dan akademisi.
Hakim MK Enny Nurbaningsih menjadi anggota MKMK unsur hakim aktif, Palguna sebagai unsur tokoh masyarakat, serta anggota Dewan Etik MK Sudjito menjadi bagian dari unsur akademisi.
Adapun perubahan putusan yang dimaksud ditemukan oleh advokat Zico Leonard Diagardo Simanjuntak selaku pemohon pada perkara nomor 103, mendapati adanya perbedaan antara frasa yang dibacakan hakim konstitusi Saldi Isra dalam sidang berbeda dengan risalah sidang yang diterimanya, yakni dari "dengan demikian, ..." menjadi "ke depan, ...".
Baca juga: Substansi Putusan MK Berubah, Pakar Sebut Versi Pembacaan Hakim di Sidang yang Berlaku
"Pada saat dibacakan itu hakim konstitusi Saldi Isra ngomongnya, 'dengan demikian hakim konstitusi hanya bisa diganti jika sesuai dengan ketentuan pasal 23 UU MK'," ujar Zico, Jumat (27/1/2023) pekan lalu.