JAKARTA, KOMPAS.com - Sembilan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dan dua orang panitera MK dilaporkan ke Polda Metro Jaya atas dugaan pemalsuan surat terkait perubahan substansi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam perkara 103/PUU-XX/2022 tentang uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang MK.
Laporan ini dilayangkan oleh advokat Zico Leonard Digardo Simanjuntak selaku pemohon dalam perkara nomor 103 tersebut.
"(Yang dilaporkan) panitera dan semua hakim MK karena kita tidak tahu siapa yang melakukan, jadi saya karena membuat laporan itu harus ada tujuan yang dilaporkan dengan jelas ya saya laporkan semuanya," kata Zico kepada Kompas.com, Kamis (2/2/2023).
Baca juga: Dugaan Perubahan Subtansi Putusan MK Akan Dilaporkan ke Polisi
Zico menduga, perubahan isi putusan itu dilakukan oleh oknum di tingkat kepaniteraan atau kesekjenan karena penyusunan risalah sidang merupakan tanggung jawab panitera sidang dan publikasinya menjadi ranah pihak kesejeknan MK.
Namun, ia meyakini perbuatan itu tidak dilakukan sendiri oleh oknum tersebut tanpa perintah dari orang dengan kedudukan yang lebih tinggi.
"Tidak ada seorang pun mau melakukan pidana jika itu tidak menguntungkan dirinya, untuk apa level kepaniteraan melakukan itu jika enggak ada untungnya buat dia," kata Zico.
Akan tetapi, ia tidak mau berandai-andai mengenai siapa sosok yang memerintahkan panitera untuk mengutak-atik isi putusan tersebut.
"Nanti kan investigasi polisi akan menunjukkan siapa yang melakukan dan siapa yang memerintahkan," kata Zico.
Di sisi lain, Zico menyebutkan bahwa ia melaporkan kasus ini secara pidana agar perubahan substansi tersebut dapat diungkap secara terang benderang.
Baca juga: Substansi Putusan MK Berubah, Pakar Sebut Versi Pembacaan Hakim di Sidang yang Berlaku
Menurut dia, pengusutan secara etik yang dilakukan oleh MK dengan membentuk Majelis Kehormatan MK (MKMK) tidak cukup untuk menguak kasus ini.
Sebab, MKMK hanya berwenang untuk mengusut dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh hakim konstitusi.
Selain itu, proses etik juga dianggap tidak memberikan efek jera karena sanksi maksimum yang dijatuhkan kepada pelanggar hanyalah pemecatan dari MK.
Ia khawatir, dalam proses etik itu ada pihak-pihak yang sengaja diminta pasang badan untuk menutupi pelaku sebenarnya.
"Kalau pidana kan nanti kepaniteraan kesekjenan diperiksa, atau melakukan ketahuan, hingga kira-kira nanti dia akan membeberkan siapa yang menyuruh dia, harapannya sperti itu," ujar Zico.
Adapun perubahan susbtansi putusan ini ditemukan Zico saat mendapati adanya perbedaan antara frasa yang dibacakan hakim konstitusi Saldi Isra dalam sidang berbeda dengan risalah sidang yang diterimanya, yakni dari "dengan demikian, ..." menjadi "ke depan, ...".