Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hanif Sofyan
Wiraswasta

Pegiat literasi di walkingbook.org

Mengkritisi "Juvenile Delequency", Jangan Ciptakan Monster Anak Baru

Kompas.com - 01/02/2023, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Padahal, ada istilah yang dikenal sebagai juvenile delequency, biasanya secara mudah diterjemahkan sebagai “kenakalan remaja”. Tapi sebenarnya terminologi “remaja” sepertinya tidak dipakai dalam hukum positif kita.

Konsep juvenile delequency kemudian dialihbahasakan menjadi “kenakalan anak”, lebih rendah dari kuantitas umur dan kualitas mentalnya.

Inilah yang kemudian menjadi pemicu polemik. Apalagi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 memakai istilah “anak yang berkonflik dengan hukum”, yaitu anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.

Jadi, umur 12 tahun sampai dengan 18 tahun inilah yang sebenarnya masuk dalam kategori remaja (juvenile), bukan lagi kanak-kanak.

Jika dilihat dari rentang umur tersebut, maka Anak yang berkonflik dengan hukum tersebut sudah bisa melakukan tindak pidana umum serius, seperti pembunuhan, pemerkosaan, penganiayaan, dan penipuan.

Nah, apakah terhadap anak atau remaja dengan jenis kejahatan, pemerkosaan dan pembunuhan layak mendapakan perlakuan khusus seperti diversi? Dan berhak mendapat sanksi yang lebih ringan?

Bagaimana jika pelakunya berusia di bawah 18 tahun, namun telah menikah? Bukankah statusnya juga telah berubah bukan lagi berpredikat sebagai anak-anak.

Karena untuk berstatus kawin, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan saja telah menetapkan batas usia terendah 16 tahun untuk perempuan dan 19 tahun untuk laki-laki, meskipun bisa lebih rendah, karena masyarakat kita seringkali juga melanggarnya.

Asumsi dari dikawinkannya anak berusia di bawah 18 tahun itu, karena mereka dianggap sudah mampu melakukan tugas dan peran sebagaimana layaknya orang dewasa. Salah satunya adalah bereproduksi.

Oleh sebab itu, tindak pidana yang tergolong serius dilakukan oleh anak atau remaja dalam –konteks hukum seperti pemerkosaan dan pembunuhan berencana, seharusnya tidak layak diberikan diversi.

Perbuatan-perbuatan demikian bukan lagi disebut “kenakalan anak”. Bentuk kenakalan anak yang masih bisa ditoleransi oleh masyarakat, bukan jenis kejahatan yang meresahkan seperti pemerkosaan dan pembunuhan berencana.

Dengan melihat semakin banyaknya jenis kejahatan yang serius dan meresahkan yang dilakukan oleh anak di bawah 18 tahun, tampaknya praktik sistem peradilan pidana anak perlu ditinjau kembali.

Tidak hanya berdasar pada ukuran semata-mata batasan usia. Terutama berkaitan dengan keputusan untuk memberikan perlakuan khusus seperti diversi, keringanan, dan pengurangan hukuman.

Kita bisa memulai untuk mendiskusikan kemungkinannya dari ketentuan Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak, sebagai acuannya.

Diversi dilaksanakan dalam hal tindak pidana yang dilakukan, pertama, jika ancaman pidananya penjara di bawah 7 tahun, dan kedua, bukan merupakan pengulangan tindak pidana.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Akan Resmikan Bendungan dan Panen Jagung di NTB Hari ini

Jokowi Akan Resmikan Bendungan dan Panen Jagung di NTB Hari ini

Nasional
Meski Isyaratkan Merapat ke KIM, Cak Imin Tetap Ingin Mendebat Prabowo soal 'Food Estate'

Meski Isyaratkan Merapat ke KIM, Cak Imin Tetap Ingin Mendebat Prabowo soal "Food Estate"

Nasional
Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Nasional
Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Nasional
Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Nasional
Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Nasional
Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Nasional
PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

Nasional
PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

Nasional
Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Nasional
Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Nasional
Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Nasional
Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang 'Hoaks'

Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang "Hoaks"

Nasional
Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok 'Kepedasan' di Level 2

Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok "Kepedasan" di Level 2

Nasional
Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com