Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

[POPULER NASIONAL] Anggaran Kemiskinan Banyak Dipakai untuk Rapat Kementerian di Hotel | PDI-P Tetap Ngotot Dorong Pemilu Tertutup

Kompas.com - 29/01/2023, 07:46 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara-Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Abdullah Azwar Anas menyebutkan anggaran penanganan kemiskinan yang hampir mencapai Rp 500 triliun justru tak terserap ke rakyat miskin.

Anggaran itu, kata dia, justru digunakan untuk berbagai kegiatan kementerian/lembaga yang tidak sejalan dengan tujuan program penanganan kemiskinan, antara lain studi banding dan rapat di hotel.

Azwar menyatakan dia sudah melaporkan hal itu kepada Presiden Joko Widodo.

Baca juga: Wapres Optimistis Target Angka Kemiskinan Ekstrem Nol Persen Dapat Tercapai

1. Menpan-RB Sebut Anggaran Kemiskinan Rp 500 Triliun Terserap untuk Rapat dan Studi Banding di Hotel

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara-Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Abdullah Azwar Anas mengaku miris karena mengetahui anggaran penanganan kemiskinan yang jumlahnya hampir mencapai Rp 500 triliun justru banyak tak terserap ke rakyat miskin.

Menurut dia, anggaran itu justru digunakan untuk berbagai kegiatan kementerian/lembaga yang tidak sejalan dengan tujuan program penanganan kemiskinan, antara lain studi banding dan rapat di hotel.

"Jangan sampai seperti kemarin saya sudah lapor ke Pak Presiden, hampir Rp 500 triliun anggaran kita untuk anggaran kemiskinan yang tersebar di kementerian/lembaga, tetapi ini tidak in line dengan target prioritas bapak presiden. Karena kementerian/lembaga sibuk dengan urusan masing-masing," kata Azwar dalam Sosialisasi Permen PAN-RB No. 1/2023 tentang Jabatan Fungsional di Jakarta, Jumat (27/1/2023), dikutip tayangan Youtube Kementerian PAN-RB.

Azwar mengingatkan pentingnya kementerian/lembaga menggunakan anggaran kemiskinan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin.

Baca juga: Entaskan Kemiskinan Lewat Pendidikan, Pemprov Jateng Bakal Bangun Unit Sekolah Baru

Sehingga, ia mewanti-wanti agar anggaran tersebut tidak habis digunakan hanya untuk keperluan perjalanan dinas.

"Saudara sekalian, kalau tidak, ke depan ini akan berulang terus, programnya kemiskinan, tapi banyak terserap di studi banding kemiskinan," jelasnya.

"Ya, banyak rapat-rapat tentang kemiskinan, ini saya ulangi lagi menirukan bapak presiden, banyak untuk program-program yang terkait dengan studi-studi dokumentasi tentang kemiskinan sehingga dampaknya kurang," tambah dia.

Mengatasi hal itu berulang, Azwar mengaku Kementerian PAN-RB sudah membuat program pertemuan atau seminar dengan metode online.

Jadwal pertemuan atau konsultasi itu pun, jelasnya, sudah diinformasikan kepada para pejabat fungsional daerah.

Baca juga: Menko Airlangga: Jumlah Pengangguran dan Kemiskinan Turun Selama Penanganan Pandemi Covid-19 pada 2022

"Teman-teman daerah tidak habis audiensi ke Jakarta, datang ke Kemenpan-RB bikin seminar. Kami sudah buka layanan seperti ini, kalau hari Selasa ada hari SDM aparatur, silakan telepon PIC-nya ini, ikut Zoom, setiap hari Selasa," ujar Azwar.

Azwar mengaku tak mau mendengar lagi laporan anggaran kemiskinan habis digunakan untuk kepentingan kementerian lembaga yang tak perlu.

Apalagi, lanjut Azwar, ada kementerian/lembaga yang menggelar pertemuan atau konsultasi menggunakan konsultan.

Hal itu dinilai justru menghabiskan anggaran yang semestinya digunakan untuk pengentasan kemiskinan.

"Saya tidak ingin lagi dengar Reformasi Birokrasi-nya orang ingin A, melakukan pertemuan konsultasi pakai konsultan. Lah, ini ingin A kok pakai konsultan, berarti urusannya kertas dong. RB ke depan harus berdampak, nilai RB naik, dampaknya terukur," harap politisi PDI-P ini.

Baca juga: BPS Sebut 7.930 Warga Kulon Progo Keluar dari Kemiskinan

Sebelumnya, Azwar pernah mengungkapkan anggaran penanganan kemiskinan oleh pemerintah mencapai hampir Rp 500 triliun.

Namun, kata Azwar, dengan anggaran sebesar itu kemiskinan hanya turun 0,6 persen.

Pernyataan ini Azwar dikemukakan saat memaparkan materinya dalam acara Peluncuran Hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) tahun 2022 di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Anggaran hampir Rp 500 triliun penanganan kemiskinan, tapi hanya mampu menurunkan kemiskinan 0,6 persen,” kata Azwar di KPK, Rabu (14/12/2022).

Baca juga: Angka Kemiskinan Turun 1,45 Persen, Bupati Kebumen: Kita Masih Termiskin di Jateng

Azwar menuturkan, Kemenpan-RB telah memutuskan reformasi birokrasi tematik. Salah satunya adalah reformasi birokrasi penanganan kemiskinan.

Dengan demikian, kata dia, jika reformasi birokrasi di suatu kementerian/lembaga benar, program menurunkan kemiskinan yang menjadi prioritas Presiden Joko Widodo dampaknya akan terukur.

2. Ngotot Dorong Sistem Pemilu Tertutup, PDI-P: Banyak Pemimpin Lahir dari Rakyat Biasa

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) bersikukuh mendorong sistem pemilu proporsional tertutup, meskipun delapan partai politik menolaknya.

Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto menilai, sistem itu mampu melahirkan sejumlah tokoh politik PDI-P yang berasal dari kalangan rakyat biasa.

"Kami sampaikan bahwa dengan proporsional tertutup, terbukti PDI-P mampu melahirkan banyak pemimpin yg berasal dari kalangan rakyat biasa. Bambang Pacul, Pramono Anung, Tjahjo Kumolo, Ganjar, semua lahir dari proporsional tertutup," kata Hasto ditemui di Kantor DPC PDI-P Kota Bandung, Jumat (27/1/2023).

Kendati demikian, Hasto menyatakan bahwa partainya menghormati perbedaan pandangan soal sistem pemilu.

Baca juga: Tikung DPR di Sidang MK, PDI-P Minta Mahkamah Kabulkan Permohonan Sistem Proporsional Tertutup

Diketahui, delapan partai politik lainnya di parlemen memiliki pandangan berbeda dengan PDI-P. Mereka ngotot mempertahankan sistem pemilu proporsional terbuka.

"Ya, bagi PDI Perjuangan, sistem proporsional tertutup kan disertai dengan kesadaran untuk meningkatkan kualitas dan kapasitas kepemimpinan dari seluruh angggota Dewan agar menjalankan fungsi legislasi, anggaran, pengawasan dan representasi serta desain bagi masa depan," ujar dia.

Hasto menambahkan, PDI-P mendorong sistem pemilu proporsional tertutup agar partai politik betul-betul mempersiapkan dengan baik calon legislatif melalui kaderisasi.

Ia tak ingin, lewat sistem terbuka akan lahir tokoh caleg yang terpilih oleh rakyat berdasarkan popularitas atau mobilisasi kekuasaan kapital.

Baca juga: Sidang MK soal Sistem Proporsional Tertutup, DPR Anggap Pemohon Tak Punya Legal Standing

"Di dalam proporsional terbuka yang sering terjadi adalah melekat unsur nepotisme, melekat unsur mobilisasi kekayaaan untuk mendapatkan pencitraan bagi dukungan bagi pemilih," nilai Hasto.

Sebagai informasi, bergulirnya isu sistem proporsional tertutup untuk diterapkan pada Pemilu 2024 bermula dari langkah enam orang yang mengajukan gugatan uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ke MK.

Gugatan ini telah teregistrasi di MK dengan nomor perkara 114/PUU-XX/2022.

Para pemohon mengajukan gugatan atas Pasal 168 ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 2017.

Baca juga: Sidang MK, DPR: Sistem Proporsional Tertutup Bikin Perpecahan Parpol karena Rebutan Izin Ketum

Dalam pasal itu diatur bahwa pemilihan anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com