Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sidang MK, DPR: Sistem Proporsional Tertutup Bikin Perpecahan Parpol karena Rebutan Izin Ketum

Kompas.com - 26/01/2023, 12:18 WIB
Vitorio Mantalean,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi menggelar sidang pleno perkara nomor 114/PUU-XX/2022 terkait uji materi UU Pemilu soal sistem pemilihan legislatif proporsional terbuka, Kamis (26/1/2023), dengan agenda mendengarkan keterangan DPR, Presiden, dan pihak terkait KPU.

Dalam paparannya, DPR yang diwakili oleh Komisi III menilai bahwa sistem proporsional terbuka sudah menjadi sistem terbaik untuk diterapkan di Indonesia, bukan hanya untuk pemilih melainkan juga partai politik dan para calon legislatif (caleg).

Baca juga: Sekjen PKB Akui Pernah Tergoda Dukung Sistem Proporsional Tertutup

Anggota Komisi III yang membacakan pandangan DPR, Supriansa, menilai bahwa penerapan sistem proporsional tertutup, di mana caleg yang berhak duduk di lembaga legislatif dipilihkan oleh partai politik, justru dapat merusak internal partai politik itu sendiri.

"Akan menimbulkan konflik antara para kader parpol di internal, khususnya dengan para ketua partai karena semua kader pastinya akan merasa patut dan layak dipilih untuk memiliki kursi anggota DPR RI, DPRD provinsi, maupun DPRD kabupaten/kota," ungkap kader Partai Golkar itu di hadapan sidang.

"DPR RI berpandangan tidak benar jika peran partai politik menjadi terdistorsi (oleh sistem proporsional terbuka) sebagaimana didalilkan para pemohon," kata dia.

DPR menganggap bahwa partai politik telah diberikan peran yang cukup vital, meskipun dalam sistem proporsional terbuka pemilih dapat mencoblos nama caleg dan caleg yang berhak duduk di kursi dewan adalah mereka yang memperoleh suara terbanyak, bukan atas instruksi partai politik.

"Berdasarkan Pasal 241 UU Pemilu, partai politik peserta pemilu melakukan seleksi bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan kabupaten/kota secara demokratis dan terbuka sesuai AD/ART dan/atau penentuan internal. Berdasarkan pasal a quo, jelas sekali partai politik diberikan wewenang penuh oleh undang-undang," jelas Supriansa.

Baca juga: Para Penentang Sistem Proporsional Tertutup Mulai Daftarkan Diri sebagai Pihak Terkait ke MK

Ia menambahkan, kembalinya sistem proporsional tertutup mana pemilihannya mencoblos partai politik justru membawa kemunduran demokrasi.

Apalagi, MK sudah pernah menerbitkan putusan nomor 22-24/PUU-XX/2008 yang menguatkan penerapan sistem proporsional terbuka.

DPR mempertanyakan dalil para pemohon dalam perkara ini yang menginginkan kembalinya sistem proporsional tertutup padahal hal ini justru dapat mereduksi partisipasi dan derajat keterwakilan warga negara di parlemen.

"Dalam konteks sistem pemilu di Indonesia, tidak ada jaminan masalah-masalah yang dikemukakan para pemohon akan mengecil dengan diterapkannya sistem proporsional tertutup," tambah Supriansa.

Namun demikian, pandangan DPR RI ini tidak mewakili fraksi PDI-P yang diberikan kesempatan oleh majelis hakim untuk menyampaikan pandangannya sendiri dalam sidang pleno.

Baca juga: Dukung Proporsional Tertutup, PBB Ajukan Jadi Pihak Terkait ke MK

Sejak awal, PDI-P menjadi satu-satunya partai politik di parlemen yang secara terbuka setuju dengan usul kembalinya sistem proporsional tertutup, vis a vis dengan 8 partai politik parlemen lain yang secara terang-terangan menolak.

Hingga artikel ini disusun, fraksi PDI-P diwakili oleh anggota Komisi III Arteria Dahlan masih membacakan pandangan fraksi partai politik dengan jumlah kursi terbanyak di Senayan itu di hadapan sidang.

Berkebalikan dengan pandangan DPR, Arteria menyampaikan, penerapan sistem proporsional terbuka justru tidak berpihak pada penguatan partai politik yang menurutnya menjadi salah satu unsur penting dalam kehidupan berdemokrasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah Sejak 1999

CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah Sejak 1999

Nasional
PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

Nasional
Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Nasional
Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Nasional
Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Nasional
Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam Atas Inisiatif Prabowo

Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam Atas Inisiatif Prabowo

Nasional
Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Nasional
Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Nasional
CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

Nasional
Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Nasional
Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Nasional
Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Nasional
Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Nasional
Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com