JAKARTA, KOMPAS.com - Kuasa Hukum Ferdy Sambo, Arman Hanis mengatakan, kliennya tidak akan menjawab isu terkait "gerakan bawah tanah" yang disebut hendak mempengaruhi vonis Ferdy Sambo dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J.
Dia juga menyebut, isu gerilya untuk mempengaruhi vonis itu mungkin tidak diketahui kliennya.
"Perlu saya sampaikan klien saya saat ini hanya fokus terhadap perkara yang dihadapinya dan tidak akan menanggapi hal-hal yang tidak diketahuinya," ujar Arman saat dihubungi melalui pesan singkat, Sabtu (21/1/2023).
Baca juga: Prihatin Kasus Ferdy Sambo, Eks Wakapolri Oegroseno: Kalau Anak Buah Salah Jangan Dibunuh
Arman juga memastikan, gerakan bawah tanah yang dimaksud Menkopolkam Mahfud MD hendak mempengaruhi vonis Sambo bukan berasal dari kliennya.
Sebelumnya, Mahfud MD menyebutkan, dari informasi yang dia terima, terdapat seorang perwira tinggi diduga melakukan "gerakan bawah tanah" buat memengaruhi vonis terhadap terdakwa dugaan pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J), Ferdy Sambo.
"Ada yang bilang soal seorang brigjen mendekati A dan B, brigjen-nya siapa? Sebut ke saya, nanti saya punya mayjen. Banyak kok. Kalau Anda punya mayjen yang mau menekan pengadilan atau kejaksaan, di sini saya punya letjen," kata Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (19/1/2023).
Menurut Mahfud, selain mencoba memengaruhi vonis, dalam "gerakan bawah tanah" itu ada juga upaya melobi supaya Sambo dibebaskan.
"Saya sudah mendengar ada gerakan-gerakan yang minta, memesan, putusan Sambo itu dengan huruf, ada juga yang meminta dengan angka," ujar Mahfud.
"Ada yang bergerilya, ada yang ingin Sambo dibebaskan, ada yang ingin Sambo dihukum, kan begitu. Tapi kita bisa amankan itu, di kejaksaan, saya pastikan kejaksaan independen," kata dia.
Baca juga: Jaksa Dinilai Tak Pertimbangkan Tekanan Psikologis Bharada E Atas Perintah Ferdy Sambo di Tuntutan
Adapun jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan telah menuntut Ferdy Sambo dengan pidana penjara seumur hidup dalam perkara itu pada Selasa (17/1/2023).
Sementara itu, terdakwa lainnya, yakni Richard Eliezer dituntut selama 12 tahun penjara dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada Rabu (18/1/2023).
Richard dinilai jaksa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan pembunuhan berencana terhadap Yosua.
Kemudian, Kuat Ma'ruf, Bripka Ricky Rizal, dan istri Ferdy sambo yakni Putri Candrawathi dituntut penjara masing-masing selama 8 tahun.
Jaksa menganggap kelima terdakwa terbukti melanggar dakwaan primer yakni Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang pembunuhan berencana.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.