Ketiga, kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat undang-undang secara prosedur biasa, karena akan memerlukan waktu cukup lama, sedangkan keadaan mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan.
Kriteria yang ditetapkan Mahkamah Konsitusi sesungguhnya kondisi obyektifnya sudah terpenuhi di saat Presiden menetapkan Perpu Cipta Kerja.
Hal yang juga menjadi isu adalah, terkait dengan meaningful participation. Bagi negara demokrasi, menyerap aspirasi publik tentu sangat penting.
Saat Indonesia memiliki populasi lebih dari 270 juta jiwa, maka aspirasi publik inipun, tentu harus dilakukan secara logis dan proporsional.
Agar hal ini dipahami, maka penting bagi kita untuk menelaah Putusan Mahkamah Konstitusi No. 91/PUU-XVIII/2020, di mana Mahkamah mengartikan meaningful participation dengan kriteria pertama, hak masyarakat untuk didengarkan pendapatnya.
Kedua, hak masyarakat untuk dipertimbangkan pendapatnya. Dan ketiga, hak masyarakat untuk mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan.
Sebelumnya Pemerintah dan DPR juga telah mengeluarkan UU No. 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang mengakui model omnibus law.
Langkah ini sebagai bentuk ketaatan Pemerintah dan Parlemen atas Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 itu.
Revisi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU PPP), juga merupakan langkah progresif untuk mengatasi obesitas dan tumpang tindih regulasi.
Dilansir dari www.dpr.go.id, pada 2022 di negeri ini ada setidaknya 42.996 regulasi, dengan rincian, peraturan pusat sebanyak 8.414, peraturan menteri 14.453, peraturan lembaga pemerintah nonkementerian 4.164, dan peraturan daerah 15.965 regulasi.
Data ini menunjukan bahwa obesitas tertinggi ada pada peraturan daerah dan peraturan menteri. Fakta ini mengharuskan kita mengubah secara progresif metode pembentukan hukum itu sendiri yang berbasis pada UU PPP.
Perlu dipahami, bahwa metode omnibus law diperlukan bukan hanya dalam pembentukan UU, tetapi juga peraturan pelaksana di bawahnya termasuk peraturan menteri dan peraturan daerah yang jumlahnya spektakuler itu.
Langkah yang dilakukan Pemerintah Presiden Joko Widodo pascapengundangan UU Cipta Kerja, adalah justru melakukan revisi berbagai regulasi di bawahnya dengan metode yang sama.
Perpu Cipta Kerja adalah langkah konkret Pemerintah dalam menindaklanjuti putusan uji formil Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII Tahun 2020 sesuai dengan kondisi nasional dan global saat ini. Perpu Cipta Kerja adalah langkah cepat pemberi kepastian hukum.
Di negara mana pun jalannya roda investasi dan berlangsungnya perekonomian, akan sangat tergantung pada kepastian hukum. Pelaku ekonomi akan nemilih negara yang berkepastian hukum itu.