Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hasanuddin Wahid
Sekjen PKB

Sekjen Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Anggota Komisi X DPR-RI.

Memajukan Demokrasi dan Konsistensi Sistem Proporsional Terbuka

Kompas.com - 19/01/2023, 14:19 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

BELAKANGAN ini, topik mengenai sistem proporsional terbuka atau tertutup untuk Pemilu 2024 ramai didiskusikan.

Pertanyaannya, mengapa kita berkepentingan mendiskusikan sistem proposional dalam pemilu 2024? Lebih khusus lagi, mengapa penulis berpihak pada penerapan sistem proposional terbuka, dan menolak sistem proposional tertutup?

Sebelum menjelaskan sikap poltik lebih jauh, penulis mengajak kita untuk kembali melihat sejarah.

Ditilik secara historis, sistem proporsional muncul akibat praktik berdemokrasi (pemilu) yang cacat, karena tidak mengedepankan partisipasi warga negara secara setara.

Sejarah mencatat, praktik berdemokrasi (pemilu) sudah dikenal bangsa Yunani kuno kira-kira tahun 508 SM.

Kala itu orang Yunani memiliki pemilihan "negatif" yaitu, setiap tahun para pemilih, yang merupakan laki-laki pemilik tanah, diminta untuk memilih pemimpin politik atau "kandidat" yang paling mereka inginkan yang kemudian diikuti oleh Republik Romawi.

Kemudian, pada abad pertengahan, terutama selama abad ke-13, negara Venesia menyelenggarakan pemilihan Dewan Agung yang terdiri dari 40 anggota.

Orang Venesia menerapkan "pemilihan persetujuan", di mana para pemilih memberikan satu suara untuk setiap kandidat yang menurut mereka dapat diterima, dan tidak memberikan suara untuk kandidat yang menurut mereka tidak dapat diterima. Pemenangnya adalah orang yang dapat diterima oleh jumlah pemilih terbesar.

Selanjutnya, didasarkan pada keyakinan bahwa semua manusia diciptakan setara, maka bangsa Amerika mengonsepkan penerapan hak kebebasan berpendapat, termasuk hak suara dalam pemilu.

Namun, pada praktik awalnya, hanya pria kulit putih di atas usia 21 tahun yang diizinkan ikut dalam pemilu.

Dalam perkembangan, bertolak pada deklarasi hak-hak asasi manusia, bangsa-bangsa di dunia menerapkan pemilu dengan prinsip partisipasi yang setara. Namun, pada praktiknya, partisipasi dalam pemilu selalu sangat tidak setara.

Benjamin R. Barber, dalam bukunya Strong Democracy – Participatory Politics in A New Age (1984) mengatakan bahwa partisipasi yang tidak setara menimbulkan pengaruh yang tidak setara – sebuah dilema besar bagi demokrasi perwakilan di mana daya tanggap demokrasi (pejabat terpilih) bergantung pada partisipasi warga negara.

Masalah menjadi makin serius jika suatu bangsa beranggapan bahwa partisipasi bukanlah hal penting dalam sistem perwakilan kemudian memberikan akses yang lebih besar warga negara yang lebih kaya, dan berpendidikan lebih baik.

Jika hal itu yang terjadi, maka ‘demokrasi’ menjadi alat penindasan warga negara yang kuat atas warga negara yang lemah secara sosial-budaya, ekonomi, dan politik.

Jadi, demokrasi memiliki “cacat bawaan”, karena proses dan mekanisme yang ditempuh lebih berdasar atas besar-kecilnya suara atau lemah-kuatnya dukungan. Cara terbaik untuk mengatasi cacat bawaan demokrasi, yaitu menerapkan sistem proporsional.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Akan Resmikan Bendungan dan Panen Jagung di NTB Hari ini

Jokowi Akan Resmikan Bendungan dan Panen Jagung di NTB Hari ini

Nasional
Meski Isyaratkan Merapat ke KIM, Cak Imin Tetap Ingin Mendebat Prabowo soal 'Food Estate'

Meski Isyaratkan Merapat ke KIM, Cak Imin Tetap Ingin Mendebat Prabowo soal "Food Estate"

Nasional
Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Nasional
Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Nasional
Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Nasional
Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Nasional
Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Nasional
PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

Nasional
PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

Nasional
Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Nasional
Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Nasional
Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Nasional
Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang 'Hoaks'

Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang "Hoaks"

Nasional
Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok 'Kepedasan' di Level 2

Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok "Kepedasan" di Level 2

Nasional
Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com