Sekarang, menghadapi Pemilu 2024, kita kembali berwacana dan beradu argumentasi mengenai varian proporsional perwakilan yang ideal.
Sejumlah partai politik dan pengamat politik mengatakan bahwa sistem tertutup lebih cocok untuk diterapkan pada pemilihan Pileg serentak tahun 2024. Pasalnya, sistem proporsional tertutup lebih sederhana dari sisi pemilih.
Selain itu, kata mereka, sistem proporsional tertutup juga lebih memudahkan pekerjaan panitia pelaksanaan pemilu, terutama pada proses rekapitulasi.
Hal ini merujuk ke pengalaman Pileg 2019 di mana banyak panitia penyelenggara Pileg yang meninggal dunia akibat kelelahan.
Oleh karea itu, mereka mengajukan gugatan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) atas UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum supaya sistem proporsional terbuka digantikan menjadi sistem proporsional tertutup untuk Pileg 2024 nanti.
Namun, penulis – dan rekan-rekan dari PKB, Partai Golkar Gerindra, Demokrat, NasDem, PAN, PPP, dan PKS terus berkonsilidasi untuk menyatakan sikap menolak sistem proporsional tertutup, karena meyakini bahwa sistem proporsional terbuka lebih demokratis.
Bahkan, tak kurang dari Wakil Presiden Ma’ruf Amin, misalnya, mengharapkan supaya MK tetap memegang teguh prinsip pemilu yang jujur, adil, transparan, dan terbuka.
Wapres mengatakan merujuk ke pengalaman sejarah, pasca-reformasi dan bertolak dari amandemen UUD 1945, Indonesia mesti menerapkan sistem proporsional terbuka.
Sejalan dengan pemikiran Wapres Ma’ruf, penulis berpendapat bahwa sistem proporsional terbuka perlu dipertahankan dan dijalankan secara konsisten.
Karena, sistem ini sejalan dengan cita-cita Amandemen UUD 1945 yang menghendaki agar kita menerapkan prinsip demokrasi konstitusional (constitutional democracy) guna mengakomodasi karakter bangsa Indonesia yang multietnis, multiagama, dan multideologi.
Selain itu, sistem proporsional daftar terbuka lebih sejalan dengan prinsip demokrasi yang menekankan kesetaraan dan partisipasi politik.
Melalui sistem proporsional daftar terbuka kita bisa mengatasi problem perwakilan politik selama ini.
Pertama, sistem proporsional terbuka membuka peluang bagi rakyat untuk memilih langsung wakilnya. Dengan begitu, rakyat pemilih bisa terus berhubungan dan mengontrol para wakil yang duduk di lembaga perwakilan.
Kedua, sistem daftar terbuka dapat menciptakan kader yang mengakar pada masyarakat, serta yang tumbuh dan besar dari kalangan massa rakyat sehingga dapat menyerap dan memahami aspirasi masyarakat.
Ketiga, sistem proporsional daftar terbuka memaksa partai politik untuk selalu bertransformasi, terutama dengan melakukan demokratisasi internal.
Jika proses transformasi dilakukan secara konsiten, maka partai politik akan menjadi lebih kuat, lebih bersih, dan dapat diperaya.
Keberadaan partai politik yang kuat dan beritegritas sangat penting untuk menjamin proses pembangunan berkelanjutan.
Sebab UUD 1945 telah mengamanatkan bahwa partai politik harus ikut berperan aktif dalam membangun struktur pemerintahan demi terlaksananya proses pembangunan nasional secara adil, merata dan berkelanjutan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.