JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) akan memprioritaskan perbaikan prosedur serta standar penyelidikan dan penyidikan antara lembaganya dan Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam menuntaskan kasus hukum pelanggaran HAM berat masa lalu.
"Kami memang lebih memfokuskan pada upaya memperbaiki prseudur penyelidikan dan juga standar penyelidikan dan penyidikan antara Komnas HAM dan Kejaksaan Agung," kata Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (16/1/2023).
Atnike mengakui bahwa pengusutan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu terhambat karena banyak perkara yang terhenti di Kejagung akibat perbedaan prosedur oleh kedua lembaga.
Oleh karena itu, Komnas HAM akan berupaya untuk mewujudkan standar penyelidikan dan penyidikan yang disepakati dengan Kejagung.
Baca juga: Mahfud Sebut Pemerintah Akan Cari Jalan untuk Selesaikan Pelanggaran HAM Berat di Pengadilan
Komnas HAM juga telah meminta dukungan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar Komnas HAM dan Kejagung dapat berkoordinasi dengan lebih baik.
"Kita berharap dengan perbaikan standar atau prosedur penyelidikan penyidikan tersebut di antara dua lembaga ini maka proses yudisial akan dapat berjalan dengan lebih efektif," ujar Atnike.
Namun, Atnike tidak bisa menjamin kapan 12 kasus pelanggaran HAM berat yang diakui pemerintah dapat diselesaikan secara yudisial karena masih menunggu kesepakatan soal standar penyelidikan dan penyidikan.
"Kalau itu belum tercapai, kami tidak bisa bicara kapan rentang waktu atau target yang memungkinkan untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat secara yudisial karena kita biara prosedur pengadilan itu kan bicara prosedur yang sangat teknis," katanya.
Baca juga: Komnas HAM Catat Ada 6.000 Korban Pelanggaran HAM Berat
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengatakan, penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu secara yudisial tetap dilakukan.
Ia mengungkapkan, selesainya tugas Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (PPHAM) tidak meniadakan proses yudisial terhadap pelanggaran HAM berat di masa lalu.
"Tim ini tidak meniadakan proses yudisial," kata Mahfud saat menyerahkan laporan Tim PPHAM ke Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Rabu (11/1/2023).
Mahfud mengatakan, pemerintah sudah membawa empat kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi setelah tahun 2000 tetapi para pelakunnya dibebaskan.
"Semua tersangkanya dibebaskan karena tidak cukup bukti untuk dikatakan pelanggaran HAM berat. Bahwa itu kejahatan, iya, tapi bukan pelanggaran HAM berat karena itu berbeda," ujarnya.
"Kalau kejahatannya semua sudah diproses secara hukum tapi yang dinyatakan pelanggaran HAM beratnya itu memang tidak cukup bukti," kata Mahfud lagi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.