JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPA) Bintang Puspayoga berencana memperketat dispensasi kawin atau nikah dini.
Pemerintah tengah mengatur pengetatan tersebut agar dispensasi tak mudah diberikan.
Langkah ini bertujuan untuk meminimalisir pernikahan anak yang berpotensi menyebabkan anak putus sekolah dan menjadi warga miskin ekstrem.
"Saat ini pemerintah sedang mengatur mekanisme untuk pengetatan dispensasi kawin agar tidak dengan mudah untuk diperoleh,” kata Bintang dalam siaran pers, Sabtu (14/1/2023).
Bintang mengatakan, pemerintah terus berjuang untuk menekan jumlah perkawinan anak.
Bahkan, penurunan jumlah perkawinan anak merupakan satu dari lima program prioritas Kementerian PPPA 2020-2024.
Untuk itu, berbagai upaya yang telah dilakukan untuk menurunkan angka perkawinan anak, di antaranya mengupayakan penguatan layanan informasi, edukasi, konseling dan konsultasi melalui layanan PUSPAGA yang sudah terbentuk sebanyak 257 PUSPAGA di 16 Provinsi dan 231 kabupaten/kota.
Selain mengatur beleid soal memperketat dispensasi nikah dini, Bintang juga meminta pemerintah daerah (Pemda) setempat untuk menerbitkan kebijakan pencegahan perkawinan anak untuk kasus-kasus tertentu, di samping memberikan penguatan edukasi kepada anak remaja.
“KemenPPPA mendorong seluruh Pemda dari tingkat provinsi hingga tingkat desa untuk menerbitkan kebijakan pencegah perkawinan anak dalam bentuk Perda, Pergub/Bup/Wal, surat edaran dan perdes," kata Bintang.
Baca juga: Menteri PPPA Minta Pemda Bikin Kebijakan Responsif Gender dan Peduli Anak
"Komitmen yang tinggi yang tertuang dalam bentuk kebijakan sangat perlu untuk mencegah perkawinan anak sehingga generasi penerus bangsa menjadi anak-anak yang unggul kelak,” ujarnya lagi.
Lebih lanjut, Bintang menjelaskan, kebijakan ini dikaji usai banyaknya permintaan dispensasi kawin di beberapa wilayah.
Terbaru, permintaan dilayangkan oleh ratusan anak remaja yang masih sekolah di Ponorogo. Kebanyakan terjadi akibat hamil di luar nikah.
Sepanjang tahun 2022, ada 198 pemohon pengajuan dispensasi kawin anak.
Kabupaten Ponorogo masih mencatatkan perkawinan anak yang tinggi. Pada 2020, mencapai 241 kasus dispensasi kawin anak, naik menjadi 266 kasus pada 2021.
Baca juga: Menteri PPPA: Kesetaraan Belum Kita Temukan sampai 94 Tahun Perjuangan
Pada 2022, kasus dispensasi kawin anak mengalami penurunan menjadi 191 kasus.
“Untuk itu, saya meminta semua pihak, kementerian, lembaga, pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota, orangtua, pendidik dan tenaga pendidikan, tenaga kesehatan, media, dan semua masyarakat mari bahu membahu untuk terus melakukan upaya pencegahan agar hal ini tidak terjadi lagi,” kata Bintang.
Bintang mengatakan, perkawinan anak di bawah umur memiliki dampak negatif yang sangat banyak.
Di satu sisi, perkawinan anak merusak masa depan anak itu sendiri dan akan menggerus cita-cita bangsa untuk menciptakan sumber daya manusia yang unggul dan memiliki daya saing.
“Perkawinan memicu tingginya angka putus sekolah dan dari sisi kesehatan rentan terjadinya kematian ibu melahirkan, anemia, ketidaksiapan mental dan juga terjadinya malnutrisi,” katanya.
Dari sisi ekonomi, anak yang menikah pada usia dini terpaksa harus bekerja dan mendapatkan pekerjaan kasar dengan upah rendah sehingga kemiskinan ekstrim akan terus berlanjut.
Belum lagi dengan ketidaksiapan fisik dan mental akan rentan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga.
“Karena itu, perkawinan anak tidak boleh terjadi lagi. Selain melanggar hak anak, juga melanggar hak asasi manusia," ujar Bintang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.