Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alasan PPATK Bekukan Sebagian Kas Pemprov Papua Imbas Kasus Lukas Enembe

Kompas.com - 12/01/2023, 13:33 WIB
Nirmala Maulana Achmad,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) membekukan sebagian keuangan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua imbas penetapan tersangka dan penahanan Gubernur Papua Lukas Enembe.

Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan, pembekuan itu sebagai upaya pencegahan penyimpangan dana publik.

"Kami lakukan upaya pencegahan untuk menjamin akuntabilitas, serta menghindari adanya potensi penyimpangan terhadap dana publik," ujar Ivan saat dikonfirmasi, Kamis (12/1/2023).

Namun, Ivan mengatakan, hanya rekening tertentu saja yang diblokir imbas dugaan kasus suap dan gratifikasi Lukas Enembe.

Baca juga: Babak Akhir Lukas Enembe, Tangan Terborgol dan Kenakan Rompi Tahanan KPK

"Tidak semua rekening kok. Ini hanya upaya preventif saja karena dalam proses analisis yang kami lakukan, diketahui ada potensi penyimpangan," kata Ivan.

Ada sekitar Rp 1,5 triliun yang diblokir. Tetapi, Ivan mengatakan, jumlah itu masih bisa naik atau turun.

"Jumlahnya masih terus berkembang, bisa naik dan turun," ujar Ivan.

Ivan juga belum menyebut rekening siapa saya yang diblokir karena masih dalam proses analisis.

"Masih dalam proses analisis ya," katanya.

Baca juga: Imbas Kasus Lukas Enembe, Pemerintah Bekukan Sebagian Kas Pemprov Papua

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengatakan bahwa pemerintah membekukan sebagian pergerakan uang di kas Pemerintah Provinsi Papua imbas kasus yang menjerat Lukas Enembe.

"Pergerakan uang pemda Papua sekarang dalam pengawasan kami dan sebagian di-freeze," ujar Mahfud saat konferensi pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu (11/1/2023).

Mahfud menambahkan, pemerintah telah berkoordinasi PPATK untuk pembekuan pergerakan uang.

"Kami freeze melalui PPATK agar tidak terjadi penyalahgunaan yang bertentangan dengan hukum," kata Mahfud.

Mahfud lantas mengatakan, hukum akan ditegakkan kepada siapa pun tanpa pandang bulu.

Baca juga: Papua Tanpa Pemimpin: Gubernur Lukas Enembe Ditangkap KPK, Wagub Meninggal

Diberitakan sebelumnya, Lukas Enembe ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan sejumlah aparat kepolisian di sebuah restoran di Distrik Abepura, Jayapura, Papua, Selasa (10/1/2023), sekitar pukul 11.00 WIT.

Ia kemudian dibawa ke Jakarta dan saat ini dirawat di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta Pusat.

Lukas Enembe yang ditetapkan sebagai tersangka sejak 5 September 2022, diduga menerima gratifikasi sebesar Rp 10 miliar.

Gratifikasi itu berasal dari berbagai pihak yang dinilai masih terkait dengan jabatannya sebagai Gubernur Papua.

“Berdasarkan bukti permulaan, sejauh ini (gratifikasi) berjumlah sekitar Rp 10 miliar,” kata Ketua KPK Firli Bahuri saat konferensi pers pada 11 Januari 2023.

KPK mengatakan, uang Rp 10 miliar tersebut di luar suap Rp 1 miliar yang diterima Lukas Enembe dari Direktur Utama PT Tabi Bangun Papua, Rijatono Lakka.

Adapun Rijatono diduga memberikan suap agar perusahaannya dimenangkan sebagai penggarap sejumlah proyek multiyears di Papua bernilai miliaran rupiah.

Baca juga: Kemendagri Tugaskan Sekda Jadi Plh Gubernur Papua

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com