Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Sistem Pemilu 1971

Kompas.com - 05/01/2023, 19:44 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemilihan Umum (Pemilu) pada 1971 adalah pemungutan suara kedua untuk memilih anggota legislatif yang terdiri dari Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Seharusnya, Pemilu lanjutan setelah 1955 dilakukan pada 1958. Namun pada saat itu kondisi politik dalam negeri bergejolak sehingga Presiden Soekarno saat itu memutuskan menerbitkan dekrit pada 5 Juli 1959.

Melalui dekrit itu Soekarno membubarkan Konstituante dan kembali memberlakukan Undang-Undang Dasar 1945.

Baca juga: Dedi Mulyadi: Sistem Pemilu Proporsional Tertutup Tumbuhkan Oligarki Politik

Dalam perjalanannya Indonesia mengalami krisis ekonomi dan puncaknya pada 1965 terjadi peristiwa Gerakan 30 September (G30S).

Setelah peristiwa G30S, MPRS menerbitkan Ketetapan (Tap) MPRS Nomor XI tahun 1966 yang mengamanatkan supaya pemerintah menggelar Pemilu pada 1968.

Akan tetapi, MPRS kemudian menggelar Sidang Istimewa pada 1967. Mereka menolak laporan pertanggungjawaban Soekarno dan mencabut mandat sebagai Presiden seumur hidup.

Selain itu, MPRS mengangkat Jenderal Soeharto sebagai Presiden menggantikan Soekarno. Setelah itu, Soeharto menyatakan akan menggelar Pemilu pada 1971.

Baca juga: Gus Yahya Setuju Pemilu Sistem Proporsional Terbuka

Akhirnya Pemilu kedua di Indonesia digelar pada 5 Juli 1971.

Sistem Pemilu 1971

Pelaksanaan Pemilu 1971 menganut sistem perwakilan berimbang stelsel daftar mengikat.

Maksud dari sistem itu adalah besarnya kekuatan perwakilan organisasi dalam DPR dan DPRD berimbang dengan besarnya dukungan pemilih yang memberikan suaranya kepada Organisasi Peserta Pemilu atau partai politik.

Sistem itu memiliki landasan hukum Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1969.

Dengan menerapkan sistem perwakilan berimbang stelsel daftar mengikat, maka semua kursi di setiap daerah pemilihan (Dapil) habis terbagi.

Baca juga: Pimpinan Komisi II Nilai Sistem Proporsional Tertutup Disenangi Partai yang Punya Tradisi Otoriter

Peserta dan proses Pemilu 1971

Terdapat 10 partai politik yang ikut dalam Pemilu 1971. Mereka adalah: Nahdlatul Ulama, Partai Muslimin Indonesia (Parmusi), Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti), Partai Kristen Indonesia, Partai Katolik, Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Murba), Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI), Partai Nasional Indonesia (PNI) dan Golongan Karya (Golkar).

Pemilu 1971 dimenangi oleh Golkar dengan perolehan suara sebanyak 34.348.672.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Profil Eko Patrio yang Disebut Calon Menteri, Karier Moncer di Politik dan Bisnis Dunia Hiburan

Profil Eko Patrio yang Disebut Calon Menteri, Karier Moncer di Politik dan Bisnis Dunia Hiburan

Nasional
PDI-P Bukan Koalisi, Gibran Dinilai Tak Tepat Konsultasi soal Kabinet ke Megawati

PDI-P Bukan Koalisi, Gibran Dinilai Tak Tepat Konsultasi soal Kabinet ke Megawati

Nasional
Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Nasional
Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Nasional
Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Nasional
Dilema Prabowo Membawa Orang 'Toxic'

Dilema Prabowo Membawa Orang "Toxic"

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Nasional
Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Nasional
Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Nasional
Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com