JAKARTA, KOMPAS.com - Founder sekaligus mantan Presiden Aksi Cepat Tanggap (ACT), Ahyudin yang menjadi terdakwa kasus penggelapan dana bantuan sosial untuk keluarga korban kecelakaan Pesawat Lion Air Boeing 737 Max 8 nomor penerbangan JT 610 meminta dibebaskan dari segala tuntutan hukum dan keluar dari Rumah Tahanan (Rutan) Bareskrim Polri.
Hal tersebut disampaikan oleh pengacara Ahyudin, Irfan Junaedi, dalam persidangan dengan agenda pembacaan pleidoi atau nota pembelaan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Selasa (3/1/2023).
"Membebaskan terdakwa Ahyudin dari segala tuntutan hukum (vrijspraak) atau menyatakan terdakwa Ahyudin lepas dari tuntutan hukum (ontslag van alle rechtsopvolging)," ujar Irfan.
"Menyatakan agar terdakwa Ahyudin segera dikeluarkan dari Rumah Tahanan Bareskrim Mabes Polri setelah putusan pengadilan diucapkan dalam persidangan," kata dia.
Baca juga: Soal Aliran Dana ACT Rp 10 Miliar ke Koperasi Syariah 212, Ahyudin: Untuk Talangi Utang
Irfan menyampaikan, pihaknya juga meminta majelis hakim menerima pledoi dari kuasa hukum Ahyudin ini.
Dia mendorong hakim untuk menolak dakwaan dan/atau tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) secara keseluruhan.
"Menyatakan terdakwa Ahyudin tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud Pasal 374 KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP," ujar Irfan.
Untuk itu, Irfan meminta agar hak Ahyudin dalam kedudukan, kemampuan, harkat, dan martabatnya dipulihkan.
Selain itu, membebankan biaya perkara kepada negara menurut hukum yang berlaku.
Sebelumnya, JPU pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan menuntut Ahyudin selama 4 tahun penjara.
Baca juga: Ahyudin Founder ACT Minta Dibebaskan, Mengaku Punya 14 Anak Masih Kecil
Ahyudin dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan penggelapan dana bantuan sosial untuk keluarga korban kecelakaan Pesawat Lion Air Boeing 737 Max 8 nomor penerbangan JT 610.
"Menyatakan terdakwa Ahyudin telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana perbuatan penggelapan dalam jabatan sebagaimana diatur dan diancam pasal 374 KUH Pidana,” kata jaksa dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (27/12/2022).
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 4 tahun," kata jaksa.
Menurut jaksa, Ahyudin melakukan menggelapkan dana Boeing bersama eks Presiden ACT periode 2019-2022, Ibnu Khajar serta eks Senior Vice President Operational ACT, Hariyana Hermain.
Yayasan ACT, kata jaksa, telah menggunakan dana bantuan dari Boeing Community Investment Fund (BCIF) senilai Rp 117 miliar.
Kemudian, Yayasan ACT juga menerima dana dari BCIF untuk keluarga korban kecelakaan Pesawat Lion Air sebesar Rp 138.546.388.500.
Akan tetapi, dana bantuan untuk keluarga korban kecelakaan pesawat Lion Air itu hanya diimplementasikan sebesar Rp 20.563.857.503.
Baca juga: Bacakan Pleidoi, Kuasa Hukum: Yayasan ACT Tak Profesional Sejak Ditinggal Ahyudin
Dana BCIF tersebut, kata jaksa, digunakan oleh para terdakwa tidak sesuai dengan implementasi dari Boeing.
Sebaliknya, dana itu malah digunakan bukan untuk kepentingan pembangunan fasilitas sosial sebagaimana yang ditentukan dalam protokol BCIF.
Atas perbuatannya, Ahyudin disangkakan melanggar Pasal 374 KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 372 KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.