JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin meminta masyarakat agar lebih banyak membeli telur dibanding rokok. Sebab, telur mengandung protein yang diperlukan tubuh.
Hal ini dikatakannya untuk menanggapi rencana pemerintah melarang penjualan rokok ketengan dengan merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.
Rencana revisi PP tertera dalam lampiran Keputusan presiden Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2022 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2023.
Sementara itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) adalah kementerian yang memprakarsai revisi PP 109 Tahun 2012 tersebut.
"Kalau rokok, sebaiknya uangnya dipakai buat bayar beli telur. Jangan beli rokok," kata Budi Gunadi saat ditemui di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta Pusat, Selasa (3/1/2023).
Baca juga: Tak Setuju Larangan Jual Rokok Ketengan, Perokok: Jadi Enggak Bisa Irit
Budi Gunadi mengimbau hal tersebut bukan tanpa alasan. Sebab, konsumsi rokok menjadi pengeluaran kedua terbesar setelah beras dari kelompok rumah tangga miskin.
Konsumsi ini lebih besar daripada konsumsi pangan sumber protein, seperti telur dan daging ayam. Hal ini pula yang menjadi salah satu alasan pemerintah untuk menaikkan Cukai Hasil Tembakau (CHT).
Sebelumnya, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi mengatakan, revisi PP 109 Tahun 2012 dilakukan untuk menekan tingkat perokok remaja yang terus meningkat.
"Semua ini (untuk) menurunkan upaya merokok pada usia 10-18 tahun yang terus meningkat," kata Nadia kepada Kompas.com, beberapa waktu lalu.
Baca juga: Dilarang Jual Rokok Ketengan, Pedagang: Masa Orang Tak Punya Uang Dipaksa Beli Sebungkus
Nadia mengungkapkan, prevalensi merokok pada remaja usia 10-18 tahun terus meningkat.
Saat ini, terjadi peningkatan sebesar 9 persen dan diperkirakan akan kembali meningkat sebesar 15 persen pada tahun 2024.
Remaja usia 10-18 tahun ini banyak membeli rokok ketengan. Berdasarkan penjelasan Nadia, sebanyak 71 persen remaja membeli rokok ketengan. Saat membeli pun, mayoritas tidak ada larangan untuk membeli rokok ketengan.
"78 persen terdapat penjualan rokok di sekitar sekolah dan mencantumkan harga (jual) ketengan," ujar Nadia.
Sebagai informasi, revisi PP PP 109 Tahun 2012 meliputi pelarangan penjualan rokok batangan; pelarangan iklan, promosi, sponsorship produk tembakau di media teknologi informasi; dan penegakan penindakan.
Kemudian, pengawasan iklan, promosi, sponsorship produk tembakau di media penyiaran, media dalam dan luar ruang, dan media teknologi informasi; ketentuan mengenai rokok elektrik; dan penambahan luas persentase gambar dan tulisan peringatan kesehatan pada kemasan produk tembakau.
Baca juga: Warga: Larangan Penjualan Rokok Ketengan Kurang Efektif
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.