Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Moeldoko Usul Dibentuk Tim Independen untuk Kawal Rekomendasi Tim PPHAM

Kompas.com - 29/12/2022, 20:26 WIB
Rahel Narda Chaterine,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Staf Kepresidenan Indonesia Moeldoko mengusulkan agar dibentuk tim baru untuk mengawal tindak lanjut dari rekomendasi atau laporan kerja dari Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat Masa Lalu (PPHAM).

Tim PPHAM diketahui telah rampung membuat rekomendasi dan menyerahkannya ke Menkopolhukam Mahfud MD untuk diserahkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Saya menyarankan perlu ada tim lagi, yang independen, ad hoc, yang lebih independen untuk mengawal ini semua," kata Moeldoko usai rapat di kantor Kemenko Polhukam RI, Jakarta, Kamis (29/12/2022).

Menurutnya, usulan itu juga disampaikan dalam rapat bersama Mahfud, Menko PMK Muhadjir Effendy, dan Tim PPHAM.

Baca juga: Tugas Tim PPHAM Selesai, Presiden Jokowi Diminta Akui soal Pelanggaran HAM Masa Lalu

Moeldoko mengatakan, Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2022 telah mengamanatkan dibentuknya Tim PPHAM.

Tim itu juga telah menjalankan tugas sesuai aturan dan menghasilkan sejumlah rekomendasi.

"Nanti pasti dari presiden akan menyatakan sesuatu. Di antaranya mungkin bisa saja untuk ditindaklanjuti atas rekomendasi itu. Maka harus ada yang ngawal sehingga apa yang menjadi kebijakan presiden itu nanti terkontrol dengan baik," ujar Moeldoko.

Namun, ia tidak menutup kemungkinan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang akan membantu mengawal isi rekomendasi Tim PPHAM.

Kendati demikian, Moeldoko belum mau membeberkan soal isi rekomendasi dan skema bantuan ke korban pelanggaran HAM berat. Sebab, tak mau mendahului Presiden Jokowi.

"Tapi setidak-tidaknya bisa juga nanti menggunakan lembaga LPSK. Mungkin. Itu pilihan-pilihannya," katanya.

Baca juga: Mahfud Ungkap Kendala Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat di Masa Lalu

Sebelumnya, Menkopolhukam Mahfud MD menjelaskan materi laporan rekomendasi PPHAM sesuai dengan mandat yang diberikan, yakni memuat tiga hal.

Pertama, pengungkapan dan analisis mengenai faktor-faktor apa yang menjadi penyebab terjadinya pelanggaran HAM yang berat di masa lalu.

Kedua, rekomendasi pemulihan bagi korban atau keluarganya yang selama ini telah terabaikan. Ketiga, rekomendasi tentang langkah pencegahan agar pelanggaran HAM yang berat tidak terulang lagi di masa depan.

"Yang menentukan satu pelanggaran HAM itu pelanggaran berat atau tidak adalah Komnas HAM. Yang diselesaikan oleh tim ini adalah yang sudah diputuskan oleh Komnas HAM di masa lalu," kata Mahfud.

Sedangkan, Mahfud mengatakan, soal potensi pelanggaran-pelanggaran HAM berat di masa depan diatur dalam instrumen hukum serta Pengadilan HAM yang bernaung di bawah Mahkamah Agung.

Menurutnya, Tim PPHAM tidak mencari siapa yang salah dalam pelanggaran HAM berat masa lalu. Tetapi, hanya menyantuni atau menangani korban untuk dilakukan pemulihan sosial, politik, hingga psikologis.

Baca juga: Mahfud Sebut Tugas Tim PPHAM Hanya Menyantuni Korban Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Nasional
Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Nasional
Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Nasional
Hadiri MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10 di Meksiko, Puan: Kepemimpinan Perempuan adalah Kunci Kemajuan Negara

Hadiri MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10 di Meksiko, Puan: Kepemimpinan Perempuan adalah Kunci Kemajuan Negara

Nasional
Polri Usulkan Penambahan Atase Kepolisian di Beberapa Negara

Polri Usulkan Penambahan Atase Kepolisian di Beberapa Negara

Nasional
Kopasgat Kerahkan 24 Sniper dan Rudal Chiron Amankan World Water Forum di Bali

Kopasgat Kerahkan 24 Sniper dan Rudal Chiron Amankan World Water Forum di Bali

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com