Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar: Pelecehan Tidak Hilangkan Tindak Pembunuhan Berencana Brigadir J, Ferdy Sambo-Putri Tak Akan Bebas

Kompas.com - 23/12/2022, 11:24 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Guru Besar Hukum Universitas Jenderal Soedirman Hibnu Nugroho menduga, Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi tak akan terbebas dari jerat pidana pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

Jika pun benar Putri menjadi korban kekerasan seksual Yosua, itu tak serta merta menghilangkan tindak pidana pembunuhan berencana.

"Kekerasan seksual tidak menghapuskan sifat melawan hukum berupa pembunuhan, tidak. Membebaskan saya kira juga enggak bisa, apalagi terbebas dari perencanaan pembunuhan, ya enggak," kata Hibnu kepada Kompas.com, Jumat (23/12/2022).

Baca juga: Kamaruddin Simanjuntak Ancam Laporkan Ahli yang Bilang Keterangan Putri Candrawathi Kredibel

Dalam perkara ini, kata Hibnu, dugaan kekerasan seksual akan dianggap sebagai motif pembunuhan. Bagi Majelis Hakim, motif penting untuk memberikan gambaran utuh suatu peristiwa.

Sebab, pembunuhan berencana tak mungkin terjadi jika tak ada motif yang melatarbelakangi.

Seandainya klaim kekerasan seksual itu terbukti, kata Hibnu, hukuman Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi bakal diringankan. Namun, dia menegaskan, hal itu tak menghilangkan tindak pidana pembunuhan terhadap Yosua.

"Bisa meringankan karena ada penyebabnya. Tapi itu hanya meringankan, tidak menghapuskan pembunuhan," ujarnya.

Kendati demikian, Hibnu mengatakan, dugaan kekerasan seksual itu seharusnya dibuktikan dengan hasil visum korban.

Baca juga: Putri Candrawathi Mengaku Diperkosa dan Dibanting, Pengacara Brigadir J Paparkan Kejanggalan-kejanggalan Ini

Mestinya, usai mengaku dilecehkan Yosua di rumah Magelang, Jawa Tengah, Kamis (7/7/2022), Putri langsung melapor ke kepolisian setempat agar aparat segera mencari bukti-bukti.

Jika peristiwanya sudah terlewat selama beberapa bulan, visum tak bisa lagi dilakukan, apalagi dijadikan alat bukti dugaan kekerasan seksual.

"Harusnya namanya visum itu sesaat setelah suatu peristiwa terjadi, itu akan bicara seperti apa adanya," terang Hibnu.

Dengan situasi demikian, lanjut Hibnu, dibutuhkan keterangan ahli, misalnya dari bidang psikologi forensik, untuk memberikan asesmen terhadap pengakuan Putri.

Nantinya, hasil asesmen disampaikan ahli di persidangan dan akan dinilai oleh Majelis Hakim. Pada akhirnya, benar atau tidaknya kekerasan seksual yang diklaim Putri bergantung pada keyakinan hakim.

"Hakim akan memberikan penilaian," kata Hibnu.

Sebagaimana diketahui, Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi bersikukuh mengatakan bahwa Brigadir Yosua melakukan perkosaan terhadap Putri di Magelang, Jawa Tengah, Kamis (7/7/2022).

Namun, pengakuan itu diragukan oleh sejumlah pihak, salah satunya ahli kriminiologi dari Universitas Indonesia (UI), Muhammad Mustofa.

Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Senin (19/12/2022), Mustofa mempertanyakan bukti kekerasan seksual yang diklaim Putri. Sebab, sejauh ini dugaan pelecehan hanya berdasar pada pengakuan istri Ferdy Sambo itu saja.

"Yang jelas adalah ada kemarahan yang dialami oleh pelaku yang berhubungan dengan peristiwa di Magelang, tapi (peristiwanya) tidak jelas," katanya.

Baca juga: Kekeh Putri Candrawathi Diperkosa, Sambo: Kalau Tak Percaya, Saya Berdoa Itu Tidak Terjadi pada Istri atau Keluarganya

Berbeda dengan Mustofa, ahli psikologi forensik dari Asosiasi Psikolog Forensik Indonesia (Apsifor) Reni Kusumowardhani menyarankan agar kasus dugaan kekerasan seksual yang diklaim Putri ditindaklanjuti.

Sebab, setelah melakukan asesmen psikologi terhadap Putri, Reni mengaku mendapat keterangan yang dapat dipercaya atau kredibel.

"Oleh karena itu simpulan kami bersesuaian dengan kriteria keterangan kredibel dan di dalam rekomendasi kami, kami menyarankan di situ ini relevan untuk didalami dan untuk ditindaklanjuti," kata Reni dalam persidangan, Rabu (21/12/2022).

Adapun dalam kasus ini, pengakuan Putri akan kekerasan seksual yang belum diketahui kebenarannya itulah yang membuat Sambo marah hingga menyusun strategi untuk membunuh Brigadir Yosua.

Disebutkan bahwa mulanya, Sambo menyuruh Ricky Rizal atau Bripka RR menembak Yosua. Namun, Ricky menolak sehingga Sambo beralih memerintahkan Richard Eliezer atau Bharada E.

Baca juga: Putri Candrawathi Klaim 3 Kali Dibanting Brigadir J, Kamaruddin: Ada Tulangnya yang Patah?

Brigadir Yosua dieksekusi dengan cara ditembak 2-3 kali oleh Bharada E di rumah dinas Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022). Setelahnya, Sambo menembak kepala belakang Yosua hingga korban tewas.

Mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri itu lantas menembakkan pistol milik Yosua ke dinding-dinding untuk menciptakan narasi tembak menembak antara Brigadir J dan Bharada E yang berujung pada tewasnya Yosua.

Dalam kasus ini, lima orang didakwa terlibat pembunuhan berencana terhadap Yosua. Kelimanya yakni Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Richard Eliezer, Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf.

Atas perbuatan tersebut, kelimanya didakwa melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 56 ke-1 KUHP.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com