Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sederet Keterangan Ahli soal Kasus Ferdy Sambo: Yakini Pembunuhan Berencana hingga Ragukan Pelecehan

Kompas.com - 20/12/2022, 09:31 WIB
Fitria Chusna Farisa

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah ahli memberikan keterangan mengenai kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Senin (19/12/2022).

Para ahli tersebut dihadirkan oleh jaksa penuntut umum (JPU) dalam sidang dengan terdakwa Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Richard Eliezer atau Bharada E, Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf.

Baca juga: Pelecehan di Magelang Disebut Tak Jelas, Kriminolog: Tak Bisa Jadi Motif Ferdy Sambo

Dalam persidangan, ahli menyakini bahwa tindakan Ferdy Sambo dkk terhadap Yosua benar merupakan pembunuhan berencana. Di sisi lain, ahli meragukan adanya pelecehan yang dilakukan Yosua terhadap istri Sambo, Putri Candrawathi.

Namun, keterangan ahli tersebut dibantah oleh suami istri terdakwa pembunuhan berencana, Sambo dan Putri.

Luka tembak

Ahli Forensik dan Medikolegal dari RS Bhayangkara pada Pusat Kedokteran dan Kesehatan (Pusdokkes) Polri Farah Primadani Karouw menyatakan, hanya ada luka tembak di tubuh Brigadir J. Rinciannya, 7 luka tembak masuk dan 6 luka tembak keluar.

Luka tembak masuk itu ditemukan di kepala bagian belakang sisi kiri, bibir bawah sisi kiri, dan puncak bahu sisi kanan. Lalu, dada sisi kanan, pegelangan tangan kiri, kelopak bawah mata kanan, dan jari manis tangan kiri.

Sementara, luka tembak keluar ditemukan di puncak hidung, leher sisi kanan, lengan atas kanan sisi luar, pegelangan tangan kiri sisi depan, dan jari manis tangan kiri.

Baca juga: Ahli Kriminologi Yakini Tindakan Ferdy Sambo dkk merupakan Pembunuhan Berencana

Menurut Farah, jumlah luka tembak masuk dan keluar tidak sama lantaran ada satu peluru yang tidak tembus atau bersarang di dada sisi kanan.

“Kami temukan satu buah proyektil, anak peluru pada saat pemeriksaan otopsinya, di rongga dadanya,” katanya.

Dari tujuh luka tembak itu, setidaknya ada dua tembakan fatal yang menyebabkan Brigadir J tewas, yakni di dada dan kepala.

Farah pun memastikan, hanya ada luka tembak dan tak ada luka penganiayaan di tubuh mantan ajudan Ferdy Sambo itu.

"Saya hanya menemukan luka-luka yang diakibatkan oleh kekerasan senjata api, sehingga, luka-luka lain saya tidak temukan," kata dia.

Pembunuhan berencana

Sementara, ahli kriminiologi dari Universitas Indonesia (UI), Muhammad Mustofa, meyakini bahwa perbuatan yang dilakukan Ferdy Sambo dan empat terdakwa lainnya terhadap Brigadir J merupakan tindakan pembunuhan berencana.

"Pasti berencana," kata Mustofa.

Baca juga: Ahli Kriminologi Heran Ferdy Sambo Tak Minta Istrinya Visum meski Tahu Ada Pelecehan Seksual

Sebabnya, ada jeda waktu sejak pertama Sambo mendengar pengakuan istrinya soal pelecehan hingga akhirnya Yosua dieksekusi. Apalagi, Sambo mengaku dirinya sempat ingin bermain badminton sebelum penembakan Yosua.

"Dalam pembunuhan tidak berencana, biasanya pembunuhan merupakan reaksi seketika, jadi tidak ada jeda waktu lagi. Menyaksikan istrinya diperkosa dia lakukan tindakan misalnya penembakan terhadap pelaku," ujar Mustofa.

"Jadi tidak ada jeda waktu untuk berpikir untuk melakukan tindakan lain," sambung dia.

Ragukan pelecehan

Namun, Mustofa ragu pembunuhan berencana ini dipicu oleh peristiwa pelecehan terhadap Putri Candrawathi di Magelang, Jawa Tengah.

Sebenarnya, kata Mustofa, pelecehan seksual bisa saja menjadi motif sepanjang ada bukti yang dihadirkan di persidangan. Namun, dalam kasus ini, pelecehan hanya berdasar pada keterangan Putri.

Mustofa heran ketika itu Sambo tak langsung meminta istrinya melakukan visum. Padahal, sebagai jenderal bintang dua polisi, Sambo pasti tahu betul bahwa visum dibutuhkan dalam pembuktian kasus perkosaan.

"Tapi tindakan-tindakan itu tidak dilakukan, meminta kepada Putri untuk melakukan visum agar supaya mengadu pada polisi alat buktinya cukup," kata Mustofa.

Dalam kasus ini, kemarahan Sambo terhadap Yosua tampak jelas. Namun, kata Mustofa, jika tak ada bukti, kekerasan seksual yang diklaim Putri tak bisa jadi motif pembunuhan.

"Yang jelas adalah ada kemarahan yang dialami oleh pelaku yang berhubungan dengan peristiwa di Magelang, tapi (peristiwanya) tidak jelas," tuturnya.

Dibantah Sambo-Putri

Keterangan ahli yang meragukan pelecehan terhadap Putri itu pun dibantah Sambo. Mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri itu bersikukuh Yosua telah memperkosa istrinya di Magelang.

"Saya pastikan itu terjadi dan tidak mungkin saya akan berbohong akan masalah kejadian tersebut karena ini menyangkut istri saya," kata Sambo di persidangan.

Baca juga: Bantah Keterangan Ahli yang Ragukan Putri Dilecehkan, Ferdy Sambo: Saya Tak Mungkin Berbohong

Putri pun demikian. Sambil menangis, dia mengaku menjadi korban kekerasan seksual Brigadir J.

Putri menyayangkan keterangan ahli yang menurutnya hanya merujuk pada keterangan penyidik kepolisian semata.

"Saya juga menyayangkan kepada Bapak selaku ahli kriminologi hanya membaca dari satu sumber saja," kata Putri.

"Saya berharap Bapak bisa memahami perasaan saya sebagai seorang perempuan korban kekerasan seksual dengan ancaman dan penganiayaan," tuturnya.

Lima terdakwa

Adapun dalam kasus ini, lima orang didakwa terlibat kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua. Kelimanya yakni Ferdy Sambo; istri Sambo, Putri Candrawathi; ajudan Sambo, Richard Eliezer dan Ricky Rizal; dan ART Sambo, Kuat Ma'ruf.

Berdasarkan dakwaan jaksa penuntut umum, pembunuhan itu dilatarbelakangi oleh pernyataan Putri yang mengaku dilecehkan oleh Yosua di rumah Sambo di Magelang, Jawa Tengah, Kamis (7/7/2022).

Pengakuan yang belum diketahui kebenarannya tersebut lantas membuat Sambo marah hingga menyusun strategi untuk membunuh Yosua.

Baca juga: Soal Pesan WhatsApp ke Bharada E, Ferdy Sambo: Jelas Tidak Ada Doktrin dan Ancaman

Disebutkan bahwa mulanya, Sambo menyuruh Ricky Rizal atau Bripka RR menembak Yosua. Namun, Ricky menolak sehingga Sambo beralih memerintahkan Richard Eliezer atau Bharada E.

Brigadir Yosua dieksekusi dengan cara ditembak 2-3 kali oleh Bharada E di rumah dinas Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022). Setelahnya, Sambo menembak kepala belakang Yosua hingga korban tewas.

Mantan Kadiv Propam Polri itu lantas menembakkan pistol milik Yosua ke dinding-dinding untuk menciptakan narasi tembak menembak antara Brigadir J dan Bharada E yang berujung pada tewasnya Yosua.

Atas perbuatan tersebut, para terdakwa didakwa melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 56 ke-1 KUHP.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com