JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD mengatakan, tugas dari Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat Masa Lalu (PPHAM) kini dalam tahap finalisasi.
Targetnya, awal 2023 tugas tim PPHAM selesai sehingga hasilnya akan diserahkan ke Presiden Joko Widodo.
"Mengenai perkembangan pelaksanaan tugas tim PPHAM, sekarang sudah sampai pada tahap finalisasi, dan inshaAllah pada awal tahun 2023 sudah selesai hasilnya akan diserahkan kepada presiden," ujar Mahfud dalam siaran pers Youtube Kemenko Polhukam, Senin (19/12/2022) petang.
Baca juga: Komnas HAM Diminta Intervensi Tim PPHAM agar Pelanggaran HAM Berat Tak Diputihkan
Mahfud menyatakan, garis yang ditentukan oleh pemerintah tentang tugas PPHAM masih berada di garis yang benar.
"Sehingga InshaAllah pekerjaan PPHAM selesai tepat waktu," kata Mahfud.
Mahfud juga meminta masyarakat agar tidak teprovokasi terkait isu yang beredar bahwa tugas PPHAM menghapus pelanggaran HAM berat masa lalu.
"Jangan percaya kepada provokasi, seakan-akan ini pelanggaran panitia ini akan menghapuskan proses yudisial," kata Mahfud.
Baca juga: Diminta Tuntaskan Pengusutan Pelanggaran HAM Berat, Ini Respons Kejagung
"Saudara, proses yudisial itu tidak bisa dihapus. Itu perintah Undang-undang, itu harus diadili dan tidak ada kadaluwarsanya, jadi tidak boleh meniadakan proses yudisial," imbuh Mahfud.
Mahfud menuturkan, tinggal bagaimana Komnas HAM dan Kejaksaan Agung melengkapi barang bukti.
"Tinggal bagaimana Komnas HAM dan Kejagung melengkapi pembuktiannya, karena dengan sampai sekarang sudah 38 orang dibebaskan. Bukti-buktinya tidak cukup untuk dikatakan sebagai pelanggaran HAM masa lalu," ucap Mahfud.
Tercatat sedikitnya ada 13 kasus pelanggaran HAM yang sampai saat ini masih ditangani Komnas HAM.
Baca juga: Jaksa Agung Tegaskan Tidak Mau Ada Bolak-balik Berkas Perkara Pelanggaran HAM Berat
Kasus-kasus itu yakni Peristiwa 1965-1966, Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985, Peristiwa Talangsari 1989, Peristiwa Trisakti, Peristiwa Semanggi I dan II, Peristiwa Kerusuhan Mei 1998, Penghilangan Orang secara Paksa 1997-1998.
Selain itu, Peristiwa Wasior Wamena, Peristiwa Pembantaian Dukun Santet di Banyuwangi 1998, Peristiwa Simpang KAA 1999, Peristiwa Jambu Keupok 2003, Peristiwa Rumah Geudang 1989-1998, dan Kasus Paniai 2014.
Mahfud meminta masyarakat agar tidak terprovokasi bahwa tugas PPHAM itu menghidupkan lagi komunisme.
"Percaya pada saya, PKI tidak bakalan hidup dan tidak akan boleh hidup. Jangan memprovokasi seakan-akan ini menghidupkan komunisme karena di sini yang dijanjikan obyek di dalam PPHAM ini sesuai dengan rekomendasi Komnas HAM itu empat di antaranya justru korbannya umat islam," kata Mahfud.
Adapun tim PPHAM yang dibentuk oleh Presiden Joko Widodo memiliki 3 tugas yang diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2022 tentang Pembentukan PPHAM.
"Melakukan pengungkapan dan upaya penyelesaian non-yudisial pelanggaran hak asasi manusia yang berat masa lalu berdasarkan data dan rekomendasi yang ditetapkan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia sarnpai dengan tahun 2020," demikian bunyi Pasal 3 Keppres 17/2022 yang mengatur tugas Tim PPHAM.
Berdasarkan pasal tersebut, Tim PPHAM juga bertugas merekomendasikan pemulihan bagi korban dan keluarganya serta merekomendasikan langkah untuk mencegah pelanggaran HAM berat tidak terulang lagi di masa yang akan datang.
Dalam Pasal 4 Keppres 17/2022 disebutkan bahwa rekomendasi pemulihan bagi korban atau keluaragnya dapat berupa rehabilitasi fisik, bantuan sosial, jaminan kesehatan, beasiswa, dan/atau rekomendasi lain untuk kepentingan korban atau keluarganya.
Keppres ini pun mengatur bahwa Tim PPHAM terdiri atas Tim Pengarah dan Tim Pelaksana yang memiliki tugas masing-masing.
Dalam Pasal 8 diatur bahwa Tim Pengarah bertugas memberikan arahan kebijakan kepada Tim Pelaksana, memantau perkembangan pelaksanaan tugas Tim Pelaksana, serta menetapkan rekomendasi.
Sementara itu, Tim Pelaksana memiliki empat tugas. Pertama, mengungkap dan menganalisis pelanggaran HAM berat masa lalu berdasarkan data dan rekomendasi yang ditetapkan Komisi Nasional HAM sampai dengan tahun 2022.
Kedua, mengusulkan rekomendasi langkah pemulihan bagi para korban atau keluarganya; Ketiga, mengusulkan rekomendasi untuk mencegah agar pelanggaran HAM yang serupa tidak terulang lagi di masa yang akan datang; keempat, menyusun laporan akhir.
Dalam Pasal 10 Ayat (1) disebutkan, pengungkapan dan analisa pelanggaran HAM berat dilakukan dengan mengungkap peristiwanya, meliputi latar belakang, sebab akibat, faktor pemicunya, identifikasi korban, dan dampak yang ditimbulkan.
"Pengungkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meerupakan bagran dari upaya pemulihan kepada korban atam keluargErnya dan mencegah agar pelanggaran hak asasi manusia yang serupa tidak terulang lagi di masa yang akan datang," bunyi Pasal 10 Ayat (2).
Adapun masa kerja Tim PPHAM mulai berlaku sejak Keppres 17/2022 ditetapkan pada 26 Agustus 2022 lalu sampai dengan tanggal 31 Desember 2022.
Namun, masa kerja Tim PPHAM dapat diperpanjang dengan keputusan presiden.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.