JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga survei Saiful Mujani Research Center (SMRC) mendapati suara Partai Golkar terus turun sejak Pemilu 1999 hingga saat ini.
SMRC menyebut, salah satu faktor suara Golkar turun yakni adanya partai pecahan Golkar.
Hal ini berdasarkan hasil survei yang dilaksanakan dengan wawancara tatap muka pada 3-11 Desember 2022.
Baca juga: Survei SMRC: PDI-P Teratas, Golkar-Gerindra-Demokrat Bersaing Ketat
Total sampel responden yang diwawancarai secara valid yakni 1.029 orang.
Adapun margin of error survei diperkirakan lebih kurang 3,1 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.
Direktur Riset SMRC Deni Irvani awalnya memaparkan kondisi suara Golkar saat ini.
Pada Pemilu 2019, Golkar meraup suara 12,3 persen. Namun, temuan terbaru SMRC, elektabilitas Golkar makin menurun ke 9,4 persen.
"Dari Pemilu 2019 ke Desember 2022, kita perhatikan Golkar ada kecenderungan menurun dari 12,3 persen menjadi 9,4 persen. Dan dari survei yang kita lakukan pasca-pemilu, Golkar selalu di bawah perolehan suara pada 2019," ujar Deni seperti dilihat dari akun YouTube SMRC, Senin (19/12/2022).
Deni mengatakan, Golkar harus menjadikan penurunan suara itu sebagai perhatian mereka. Sebab, Golkar menjadi salah satu partai yang terprediksi perolehan suaranya.
Baca juga: Golkar Tegaskan KIB Terbuka untuk Partai Non-parlemen dan Non-koalisi Jokowi
Deni menyebut, hasil survei kerap menggambarkan perolehan suara Golkar yang sebenarnya dalam pemilu-pemilu sebelum ini.
"Sekarang di posisi 9,4 persen. Tentu saja Golkar masih punya peluang yaitu bisa naik perolehan suaranya," ucap dia.
Kemudian, Deni menarik perolehan suara Golkar dalam lima pemilu terakhir. Dia menyebut, suara Golkar terus menurun sejak tahun 1999.
Deni memaparkan, pada Pemilu 1999, Golkar meraup suara mencapai 22 persen.
Lalu, pada Pemilu 2004, suara Golkar juga tidak banyak berubah dan bahkan menjadi pemenang Pemilu 2004 kala itu.
"Golkar menjadi pemenang pemilu ketika PDI-P mengalami penurunan, tetapi setelah itu, setelah 2004, 2009, 2014, 2019, Golkar terus cenderung mengalami penurunan," tutur Deni.
Baca juga: Kadernya Ditangkap KPK, Golkar Jatim Hormati Proses Hukum
Deni mengungkapkan, penurunan suara yang Golkar alami dikarenakan adanya partai-partai baru, khususnya pecahan Partai Golkar.
"Di antaranya disumbang oleh adanya masuknya partai-partai baru yang merupakan pecahan dari Golkar seperti Gerindra dan Hanura pada 2009 itu masuk," kata dia.
"Saat itu pula kalau kita perhatikan Golkar turun sekitar 7 persen dari 2004. Dan sekitar 7 persen itu pula yang diperoleh oleh partai pecahan Golkar, yaitu Gerindra dan Hanura," ujar Deni.
Selanjutnya, pada 2014, Golkar kembali mendapat tantangan dengan masuknya Partai Nasdem.
Akan tetapi, kala itu, Nasdem tidak banyak menggerus suara Partai Golkar.
"Terutama juga karena disumbang oleh pada penurunan suara Partai Demokrat dari 2009 ke 2014. Jadi golkar cukup aman. Mungkin kalau Demokrat masih bertahan, kemudian masuk pecahan Golkar yang baru, itu bisa berbahaya bagi Golkar," kata dia.
Baca juga: Survei SMRC: Elektabilitas Nasdem, PPP, PAN Anjlok di Bawah 4 Persen, Kalah dari Perindo
Kini, untuk menghadapi Pemilu 2024, Deni memprediksi tidak ada partai pecahan Golkar lainnya yang akan memberi dampak buruk bagi Golkar.
Dia memperkirakan, Golkar bisa meraup suara seperti pada Pemilu 2019 untuk Pemilu 2024.
"Golkar masih cukup stabil, tetapi tentu harus jadi perhatian. Karena harapannya tentu elektabilitasnya harusnya di atas pemilu sebelumnya," kata Deni.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.