Dalam laporan CNBC (30 november 2022), Koordinator Naional Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), Melky Nahar menyebutkan bahwa aktivitas tambang ilegal di kalimantan Timur didukung juga oleh pemerintah dan aparat.
Ada dugaan kalau Ismail Bolong menyetor dana miliaran rupiah ke aparat Kepolisian.
Bahkan dalam salah satu komentar di Twiter, Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming menyebutkan “bekingannya ngeri” dalam soal tambang ilegal 20 titik di Kabupaten Klaten.
Artinya kita tahu bahwa kekuatan oknum tukang beking tidak main-main di negara ini. Superioritas mereka sangat masif dan bergerak layaknya gurita kekuasaan.
Pada 1988, seorang Profesor bernama Joel Midgal memperkenalkan istilah local strongmen. Istilah ini merujuk pada superioritas keluarga yang menjaga eksistensinya di daerah-daerah untuk mengeksploitasi berbagai sumber daya.
Local strongmen (orang kuat lokal) biasanya tidak taat pada aturan yang dibuat pemerintah. Mereka hanya patuh pada konsep mengkapitalkan berbagai sumber daya melalui cara eksploitasi.
Tidak hanya itu, bahkan gurita orang kuat lokal masuk sampai lingkaran pemerintah dan memengaruhi arah kebijakan lokal.
Mereka bersedia menyediakan dana untuk memuluskan proyek-proyek yang notabene bertentangan dengan kebutuhan rakyat.
Tentu dalam praktiknya, local strongmen membutuhkan peranan para beking untuk menekan rakyat agar patuh. Metode intervensi dilakukan sangat variatif tergantung pada level resistensi yang dilakukan oleh rakyat.
Pada tingkat lokal, permainan bekingan melalui aparat juga cukup menarik karena memilki sumber daya yang tidak dimiliki rakyat.
Oknum aparat pada titik ini hanyalah klise dan alat bagi para pelaku pro-eksploitasi. Sulit untuk membongkar gurita bekingan, apa lagi mencoba menggangu para beking yang levelnya sudah nasional.
Memang banyak kasus terkuak, tetapi itu hanya pemain-pemain lokal yang hidup dari perintah para beking level elite.
Sisanya proyek perusakan lingkungan dan berbagai progres pembangunan tetap dilanjutkan di daerah dengan pemain-pemain lokal yang baru lagi. Siklus ini terus berjalan tanpa ada batasan dan rintangan berarti.
Meskipun regulasi secara tertulis begitu ketat, tetap akan kalah dengan kelincahan para bekingan. Bahkan institusi pelindung rakyat seperti aparat, juga terlihat terlibat dalam lingkaran gelap dan ilegal.
Sehingga dinamika resistensi di daerah sejak desentralisasi diberlakukan begitu alot. Selain itu, perputaran rupiah di daerah begitu cepat dan praktik saling sogok menjadi hal lumrah.