Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cecar Petinggi ACT soal Pembelian Pabrik Air Minum Rp 33 Miliar, Jaksa: Dana Boeing Bukan?

Kompas.com - 13/12/2022, 23:04 WIB
Irfan Kamil,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Penuntut Umum (JPU) mencecar mantan Presiden Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ibnu Khajar dan eks Dewan Pembina Yayasan ACT Hariyana Hermain soal pembelian pabrik air minum senilai Rp 33 miliar.

Hal itu disampaikan ketika Ibnu dan Hariana dihadirkan sebagai saksi kasus penggelapan dana bantuan untuk keluarga korban kecelakaan pesawat Lion Air Boeing 737 Max 8 nomor penerbangan JT 610 dengan terdakwa pendiri sekaligus mantan Presiden Yayasan ACT, Ahyudin.

Baca juga: Dicecar Jaksa soal Gaji Puluhan Juta, Eks Petinggi ACT: Saya Tak Niat Cari Harta

Penelisikan pembelian pabrik tersebut diawali ketika Jaksa menanyakan PT AWC yang merupakan perusahan cangkang dari Yayasan ACT.

"Boleh bu Hariyana atau Pak Ibnu menjawab, PT AWC, apa itu PT AWC? siapa itu PT AWC?" tanya Jaksa dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (13/12/2022).

"Itu perusahaan di bawah Global Wakaf," jawab Ibnu.

"Pembelian pabrik air minum, untuk apa PT AWC membeli pabrik air minum?" cecar Jaksa.

Mendengar pertanyaan tersebut, dua petinggi Yayasan ACT itu kemudian tampak berbisik-bisik.

"Dijawab Bu Hariyana, kalau mau jawab, jawab saja Bu," ujar Jaksa.

"Jadi ada perintah untuk membeli," jawab Hariyana yang kemudian dipotong Jaksa.

"Dari siapa perintahnya?" timpal Jaksa.

"Dari Pak Ahyudin," kata Hariyana.

"Dari Pak Ahyudin lagi," ujar Jaksa.

"Untuk membeli pabrik air minum," lanjut Hariyana.

Baca juga: Cecar Eks Ketua Dewan Pembina ACT, Jaksa: Implementasi Dana CSR Hanya Rp 103 Miliar, Sisanya untuk Apa?

"Untuk siapa beli pabrik air minum?" tanya Jaksa lagi.

"Untuk lembaga ACT," ucap Hariyana.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com