Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hotman Paris Khawatir KUHP Jadi Lahan "Basah" Kalapas, Pakar Hukum: Tanpa Ada Aturan Itu Juga Bisa

Kompas.com - 12/12/2022, 15:51 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum pidana Universitas Parahyangan Agustinus Pohan menyoroti kekhawatiran Hotman Paris akan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru menjadi lahan "basah" bagi Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Kalapas) karena berpotensi jual beli surat kelakuan baik terkait pidana hukuman mati.

Menurut dia, tanpa aturan baru, potensi jual beli surat kelakuan baik untuk narapidana tetap bisa terjadi.

"Sekarang ditafsir, wah ini 10 tahun bisa ini nanti bisa jadi ajang untuk diperjualbelikan. Kalau kita bicara soal ajang diperjualbelikan, tanpa ada aturan itu juga bisa, iya enggak?" kata Agustinus Pohan saat dihubungi Kompas.com, Senin (12/12/2022).

Sebaliknya, Agustinus Pohan menyoroti soal implementasi hukuman pidana mati.

Baca juga: Menkumham: Hukuman Mati Menunggu 10 Tahun karena Manusia Bisa Berubah, Aku Tahu Seseorang...

Menurut dia, selama ini hukuman pidana mati juga tidak langsung dilakukan setelah vonis dijatuhkan.

Oleh karenanya, potensi transaksi jual beli surat di lembaga pemasyarakatan (lapas) tetap ada.

"Jadi, saya kira kekhawatiran Hotman itu tidak cukup untuk membatalkan gagasan itu. Ya, jangan karena kita khawatir terjadi transaksi kemudian dikembalikan lagi kepada aturan yang sekarang tanpa ada masa percobaan 10 tahun," ujarnya.

"Jadi, saya kira kekhawatiran itu masuk akal, tetapi bisa terjadi dalam semua kebijakan lainnya juga," kata Agustinus menambahkan.

Baca juga: Kalapas Dikhawatirkan Bermain soal Hukuman Mati di KUHP Baru, Menkumham: Tak Seenak Udel Kalapas

Oleh karena itu, Agustinus meminta aturan kesempatan 10 tahun masa percobaan bagi narapidana hukuman mati perlu terus diawasi implementasinya di lapangan.

Ia meminta, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) sebagai pihak paling bertanggungjawab mengerjakan pemantauan masa percobaan itu.

Alat ukur seseorang bisa digagalkan vonis hukuman matinya, menurut dia, hendaknya melalui berbagai hal.

"Misalnya, kan si A, tadi (vonis) pidana mati, sekarang berubah. Ya, kan tinggal di-publish saja kenapa dia diubah, apa yang sudah disumbangkannya (sehingga keputusan vonis diubah)," ujarnya.

Baca juga: RKUHP Disahkan, Pelaku Begal sampai Jambret hingga Korban Meninggal Terancam Hukuman Mati

Namun, ia juga menilai pentingnya Kemenkumham melibatkan kelompok-kelompok masyarakat sipil dalam implementasi aturan masa percobaan 10 tahun tersebut.

"Misalnya, untuk supaya dengan keterbukaan bisa menilai apakah perubahan pidana itu merupakan perubahan yang memang layak," kata Agustinus.

Diketahui, dalam video yang viral, Hotman Paris mengungkapkan kekhawatirannya terkait masa percobaan 10 tahun bagi mereka yang divonis hukuman mati menjadi alat kotor untuk terbebas dari hukuman.

Hal ini karena potensi jual beli surat kelakuan baik yang diterbitkan Kalapas dinilai semakin besar.

Menurut dia, para terpidana mati akan bertaruh berapapun harganya untuk mendapatkan surat kelakuan baik tersebut.

Untuk diketahui, dalam Pasal 98 sampai 102 KUHP yang baru mengatur bahwa hakim dapat menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 tahun. Jika setelah masa percobaan selesai dan pelaku berkelakuan baik, maka hukuman mati dapat dianulir.

Baca juga: Kalapas Dikhawatirkan Bermain soal Hukuman Mati di KUHP Baru, Menkumham: Tak Seenak Udel Kalapas

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Nasional
Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Pesawat Super Hercules Kelima Pesanan Indonesia Dijadwalkan Tiba di Indonesia 17 Mei 2024

Pesawat Super Hercules Kelima Pesanan Indonesia Dijadwalkan Tiba di Indonesia 17 Mei 2024

Nasional
Daftar Sementara Negara Peserta Super Garuda Shield 2024, dari Amerika hingga Belanda

Daftar Sementara Negara Peserta Super Garuda Shield 2024, dari Amerika hingga Belanda

Nasional
Profil Haerul Amri, Legislator Fraksi Nasdem yang Meninggal Ketika Kunker di Palembang

Profil Haerul Amri, Legislator Fraksi Nasdem yang Meninggal Ketika Kunker di Palembang

Nasional
Demokrat Minta Golkar, Gerindra, PAN Sepakati Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Demokrat Minta Golkar, Gerindra, PAN Sepakati Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Nasional
SYL Beli Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta Pakai Uang Hasil Memeras Anak Buah

SYL Beli Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta Pakai Uang Hasil Memeras Anak Buah

Nasional
Anggota Komisi X DPR Haerul Amri Meninggal Saat Kunjungan Kerja

Anggota Komisi X DPR Haerul Amri Meninggal Saat Kunjungan Kerja

Nasional
Polri Desak Kepolisian Thailand Serahkan Fredy Pratama ke Indonesia Jika Tertangkap

Polri Desak Kepolisian Thailand Serahkan Fredy Pratama ke Indonesia Jika Tertangkap

Nasional
Jokowi Sebut 3 Hal yang Ditakuti Dunia, Wamenkeu Beri Penjelasan

Jokowi Sebut 3 Hal yang Ditakuti Dunia, Wamenkeu Beri Penjelasan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com