Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hukuman Koruptor Dipangkas dalam RKUHP, Korupsi Bukan Lagi "Extraordinary Crime"?

Kompas.com - 09/12/2022, 12:59 WIB
Fika Nurul Ulya,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Pidana (KUHP) menjadi UU masih menuai polemik karena sejumlah pasal yang dianggap bermasalah.

Salah satu pasal yang dianggap bermasalah adalah hukuman pidana koruptor yang dipangkas dalam KUHP. Hal ini menjadi kontras mengingat pemerintah berkali-kali mewanti-wanti untuk setop korupsi dan merayakan Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia) yang jatuh pada hari ini, Jumat (9/12/2022).

Dalam KUHP anyar, ketentuan tentang korupsi tertuang di dalam Pasal 603-606 KUHP. Pada Pasal 603 misalnya, pelaku tindak pidana korupsi dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat dua tahun dan paling lama 20 tahun.

Dalam KUHP, pelaku tindak pidana korupsi disebut sebagai orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Baca juga: Hakordia 2022: KUHP Jadi Kado Manis Koruptor

Padahal, di dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), pelaku kejahatan yang sama dihukum minimal empat tahun penjara.

Dalam pasal lain, misalnya, pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima suap hanya diancam pidana minimal satu tahun dan maksimal enam tahun penjara, serta ancaman denda minimal Rp 50 juta dan maksimal Rp 500 juta.

Adapun di dalam dalam UU Tipikor, pegawai negeri atau pejabat negara yang menyalahgunakan wewenang, seperti menerima suap, diganjar hukum pidana minimal empat tahun dan maksimal 20 tahun, serta diancam denda minimal Rp 200 juta dan maksimal Rp 1 miliar.

Lantas, dengan adanya KUHP baru, apakah korupsi kini tidak lagi masuk kategori kejahatan luar biasa (extraordinary crime)?

Baca juga: KUHP Baru, Dewan Pers: Masih Ada Pasal yang Ancam Kebebasan Wartawan

Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, mengatakan, korupsi tetap menjadi kejahatan luar biasa meskipun ada KUHP yang baru disahkan DPR pekan ini.

Pasalnya, KUHP tidak mencabut hukum tindak pidana yang bersifat khusus, seperti Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), ataupun tindak pidana karena menerima suap.

KUHP baru, kata Abdul, tidak menyebutkan secara tertulis mengenai pencabutan UU lain yang bersifat khusus tersebut.

"Tetap korupsi itu sebagai kejahatan luar biasa. Extraordinary karena KUHP tidak mencabut UU KPK. Kecuali di dalam UU KUHP ada ditulis dicabut UU KPK nomor sekian, atau mencabut UU Korupsi pasal sekian, harus ada secara tertulis pernyataannya," kata Abdul saat dihubungi Kompas.com, Jumat (9/12/2022).

Abdul menjelaskan, dalam dunia hukum, terdapat istilah hukum yang spesial mengalahkan hukum yang umum (lex specialis derogat legi generali).

Adapun hukum yang khusus adalah UU yang secara khusus mengatur tindak pidana tersebut, meliputi tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang, dan tindak pidana kejahatan lain.

Dengan demikian, UU yang mengatur tentang korupsi tetap berlaku sebagai lex specialis atau hukum yang khusus, dan mengalahkan hukum yang umum, yakni KUHP.

Baca juga: Ketua KPK Cium Tangan Wakil Presiden di Pembukaan Hakordia

"Kalau di KUHP aturan umum saja, tindak pidana yang secara umum. Karena itu tindak pidana khusus diatur dalam UU sendiri, umpamanya UU Korupsi, UU TPPU, dan ada lagi tindak pidana penyelundupan, itu ada lagi (yang mengaturnya)," tutur dia.

"Sepanjang UU Korupsi tidak dicabut, maka UU Korupsi yang berlaku," sambung Abdul lagi.

Ketentuan KUHP masih bisa batal

Di sisi lain, ia mengungkapkan, ketentuan dalam KUHP masih bisa batal karena adanya masa transisi atau masa tunggu selama tiga tahun sebelum KUHP baru diterapkan sebagai acuan hukum pidana secara umum.

Ketentuan tersebut bisa saja batal, utamanya jika ada keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan atau mengubah pasal-pasal tertentu.

"Jika hanya perubahan, KUHP baru tetap berlaku sambil merubah yang dimintakan oleh MK," ucap dia.

Baca juga: Hakordia 2022: Mengingat Lagi Obral Remisi untuk Koruptor Sepanjang Tahun Ini...

Lebih lanjut, Abdul menjelaskan, KUHP baru ini secara umum merupakan prestasi karena menggantikan KUHP peninggalan kolonialisme yang sudah berlaku puluhan tahun sejak Indonesia merdeka.

Namun, bukan berarti dalam KUHP tidak ada pasal yang merugikan masyarakat. Oleh karena itu, dalam tiga tahun mendatang selama masa transisi, sangat mungkin akan banyak pengujian terhadap KUHP.

"Karena itu, kita menunggu dalam waktu tiga tahun ini, sangat mungkin akan ada banyak pengujian terhadap pasal-pasal tertentu ke MK yang diajukan oleh masyarakat," ucap Abdul.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

KPU: Bakal Calon Gubernur Nonpartai Hanya di Kalbar, DKI Masih Dihitung

KPU: Bakal Calon Gubernur Nonpartai Hanya di Kalbar, DKI Masih Dihitung

Nasional
Korban Meninggal Akibat Banjir Lahar di Sumatera Barat Kembali Bertambah, Kini 44 Orang

Korban Meninggal Akibat Banjir Lahar di Sumatera Barat Kembali Bertambah, Kini 44 Orang

Nasional
KPK Duga Negara Rugi Rp 30,2 M Karena 'Mark Up' Harga Lahan Tebu PTPN XI

KPK Duga Negara Rugi Rp 30,2 M Karena "Mark Up" Harga Lahan Tebu PTPN XI

Nasional
Kejagung Periksa Pihak Bea Cukai di Kasus Korupsi Impor Gula PT SMIP

Kejagung Periksa Pihak Bea Cukai di Kasus Korupsi Impor Gula PT SMIP

Nasional
PDI-P Ungkap Peluang Usung 3 Nama di Pilkada Jabar: Bima Arya, Dedi Mulyadi dan Ridwan Kamil

PDI-P Ungkap Peluang Usung 3 Nama di Pilkada Jabar: Bima Arya, Dedi Mulyadi dan Ridwan Kamil

Nasional
Saksi Sebut Pejabat yang Tak Turuti Permintaan SYL Bisa Diberhentikan

Saksi Sebut Pejabat yang Tak Turuti Permintaan SYL Bisa Diberhentikan

Nasional
2 Kapal Pemburu Ranjau Terbaru TNI AL Latihan Bersama dengan AL Singapura

2 Kapal Pemburu Ranjau Terbaru TNI AL Latihan Bersama dengan AL Singapura

Nasional
Draf RUU Penyiaran, KPI Bisa Selesaikan Sengketa Jurnalistik Khusus

Draf RUU Penyiaran, KPI Bisa Selesaikan Sengketa Jurnalistik Khusus

Nasional
Dukung Event Seba Baduy 2024, Wika Beri Diskon Tarif Tol Serang-Panimbang hingga 30 Persen

Dukung Event Seba Baduy 2024, Wika Beri Diskon Tarif Tol Serang-Panimbang hingga 30 Persen

Nasional
Jokowi Anggarkan Rp 15 Triliun untuk Perbaikan dan Pembangunan Jalan Tahun Ini

Jokowi Anggarkan Rp 15 Triliun untuk Perbaikan dan Pembangunan Jalan Tahun Ini

Nasional
TNI AL Terjunkan Satgas SAR Bantu Cari Korban Banjir Sumbar

TNI AL Terjunkan Satgas SAR Bantu Cari Korban Banjir Sumbar

Nasional
UKT Mahal, Komnas HAM Akan Audit Hak Atas Pendidikan

UKT Mahal, Komnas HAM Akan Audit Hak Atas Pendidikan

Nasional
Hasto Ungkap Peluang Megawati Bertemu Prabowo: Saat Agenda Nasional

Hasto Ungkap Peluang Megawati Bertemu Prabowo: Saat Agenda Nasional

Nasional
KPK Tahan 3 Tersangka Dugaan Korupsi Penggelembungan Harga Lahan Tebu PTPN XI

KPK Tahan 3 Tersangka Dugaan Korupsi Penggelembungan Harga Lahan Tebu PTPN XI

Nasional
Selain Khofifah, PDI-P Buka Opsi Usung Kader Sendiri di Pilkada Jatim

Selain Khofifah, PDI-P Buka Opsi Usung Kader Sendiri di Pilkada Jatim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com