Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Liku-liku RKUHP: Harapan Mengganti Warisan Hukum Kolonial hingga Pro Kontra di Masyarakat

Kompas.com - 06/12/2022, 11:16 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

Gagasan pembaruan KUHP

Upaya memperbarui KUHP sudah mulai muncul sejak berdirinya Lembaga Pembinaan Hukum Nasional pada 1958.

Gagasan pembaruan KUHP juga dibahas dalam Seminar Hukum Nasional I pada 1963.

Sejumlah akademisi yang merupakan pakar hukum turut terlibat dalam penyusunan RKUHP. Mereka adalah, Prof Soedarto, Prof Roeslan Saleh, Prof Moeljanto, Prof Satochid Kartanegara, Prof Oemar Seno Adji, Prof Andi Zainal Abidin, Prof Barda Nawawi Arief, Prof Muladi, Prof Mudzakir, dan Chairul Huda.

Baca juga: RKUHP Disahkan Besok, Komnas HAM: Saya Rasa DPR Paham Masih Banyak yang Tak Puas

Beberapa pakar hukum yang menjadi anggota tim penyusun RKUHP bahkan sudah wafat.

Draf RKUHP sebenarnya selesai disusun pada 1993. Namun, pembahasannya terhenti di masa Menteri Kehakiman Oetojo Oesman.

Pembahasan RKUHP kembali dilanjutkan pada masa Menteri Kehakiman Muladi (1998), Menkumham Yusril Ihza Mahendra (2001-2004), dan Hamid Awaluddin (2004-2007).

Upaya membahas dan mengesahkan RKUHP dimulai kembali sejak 2014 oleh DPR.

Sempat picu demo besar

Rencana pemerintah buat mengesahkan RKUHP pada 2019 sempat menuai penolakan keras dari masyarakat. Hal itu ditandai dengan gelombang demonstrasi mahasiswa di berbagai kota di Indonesia pada 23-24 September 2019.

Banner bertuliskan Protes mahasiswa terpasang di Depan pagar Gedung DPR/MPR, Jalan Gatot Subroto, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (23/9/2019). Mereka menolak pengesahan RKUHP.KOMPAS.com/M ZAENUDDIN Banner bertuliskan Protes mahasiswa terpasang di Depan pagar Gedung DPR/MPR, Jalan Gatot Subroto, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (23/9/2019). Mereka menolak pengesahan RKUHP.

Penolakan itu dipicu oleh keberadaan sejumlah pasal di dalam RKUHP yang kontroversial dan berpotensi terjadinya kriminalisasi terhadap masyarakat.

Sorotan pasal kontroversial

Hingga menjelang disahkan, kelompok masyarakat sipil menilai RKUHP masih mengandung sejumlah pasal yang bermasalah.

Baca juga: Koalisi Masyarakat Sipil Minta Larangan Unjuk Rasa dalam RKUHP Dievaluasi

Sebanyak 11 pasal yang menjadi sorotan dari koalisi masyarakat sipil adalah:

  1. Pasal terkait living law atau hukum yang hidup di masyarakat.
  2. Pasal soal hukuman mati.
  3. Larangan penyebaran paham yang tak sesuai Pancasila.
  4. Penghinaan terhadap pemerintah dan lembaga negara.
  5. Contempt of court atau penghormatan pada badan peradilan.
  6. Kohabitasi atau hidup bersama di luar perkawinan.
  7. Ketentuan tumpang tindih dalam Undang-Undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
  8. Larangan unjuk rasa tanpa izin.
  9. Pelanggaran HAM berat.
  10. Ancaman hukum bagi koruptor yang terlalu ringan.
  11. Korporasi sulit dihukum.

Perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil, Citra Referandum, menilai masih ada pasal karet yang diterapkan dalam RKUHP.

Menurut dia, draf RKUHP terbaru yang bertanggal 30 November 2022 masih menyimpan pasal-pasal yang dapat mengekang kebebasan demokrasi.

Baca juga: Mahfud Sebut Pengesahan RKUHP Sudah Sesuai Prosedur

Salah satunya soal larangan menyebarkan paham komunisme atau marxisme dan leninisme.

“Pasal ini akan menjadi pasal karet dan dapat menghidupkan konsep pidana subversif seperti yang terjadi di Orde Baru,” ujar Citra.

Halaman:


Terkini Lainnya

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com