JAKARTA, KOMPAS.com - Pengacara keluarga Brigadir J, Martin Simanjuntak, menilai, Ferdy Sambo masih punya kekuasaan yang mempengaruhi jalannya proses hukum kasus pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Kendati tidak lagi menjabat sebagai Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri, menurut dia, bukan berarti kekuasaan Sambo hilang begitu saja.
"Saya yakin sampai saat ini yang bersangkutan masih memiliki kuncian manakala juga dalam pengalaman, dalam pekerjaannya ini mungkin saja yang bersangkutan ini memiliki kartu-kartu truf tertentu yang mungkin saja dicatat dalam buku hitam yang sering dibawa oleh Ferdy Sambo," kata Martin dalam program Satu Meja The Forum Kompas TV, Jumat (25/11/2022).
Baca juga: Janggal, Gaji Ferdy Sambo Rp 35 Juta, tetapi Belanja Bulanan sampai Rp 600 Juta
Martin mengatakan, besarnya kuasa Sambo itu tampak dari perlakuan-perlakuan spesial yang dia dapat selama proses hukum kasus kematian Yosua berjalan.
Misalnya, ketika para terdakwa ditampilkan di hadapan media usai pelimpahan tahap II berkas perkara kasus Brigadir J di Kejaksaan Agung awal Oktober kemarin.
Richard Eliezer atau Bharada E, Ricky Rizal atau Bripka RR, dan Kuat Ma'ruf ditampilkan dengan jelas di depan awak media. Bahkan, ketiganya diminta membuka masker.
Selain itu, enam polisi terdakwa obstruction of justice atau tindakan menghalangi penyidikan juga diperlakukan demikian. Keenamnya ditampilkan di hadapan media dan diminta mencopot masker sehingga wajah mereka terlihat gamblang.
Namun, tidak dengan Sambo. Saat itu, mantan jenderal bintang dua tersebut dikawal ketat oleh personel Brimob.
Baca juga: Tak Berani Tanyakan CCTV di Rumah Dinas Ferdy Sambo, Acay: Dia Kadiv Propam
Rapatnya penjagaan aparat seolah menghalang-halangi awak media untuk mengambil gambar wajah Sambo. Bahkan, aparat Brimob memayungi Sambo ketika dia turun dari kendaraan taktis.
Berlanjut di persidangan, kata Martin, cara majelis hakim memperlakukan Sambo juga terlihat lain. Hakim terkesan menggunakan pendekatan yang berbeda ketika bertanya ke Sambo, tak seperti para terdakwa lainnya.
"Ini dengan hormat, bukan saya menuduh atau apa, tapi ketika berbicara dengan para terdakwa ini juga pendekatannya juga berbeda," ujarnya.
Tak hanya kuasa, Martin juga khawatir akan kekayaan Sambo yang entah sumbernya dari mana saja.
Martin heran, mantan perwira tinggi Polri itu menghabiskan Rp 200 juta untuk belanja bulanan, padahal pendapatannya per bulan hanya Rp 35 juta.
"Kita tahu seberapa kaya orang ini. Kaya dalam kutip, karena kekayaannya menurut saya ini perlu diteliti ulang, apakah legal atau ilegal," kata dia.
Martin mengatakan, meski ini tak bisa dijadikan acuan terhadap dugaan-dugaan tertentu dalam kasus Brigadir J, namun, dia yakin, uang dan kekuasaan mampu mempengaruhi berjalannya proses hukum seseorang.