Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Pergantian Panglima TNI, Pakar: Tak Ada Aturan Surpres Harus Diterima Langsung Ketua DPR

Kompas.com - 25/11/2022, 06:00 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan, tidak ada aturan yang mengharuskan surat presiden (surpres) yang dikirimkan pemerintah ke DPR diterima langsung oleh ketuanya.

Jika Ketua DPR sedang berhalangan atau bepergian, penerimaan surpres bisa diwakilkan oleh pimpinan DPR lainnya.

Pernyataan Feri ini menanggapi kabar penundaan pengiriman surpres pergantian Panglima TNI dari pemerintah ke DPR lantaran Ketua DPR RI Puan Maharani sedang berada di luar negeri.

"Kalaupun Puan di luar negeri, jabatan Ketua DPR itu kan tidak pergi bersama dia. Secara administratif kan bisa dijalankan oleh Wakil Ketua DPR dan lain-lain," kata Feri kepada Kompas.com, Kamis (24/11/2022).

Baca juga: Setjen DPR Tepis Dugaan Surpres Panglima TNI Dikembalikan ke Istana gara-gara Puan di Luar Negeri

Feri mengatakan, wakil ketua dan perangkat DPR lainnya berfungsi untuk membantu kerja-kerja Ketua DPR, termasuk menggantikan tugasnya jika sedang berhalangan.

Dalam sistem parlemen Tanah Air, ada empat Wakil Ketua DPR dengan bidangnya masing-masing. Dengan jumlah tersebut, menurut Feri, Wakil Ketua DPR seharusnya bisa mewakilkan agenda-agenda ketatanegaraan yang tak bisa ditangani ketua.

"Tidak boleh kemudian hanya karena seorang pejabat keluar negeri, agenda administrasi ketatanegaraan tertunda-tunda," ujarnya.

Feri pun menduga, penundaan pengiriman surpres pergantian Panglima TNI ini sebenarnya bukan karena Ketua DPR sedang berhalangan, tetapi lebih disebabkan oleh alasan politik.

"Jadi ini lebih kepada urusan politik, mengulur-ulur proses yang mestinya harus segera dituntaskan karena panglima kan sebentar lagi pensiun," kata Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) itu.

Baca juga: Menakar Peluang KSAL Yudo Margono Jabat Panglima TNI Berikutnya...

Dihubungi terpisah, Pengamat Militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, menilai, penundaan pengiriman surpres ini bisa saja karena alasan politik.

Tak menutup kemungkinan Presiden Joko Widodo masih goyah atas usulan calon Panglima TNI. Namun, dugaan ini bersifat spekulatif.

"Memang hal-hal yang bersifat politis bisa saja menjadi alasan, tapi kan belum tentu juga," kata Fahmi kepada Kompas.com, Kamis (24/11/2022).

Terlepas dari itu, kata Fahmi, berbagai spekulasi yang kini berkembang menunjukkan adanya kekhawatiran publik ihwal pergantian Panglima TNI.

"Publik khawatir presiden lebih mempertimbangkan hal-hal politis dalam pengusulan nama calon," katanya.

Sebelumnya, Rabu (23/11/2022) pagi, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno mengatakan bahwa pemerintah akan mengirimkan surpres pergantian Panglima TNI pada hari itu juga.

Halaman:


Terkini Lainnya

Panglima TNI Kunjungi Markas Pasukan Khusus AD Australia di Perth

Panglima TNI Kunjungi Markas Pasukan Khusus AD Australia di Perth

Nasional
Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Nasional
Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Nasional
Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Nasional
Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Nasional
DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

Nasional
Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Nasional
Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Nasional
Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

Nasional
DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

Nasional
Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Nasional
Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Nasional
Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com