JAKARTA, KOMPAS.com - Calon Panglima TNI pengganti Jenderal Andika Perkasa yang segera pensiun dinilai harus meneruskan agenda reformasi yang mesti diselesaikan guna mencapai tujuan profesionalisme militer sesuai amanat undang-undang.
Menurut Ketua Badan Pengurus Centra Initiative, Al Araf, terdapat sejumlah hal yang perlu menjadi perhatian calon Panglima TNI yang akan diusulkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Beberapa hal yang menjadi perhatian Al Araf soal reformasi peradilan militer, restrukturisasi Komando Teritorial (Koter), hingga penarikan TNI aktif dalam berbagai jabatan sipil yang tidak sesuai undang-undang.
Baca juga: Pimpinan DPR Minta Surpres Pergantian Panglima TNI Cepat Diproses Setelah Diterima
"Selain itu Panglima TNI ke depan perlu melakukan transformasi TNI ke arah yang modern dengan jalan meningkatkan kapasitas sumber daya manusia dalam beragam pelatihan dan pendidikan, serta penghormatan terhadap hak asasi manusia," kata Al Araf saat dihubungi Kompas.com, Rabu (23/11/2022).
Secara terpisah, Kepala Center for Intermestic and Diplomatic Engagement (CIDE) Anton Aliabbas menilai terdapat 3 pekerjaan internal yang masih harus dibenahi pimpinan TNI.
Pertama, kata Anton, adalah soal fenomena kekerasan anggota TNI terhadap masyarakat sipil yang masih terjadi.
Lantas yang kedua adalah dia menyoroti terjadinya insiden kecelakaan alat utama sistem persenjataan (Alutsista) yang mengakibatkan prajurit terampil meninggal dunia.
Baca juga: Soal Calon Panglima, Dasco: Sepanjang Kepala Staf Itu Masih Aktif, Tentunya Terbuka
"Dalam konteks ini, pemeliharaan dan pengecekan terhadap kelaikan alutsista yang digunakan adalah syarat utama yang wajib dipenuhi sebelum digunakan," kata Anton saat dihubungi Kompas.com.
Menurut Anton, TNI harus mengutamakan keselamatan prajurit yang memiliki keterampilan tertentu yang mengawaki Alutsista. Sebab menempa prajurit supaya mahir menggunakan dan mengoperasikan Alutsista butuh waktu lama dan biaya yang tidak sedikit.
"Sebab kehilangan mereka akibat insiden kecelakaan Alutsista adalah bentuk kerugian besar terhadap TNI," ujar Anton.
Lalu persoalan ketiga adalah Skema Pemisahan dan Penyaluran (sahlur) Bagi Anggota TNI yang belum tertata baik.
Menurut Anton, hal itu mengakibatkan polemik terkait penunjukkan prajurit aktif TNI buat mengisi posisi sipil, contohnya sepert Pejabat Kepala Daerah.
Baca juga: Pimpinan Komisi I DPR: Surpres Calon Panglima TNI Masuk DPR Sore Ini
"Pengangkatan perwira aktif sebagai pejabat sementara kepala daerah jelas melanggar pasal 47 ayat 1 UU 34/2004 bahwa Prajurit TNI hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan. Dan jabatan kepala daerah bukanlah ruang jabatan yang masuk dalam 10 kantor seperti yang tertera dalam Pasal 47 ayat 2 UU TNI," ucap Anton.
Anton menilai pengangkatan prajurit aktif TNI juga tidak sejalan dengan pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam amar putusan Nomor 67/PUU-XIX/2021, yakni prajurit TNI hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan.
Anton mengatakan, buat mengurai persoalan itu maka calon Panglima TNI mesti memperbaiki skema Sahlur, termasuk kebijakan pensiun dini akan berkontribusi mengurai penumpukan perwira menengah dan tinggi TNI yang non-job.