Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah dari Wisma Yaso, Hari-hari Terakhir Soekarno yang Kini Disorot PDI-P...

Kompas.com - 09/11/2022, 15:59 WIB
Fitria Chusna Farisa

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Cerita tentang hari-hari terakhir Soekarno di masa hidupnya menjadi sejarah pahit bangsa Indonesia dan keluarga Proklamator itu.

PDI Perjuangan juga tampaknya tak akan lupa dengan memori tersebut. Baru-baru ini, partai pimpinan Megawati Soekarnoputri itu meminta pemerintah minta maaf kepada Soekarno dan keluarga.

Sebabnya, Soekarno pernah dituding sebagai pengkhianat negara dan disingkirkan hingga akhir hayatnya.

Baca juga: PDI-P Minta Pemerintah Minta Maaf kepada Soekarno dan Keluarga

Menurut PDI-P, tudingan yang pada akhirnya tak terbukti itu tidak adil bagi Soekarno dan keluarganya.

"Seyogianya negara melalui pemerintah Republik Indonesia menyampaikan permohonan maaf kepada Bung Karno dan keluarga, serta bangsa Indonesia atas perlakuan yang tidak adil yang pernah dialami seorang proklamator bangsa, seorang pendiri bangsa," kata Ketua DPP PDI-P Ahmad Basarah saat ditemui di kawasan Bandung, Jawa Barat, Selasa (8/11/2022).

Lantas, seperti apa kisah hari-hari terakhir Soekarno itu? Mengapa PDI-P ingin pemerintah meminta maaf?

Lunturnya kuasa

Cerita bermula dari lunturnya kekuasaan Soekarno sebagai presiden usai pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Pada 11 Maret 1966, Soekarno menerbitkan Surat Perintah Sebelas Maret atau Supersemar. Surat itu pada pokoknya memberikan perintah untuk Soeharto agar memulihkan ketertiban dan keamanan umum pascapembunuhan enam jenderal dan satu perwira Angkatan Darat pada 30 September 1965.

Baca juga: Jokowi Tegaskan Negara Akui dan Hormati Jasa Soekarno kepada Indonesia

Soeharto yang saat itu masih duduk sebagai Panglima Angkatan Darat mengambil gerak cepat. Melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 1/3/1966, dia membubarkan PKI atas nama Presiden Soekarno.

Supersemar juga dimanfaatkan Soeharto untuk menahan sejumlah menteri yang dianggap terkait dengan PKI dan terlibat Gerakan 30 September 1965.

Dari situlah, sepremasi Soekarno mulai digerogoti. Ujungnya, Bung Besar dilengserkan dari tampuk tertinggi kekuasaan karena pidato pertanggungjawabannya ditolak Majelis Permisyawaratan Rakyat Sementara (MPRS).

Soekarno resmi menanggalkan kursi RI-1 pada 1967 setelah menandatangani surat pernyataan penyerahan kekuasaan.

Tak sampai di situ, pada 12 Maret 1967, MPRS menerbitkan Ketetapan MPRS Nomor 33/1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintahan Negara dari Presiden Soekarno.

Disebutkan dalam TAP MPRS tersebut bahwa Soekarno tidak menyampaikan pertanggungjawaban jelas soal pemberontakan G 30 S/PKI. Soekarno juga disebut terindikasi melakukan kebijakan yang secara tidak langsung menguntungkan dan melindungi tokoh-tokoh G 30 S/PKI.

TAP MPRS itu juga melarang Soekarno melakukan kegiatan politik hingga pemilihan umum.

Halaman:


Terkini Lainnya

14 Negara Disebut Akan Ambil Bagian dalam Super Garuda Shield 2024

14 Negara Disebut Akan Ambil Bagian dalam Super Garuda Shield 2024

Nasional
Khofifah Ingin Duet dengan Emil Dardak, Gerindra: Kami Akan Komunikasi dengan Partai KIM

Khofifah Ingin Duet dengan Emil Dardak, Gerindra: Kami Akan Komunikasi dengan Partai KIM

Nasional
Wamenkeu Sebut Pemilu 2024 Berkontribusi Besar Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Wamenkeu Sebut Pemilu 2024 Berkontribusi Besar Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Nasional
Mensos Risma Janjikan 3 Hal kepada Warga Kabupaten Sumba Timur

Mensos Risma Janjikan 3 Hal kepada Warga Kabupaten Sumba Timur

Nasional
SYL Renovasi Rumah Pribadi, tapi Laporannya Rumah Dinas Menteri

SYL Renovasi Rumah Pribadi, tapi Laporannya Rumah Dinas Menteri

Nasional
Jaksa KPK Sebut Nilai Total Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh Capai Rp 62,8 M

Jaksa KPK Sebut Nilai Total Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh Capai Rp 62,8 M

Nasional
Ratas Evaluasi Mudik, Jokowi Minta 'Rest Area' Diperbanyak

Ratas Evaluasi Mudik, Jokowi Minta "Rest Area" Diperbanyak

Nasional
Dugaan TPPU Hakim Gazalba Saleh: Beli Alphard, Kredit Rumah Bareng Wadir RSUD di Jakarta

Dugaan TPPU Hakim Gazalba Saleh: Beli Alphard, Kredit Rumah Bareng Wadir RSUD di Jakarta

Nasional
Anggota Bawaslu Intan Jaya Mengaku Disandera KKB Jelang Pemilu, Tebus Ratusan Juta Rupiah agar Bebas

Anggota Bawaslu Intan Jaya Mengaku Disandera KKB Jelang Pemilu, Tebus Ratusan Juta Rupiah agar Bebas

Nasional
Dalam Sidang MK, KPU Ungkap Kontak Senjata TNI-OPM Jelang Hitung Suara, Satu Warga Sipil Tewas

Dalam Sidang MK, KPU Ungkap Kontak Senjata TNI-OPM Jelang Hitung Suara, Satu Warga Sipil Tewas

Nasional
Sinyal Kuat Eko Patrio Bakal Jadi Menteri Prabowo

Sinyal Kuat Eko Patrio Bakal Jadi Menteri Prabowo

Nasional
Yakin 'Presidential Club' Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Yakin "Presidential Club" Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Nasional
Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Nasional
Gejala Korupsisme Masyarakat

Gejala Korupsisme Masyarakat

Nasional
KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com