Ketua pengadilan negeri berkoordinasi dengan kepala kejaksaan negeri dan kapolres dalam pelaksanaan pelimpahan berkas berdasarkan Perma No. 2 Tahun 2012 terkait Restorative Justice.
Penyelesaian perkara tindak pidana ringan melalui Restorative Justice dapat dilakukan dengan ketentuan telah dilaksanakan perdamaian antara pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan tokoh masyarakat terkait yang berperkara dengan atau tanpa ganti kerugian.
Dalam hal kesepakatan perdamaian tidak berhasil, hakim tunggal melanjutkan proses pemeriksaan.
Selama persidangan, hakim tetap mengupayakan perdamaian dan mengedepankan Restorative Justice dalam putusannya.
Peraturan Kapolri No 8 Tahun 2021, tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Restorative Justice, Pasal 2 menyebut Penanganan Tindak Pidana berdasarkan Restorative Justice dilaksanakan pada kegiatan: a. penyelenggaraan fungsi Reserse Kriminal; b. penyelidikan; atau c. penyidikan.
Selanjutnya penanganan tindak pidana dapat dilakukan penghentian penyelidikan atau penyidikan.
Penanganan perkara secara Keadilan Restorasi harus memenuhi perrsyaratan materiil meliputi:
Sedangkan secara formil penyelesaian perkara secara Keadilan Restorasi dilakukan dalam bentuk: a. perdamaian dari kedua belah pihak, kecuali untuk Tindak Pidana Narkotika; dan b. pemenuhan hak-hak korban dan tanggung jawab pelaku, kecuali untuk Tindak Pidana Narkotika.
Persoalan yang muncul adalah penghentian perkara oleh Polisi (SP3) tidak sesuai dengan ketentuan KUHAP yang telah ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981.
Alasan penerapan Keadilan Restorasi tidak termasuk alasan untuk menghentikan penyidikan perkara. Apalagi ada asas peraturan yang berada di bawah, tidak bertentangan dengan peraturan di atasnya.
Penulis berpendapat, karena kedudukan KUHAP lebih tinggi dari Nota Kerjasama antara penegak hukum dan Peraturan Kapolri, sebaiknya suatu perkara yang sudah dilakukan penyidikan dan penetapan tersangka, tidak dapat dilakukan penghentian penyidikan selain dengan alasan yang sudah ditetapkan dalam KUHAP.
Dengan berbagai alat bukti biarlah pada tahap persidangan, hakim yang memutuskan berat ringannya hukuman.
Perlu juga batasan perkara yang dapat diselesaikan secara Keadilan Restorasi, seperti yang diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum MA No. 1691/ DJU/ SK/ PS.00/ 12/ 2020.
Peraturan Kapolri No 8 Tahun 2021 terkesan tidak ada batasan perkara untuk penerapan Keadilan Restorasi. Hal ini mengandung risiko penyelesain perkara di kepolisian dapat mengarah kepada over-dekriminalisasi.
Guna mendapatkan kepastian hukum, maka terhadap Peraturan Kapolri ini dapat dilakukan yudicial review ke Mahkamah Agung.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.