Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dr Hamidah Abdurrachman
Pakar Hukum Pidana

Pakar Hukum Pidana, peneliti, pengamat Kepolisian dan aktivis pelayanan hak-hak perempuan dan anak

Restorative Justice Versi Polisi

Kompas.com - 09/11/2022, 13:10 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

LESTI Kejora akhirnya mencabut laporan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dilaporkannya terhadap suami, yaitu Rizky Billar.

Cukup dramatis ketika sebelumnya LestI sempat mempertontonkan berada di rumah sakit menggunakan bantalan leher.

Dalam laporannya, Lesti mengaku mengalami kekerasan fisik. Rizky mendorong dan membanting korban ke kasur dan mencekik leher korban sehingga jatuh ke lantai.

Kekerasan fisik yang dialami Lesti merupakan kejahatan sesuai isi Pasal 44 ayat (1) UU No 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan KDRT: ”Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah)."

Polisi kemudian menghentikan proses hukum dengan dalih menggunakan Restorative Justice. Padahal kasus ini sudah berada pada tahap penyidikan yang disertai upaya paksa penahanan terhadap Rizky Billar.

Tentu ketika seseorang ditetapkan sebagai tersangka, maka polisi/penyidik telah memiliki dua alat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP.

Ada lima jenis alat bukti yang sah, yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat/dokumen, petunjuk, keterangan terdakwa.

Konsep Restorative Justice muncul sebagai perkembangan dari positivisme ke progresif. Dalam Keadilan Restorasi ini, semua pihak yang terlibat dalam pelanggaran hukum memilih menyelesaikan secara bersama-sama tanpa proses pengadilan.

Artinya kedua belah pihak memiliki pandangan yang sama untuk menyelesaikan masalah hukum secara musyawarah.

Sebenarnya Restorative Justice adalah metode, bukan bentuk putusan terhadap kejahatan sebagai resolusi penyelesaian masalah dengan memperbaiki keadaan atau kerugian bagi korban.

Prinsip Keadilan Restorasi adalah memulihkan hubungan baik antara pelaku dengan korban, dengan memperhatikan penderitaan korban.

Alasan penghentian penyidikan versi KUHAP

Di dalam KUHAP, belum ada rumusan pasal/ayat tentang Keadilan Restorasi yang memberikan peluang bagi penyidik untuk menghentikan penyidikan kecuali dengan alasan yang secara limitatif sudah ditentukan pada Pasal 109 ayat (2).

Pasal tersebut berisi: “Dalam hal penyidik menghentikan penyidikan karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau penyidikan dihentikan demi hukum, maka penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya”.

Dengan demikian, sebenarnya tidak ada alasan lain yang dapat digunakan untuk menghentikan penyidikan. KUHAP secara limitatif sudah menetapkan alasan secara hukum untuk menetapkan penghentian penyidikan, yakni tidak cukup bukti; peristiwa tersebut bukan tindak pidana, dan demi hukum.

Tentang alasan tidak cukup bukti, artinya penyidik tidak memiliki dua alat bukti yang sah dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka.

Padahal, ketika proses penyidikan berlangsung, untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka, penyidik harus memiliki dua alat bukti yang sah.

Terhadap alasan ini, nampaknya alat bukti yang telah ada dianulir sendiri oleh penyidik. Hal ini menimbulkan kesan penyidik tidak hati-hati dalam menilai alat bukti yang dipergunakan dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka.

Alasan kedua, peristiwa yang dipersangkakan bukan peristiwa pidana. Kalau menggunakan alasan ini, maka penyidik juga menunjukkan ketidak hati-hatian atau ketidakprofesionalan dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka.

Jelas sekali pada Pasal 1 angka (5) KUHAP: Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan.

Ketika dilakukan penyelidikan dan penyidik yakin dengan dukungan alat bukti, maka dilanjutkan dengan penyidikan. Sebaliknya penyidik dapat menetapkan perbuatan tersebut bukan merupakan perbuatan pidana sehingga harus dihentikan.

Selanjutnya alasan demi hukum terbitnya SP3 didasarkan pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yaitu (1) nebis in idem; (2) tersangka meninggal dunia; (3) daluarsa.

Pasal 76 KUHP yang mengatur tentang orang tidak boleh dituntut dua kali atas perkara yang sama. Selain itu, apabila tersangka meninggal dunia sebagaimana diatur dalam Pasal 77 KUHP. Alasan ketiga adalah daluarsa sebagaimana diatur dalam Pasal 78 KUHP.

Tentang daluarsa ini ada empat kategori, yaitu:

  1. Sudah lewat satu tahun untuk tindak pidana percetakan
  2. Sudah lewat 6 tahun, untuk tindak pidana yang diancam dengan pidana denda, kurungan atau penjara tidak lebih dari 3 tahun
  3. Sesudah 12 tahun, untuk tindak pidana dengan ancaman pidana lebih dari 3 tahun
  4. Sesudah lewat 18 tahun, untuk tindak pidana dengan ancaman pidana mati atau seumur hidup.

Restorative Justice versi Polisi

Salah satu dasar peraturan yang digunakan dalam menerapkan Restorative Justice adalah adanya Nota Kerjasama lembaga penegak hukum, yakni Nota Kesepakatan Bersama Tentang Pelaksanaan Penerapan Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda, Acara Pemeriksaan Cepat Serta Penerapan Restorative Justice yang disusun serta dituangkan dalam Nomor 131/KMS/SKB/X/2012, Nomor M-HH-07.HM.03.02 Tahun 2012, Nomor KEP-06/E/EJP/10/2012, Nomor B/39/X/2012.

Restorative Justice digunakan sebagai prinsip dalam mengatur penanganan di dalam menyelesaikan perkara tindak pidana.

Kesepakatan Bersama yang telah diciptakan inilah yang menjadi dasar dalam penyelesaian suatu perkara pidana dengan menerapkan prinsip restorative justice.

Dalam pelaksanaannya masing-masing lembaga negara seperti MA, Kejagung, Polri membuat peraturan lebih lanjut untuk digunakan sebagai pedoman dalam melakukan penanganan perkara tindak pidana, antara lain Surat Edaran Kapolri No. SE /8 / VII/ 2018 Tahun 2018, Peraturan Kapolri No. 6 Tahun 2019, PERJA No. 15 Tahun 2020, Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum MA No. 1691/ DJU/ SK/ PS.00/ 12/ 2020.

Pengaturan yang dibuat oleh masing-masing lembaga penegak hukum di atas mengatur tentang prinsip Restorative Justice yang digunakan dalam menyelesaikan perkara pidana yang dimulai pada saat penyelidikan, penyidikan, penuntutan hingga tahap akhirnya pada pemeriksaan sidang di pengadilan.

Dalam Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum MA No. 1691/ DJU/ SK/ PS.00/ 12/ 2020, mengatur penerapan Restorative Justice dalam penanganan perkara tindak pidana ringan, perempuan yang berhadapan dengan hukum, anak, dan narkotika di pengadilan negeri.

Bagian lampiran, dijelaskan perkara tindak pidana ringan dapat diselesaikan dengan Restorative Justice sebagaimana diatur Pasal 364, 373, 379, 384, 407 dan Pasal 482 KUHP yang diancam pidana penjara paling lama 3 bulan atau denda dengan nilai kerugian tidak lebih dari Rp 2.500.000.

Ketua pengadilan negeri berkoordinasi dengan kepala kejaksaan negeri dan kapolres dalam pelaksanaan pelimpahan berkas berdasarkan Perma No. 2 Tahun 2012 terkait Restorative Justice.

Penyelesaian perkara tindak pidana ringan melalui Restorative Justice dapat dilakukan dengan ketentuan telah dilaksanakan perdamaian antara pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan tokoh masyarakat terkait yang berperkara dengan atau tanpa ganti kerugian.

Dalam hal kesepakatan perdamaian tidak berhasil, hakim tunggal melanjutkan proses pemeriksaan.

Selama persidangan, hakim tetap mengupayakan perdamaian dan mengedepankan Restorative Justice dalam putusannya.

Peraturan Kapolri No 8 Tahun 2021, tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Restorative Justice, Pasal 2 menyebut Penanganan Tindak Pidana berdasarkan Restorative Justice dilaksanakan pada kegiatan: a. penyelenggaraan fungsi Reserse Kriminal; b. penyelidikan; atau c. penyidikan.

Selanjutnya penanganan tindak pidana dapat dilakukan penghentian penyelidikan atau penyidikan.

Penanganan perkara secara Keadilan Restorasi harus memenuhi perrsyaratan materiil meliputi:

  1. tidak menimbulkan keresahan dan/atau penolakan dari masyarakat;
  2. tidak berdampak konflik sosial;
  3. tidak berpotensi memecah belah bangsa;
  4. tidak bersifat radikalisme dan separatisme;
  5. bukan pelaku pengulangan Tindak Pidana berdasarkan Putusan Pengadilan; dan
  6. bukan Tindak Pidana terorisme, Tindak Pidana terhadap keamanan negara, Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pidana terhadap nyawa orang.

Sedangkan secara formil penyelesaian perkara secara Keadilan Restorasi dilakukan dalam bentuk: a. perdamaian dari kedua belah pihak, kecuali untuk Tindak Pidana Narkotika; dan b. pemenuhan hak-hak korban dan tanggung jawab pelaku, kecuali untuk Tindak Pidana Narkotika.

Persoalan yang muncul adalah penghentian perkara oleh Polisi (SP3) tidak sesuai dengan ketentuan KUHAP yang telah ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981.

Alasan penerapan Keadilan Restorasi tidak termasuk alasan untuk menghentikan penyidikan perkara. Apalagi ada asas peraturan yang berada di bawah, tidak bertentangan dengan peraturan di atasnya.

Penulis berpendapat, karena kedudukan KUHAP lebih tinggi dari Nota Kerjasama antara penegak hukum dan Peraturan Kapolri, sebaiknya suatu perkara yang sudah dilakukan penyidikan dan penetapan tersangka, tidak dapat dilakukan penghentian penyidikan selain dengan alasan yang sudah ditetapkan dalam KUHAP.

Dengan berbagai alat bukti biarlah pada tahap persidangan, hakim yang memutuskan berat ringannya hukuman.

Perlu juga batasan perkara yang dapat diselesaikan secara Keadilan Restorasi, seperti yang diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum MA No. 1691/ DJU/ SK/ PS.00/ 12/ 2020.

Peraturan Kapolri No 8 Tahun 2021 terkesan tidak ada batasan perkara untuk penerapan Keadilan Restorasi. Hal ini mengandung risiko penyelesain perkara di kepolisian dapat mengarah kepada over-dekriminalisasi.

Guna mendapatkan kepastian hukum, maka terhadap Peraturan Kapolri ini dapat dilakukan yudicial review ke Mahkamah Agung.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengusaha Hendry Lie Jadi Tersangka Kasus Korupsi Timah

Pengusaha Hendry Lie Jadi Tersangka Kasus Korupsi Timah

Nasional
Prabowo: Kami Maju dengan Kesadaran Didukung Kumpulan Tokoh Kuat, Termasuk PBNU

Prabowo: Kami Maju dengan Kesadaran Didukung Kumpulan Tokoh Kuat, Termasuk PBNU

Nasional
Prabowo: Saya Merasa Dapat Berkontribusi Beri Solusi Tantangan Bangsa

Prabowo: Saya Merasa Dapat Berkontribusi Beri Solusi Tantangan Bangsa

Nasional
Prabowo Sebut Jokowi Siapkan Dirinya Jadi Penerus

Prabowo Sebut Jokowi Siapkan Dirinya Jadi Penerus

Nasional
Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Nasional
Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show 'Pick Me Trip in Bali'

Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show "Pick Me Trip in Bali"

Nasional
Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Nasional
Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Nasional
Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Nasional
Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Nasional
Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Nasional
Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Nasional
Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Nasional
Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com