Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dens Saputra
Dosen

Menulis adalah seni berbicara

Refleksi Pandemi: Ada Apa dengan Kerumunan?

Kompas.com - 08/11/2022, 06:07 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Penjelasan ini menandakan bahwa ada elemen yang hilang dari masyarakat kita ketika pandemi, yaitu hormon dopamin.

Hormon dopamin dikenal hormon “perasaan baik”, hormon ini penting dari sistem penghargaan terhadap otak.

Artinya jika kita merasa gembira atau bahagia, hormon inilah yang memberikan reward kepada otak bahwa kondisi kita sedang baik-baik saja. Selama pandemi dopamin direnggut dari masyarakat karena kebijakan pemerintah dan teror covid-19.

Budaya berkumpul mendorong dopamin hidup dari kebiasaan masyarakat melakukan aktivitas sosial. Karena pandemi semua itu hilang dan muncul lagi ketika kebijakan pembatasan sosial dilonggarkan.

Akan ada dampak besar jika hormon dopamin disalurkan saat masyarakat keluar dari belenggu sosial distance. Kita mengalami syndrom kegembiraan di mana kita tidak bisa lagi mengontrol tindakan kita saat berkerumunan.

Implikasi dari tindakan tidak terkontrol itu seperti kejadian Kanjuruan, hallowen di Korsel, dan putusnya jembatan India.

Kejadian itu adalah salah satu akumulasi dari terkumpulnya hormon dopamin tanpa bisa dikontrol.

Uforia memang berlangsung karena daya pikatnya mengajak kita untuk berkumpul, tetapi ketika terjadi chaos setiap individu dengan energinya masing-masing menyelamatkan diri.

Massa mencari jalan keluar dan menyelamatkan diri. Sehingga hampir semua orang berada pada tujuan yang sama dan akhirnya memakan korban jiwa karena saling berdesak –desakan.

Kalau kita lihat tiga kejadian kerumunan di atas, korban jiwa kebanyakan kekurangan oksigen.

Peristiwa ini memberikan kita refleksi dengan dalam tentang kerumunan dan uforia. Setiap kita harus memiliki konstruksi pikiran untuk selalu mawas dengan kerumunan.

Bukan bermaksud untuk antisosial atau bersikap esklusif, namun lebih berupaya menyelamatkan nyawa sendiri dengan menyelamatkan nyawa sesama.

Artinya sebagian masyarakat harus menahan ego untuk “rela” tidak berkumpul meskipun raga bergejolak untuk harus bergabung.

Perlu ada gerakan bersama untuk merawat kehidupan sosial tanpa harus menelan korban jiwa. Pikiran ini perlu hidup di masyarakat urban agar kejadian seperti ini tidak terulang lagi di waktu-waktu yang akan datang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com