Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dens Saputra
Dosen

Menulis adalah seni berbicara

Refleksi Pandemi: Ada Apa dengan Kerumunan?

Kompas.com - 08/11/2022, 06:07 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Fakta covid-19 di atas memberi tahu secara implisit bahwa keadaan mental masyarakat saat itu benar-benar dirundung kegelisaahan.

Kebebasan yang didenggungkan terasa tidak berarti apa-apa jika dibandingkan dengan aroma ketakutan. Musuh yang dihadapi kasat mata dan menyebar dengan cepat tanpa pilih usia tua dan muda atau kaya dan miskin.

Kita seperti dipenjara tanpa tahu kesalahan dan vonis hakim. Dimasukan ke dalam rumah masing-masing dan membatasi interaksi sosial, padahal budaya kita menolak kehidupan introvert seperti itu.

Kita hanya diajak bicara menggunakan sarana elektronik tanpa tatap muka. New normal ini menggangu kebiasaan masyarakat, tidak hanya di Indonesia, tetapi dunia.

Belum lagi tekanan ekonomi yang terus berdatangan setiap hari tanpa ada pilihan untuk berbuat sesuatu. Kondisi-kondisi ini memperparah mental masyarakat yang selama beberapa dekade disuplai kebebasan.

Ketika pemerintah melonggarkan kebijakan pembatasan sosial, kita melihat banyak event-event mulai dilakukan.

Tidak hanya swasta, tetapi pemerintah juga ikut andil untuk menghidupkan ekonomi Nasional dengan berbagai kegiatan yang selama ini telah tertunda.

Masyarakat dengan kegembiraan menerima kelonggaran pembatasan sosial. Mereka bosan terus dikungkung dalam ruangan selama 1x24 jam.

Selain itu, ketika masyarakat tidak melakukan aktivitas apapun, pertumbuhan ekonomi akan stagnan.

Motif dan uforia berlebihan

Tragedi besar yang terjadi beberapa bulan ini meyakinkan bahwa kerumunan bisa sangat berbahaya.

Kurangnya SOP yang baik ditambah lagi “kegilaan” masyarakat yang merayakan kebebasan untuk berkumpul dan menikmati hiburan, membuat kerumunan terasa menakutkan.

Korban jiwa bahkan sampai menyentuh angka ratusan. Ini bukan kejadian biasa dan hanya dipandang sebagai sebuah kecelakaan.

Fenomena ini terikat pada psikologi manusia modern, sehingga peristiwa terkadang di luar nalar kita.

Setiap kejadian didorong oleh sebuah motif individu untuk menunjukan perilakunya. Entah motif itu berdampak negatif atau positif tergantung kepada kondisi di mana individu itu berada.

Dalam teori motif dikenal sebuah istilah Drive Theory atau Teori Dorongan. Clark Leonard berpendapat, bila tubuh organisme kekurangan zat tertentu, seperti lapar atau haus, maka akan timbul suatu ketegangan tubuh, keadaan ini akan mendorong organisme untuk menghilangkan ketegangan dengan makan atau minum (Adnan Saleh, 2018).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com