Fakta covid-19 di atas memberi tahu secara implisit bahwa keadaan mental masyarakat saat itu benar-benar dirundung kegelisaahan.
Kebebasan yang didenggungkan terasa tidak berarti apa-apa jika dibandingkan dengan aroma ketakutan. Musuh yang dihadapi kasat mata dan menyebar dengan cepat tanpa pilih usia tua dan muda atau kaya dan miskin.
Kita seperti dipenjara tanpa tahu kesalahan dan vonis hakim. Dimasukan ke dalam rumah masing-masing dan membatasi interaksi sosial, padahal budaya kita menolak kehidupan introvert seperti itu.
Kita hanya diajak bicara menggunakan sarana elektronik tanpa tatap muka. New normal ini menggangu kebiasaan masyarakat, tidak hanya di Indonesia, tetapi dunia.
Belum lagi tekanan ekonomi yang terus berdatangan setiap hari tanpa ada pilihan untuk berbuat sesuatu. Kondisi-kondisi ini memperparah mental masyarakat yang selama beberapa dekade disuplai kebebasan.
Ketika pemerintah melonggarkan kebijakan pembatasan sosial, kita melihat banyak event-event mulai dilakukan.
Tidak hanya swasta, tetapi pemerintah juga ikut andil untuk menghidupkan ekonomi Nasional dengan berbagai kegiatan yang selama ini telah tertunda.
Masyarakat dengan kegembiraan menerima kelonggaran pembatasan sosial. Mereka bosan terus dikungkung dalam ruangan selama 1x24 jam.
Selain itu, ketika masyarakat tidak melakukan aktivitas apapun, pertumbuhan ekonomi akan stagnan.
Tragedi besar yang terjadi beberapa bulan ini meyakinkan bahwa kerumunan bisa sangat berbahaya.
Kurangnya SOP yang baik ditambah lagi “kegilaan” masyarakat yang merayakan kebebasan untuk berkumpul dan menikmati hiburan, membuat kerumunan terasa menakutkan.
Korban jiwa bahkan sampai menyentuh angka ratusan. Ini bukan kejadian biasa dan hanya dipandang sebagai sebuah kecelakaan.
Fenomena ini terikat pada psikologi manusia modern, sehingga peristiwa terkadang di luar nalar kita.
Setiap kejadian didorong oleh sebuah motif individu untuk menunjukan perilakunya. Entah motif itu berdampak negatif atau positif tergantung kepada kondisi di mana individu itu berada.
Dalam teori motif dikenal sebuah istilah Drive Theory atau Teori Dorongan. Clark Leonard berpendapat, bila tubuh organisme kekurangan zat tertentu, seperti lapar atau haus, maka akan timbul suatu ketegangan tubuh, keadaan ini akan mendorong organisme untuk menghilangkan ketegangan dengan makan atau minum (Adnan Saleh, 2018).