Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PK Jokowi Terkait Vonis Gugatan Karhutla Kalteng Dikecam

Kompas.com - 08/11/2022, 06:00 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga penelitian dan advokasi perlindungan lahan gambut, Pantau Gambut, mengecam keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengajukan peninjauan kembali (PK) atas vonis melawan hukum dalam kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Kalimantan Tengah.

"Pantau Gambut mengecam upaya PK dari Presiden tersebut," kata Campaigner Pantau Gambut Wahyu A. Perdana, dalam keterangan pers yang diterima pada Senin (7/11/2022).

Baca juga: Jokowi Ajukan PK Usai Divonis Melawan Hukum dalam Kasus Kebakaran Hutan di Kalteng

Menurut situs Mahkamah Agung (MA), permohonan PK untuk kasus pada 2015 itu didaftarkan pada 3 Agustus 2022.

Saat ini status PK sudah terdaftar dengan nomor registrasi perkara 980 PK/PDT/2022.

Adapun pemohon PK terdiri dari Negara Republik Indonesia cq Presiden Republik Indonesia cq Menteri Dalam Negeri cq Gubernur Kalimantan Tengah (Pemohon I).

Lalu Negara Republik Indonesia cq Presiden Republik Indonesia cq Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Pemohon II). Kemudian Negara Republik Indonesia cq Presiden Republik Indonesia (Pemohon III).

Baca juga: Mengevaluasi Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan

Menurut Wahyu, upaya PK itu menjadi contoh buruk bagi sejumlah korporasi yang diputus bersalah dalam kasus karhutla.

"Dan banyak diantaranya yang belum dieksekusi hingga sekarang," ujar Wahyu.

Selain itu, kata Wahyu, upaya PK oleh Jokowi dkk., akan membuat ekosistem gambut semakin berisiko dan bisa berdampak signifikan terhadap perubahan iklim.

Wahyu memaparkan, menurut data Pantau Gambut terhadap data kebakaran gambut milik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 2015 dan 2019, sebanyak 14 persen area lahan gambut yang terbakar berada di Provinsi Riau.

Kemudian, lanjut Wahyu, 36 persen berada di Provinsi Kalimantan Tengah, lokasi di mana gugatan citizen lawsuit (CLS) terhadap kasus karhutla diajukan. Sedangkan sisanya tersebar pada provinsi yang memiliki lahan gambut lainnya.

Baca juga: BRIN Alihkan Proyek Drone “Elang Hitam” ke Versi Sipil, Kini Dikembangkan untuk Awasi Kebakaran Hutan

"Upaya PK justru menunjukkan lemahnya komitmen iklim dan perlindungan ekosistem gambut yang terdampak karhutla dan berdampak signifikan pada pemanasan global, terlebih pasca
disahkannya Omnibus Law, dan hilangnya kewenangan supervisi konsesi oleh BRGM (Badan Restorasi Gambut dan Mangrove)," ucap Wahyu.

Wahyu juga menyinggung pengajuan PK oleh Presiden Jokowi yang dilakukan menjelang Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (COP27) seolah mengingatkan pernyataan Menteri KLHK Siti Nurbaya Bakar pada 2021 lalu di Glasgow, Skotlandia.

Pernyataan Siti yang dimaksud Wahyu adalah, "pembangunan besar-besaran di era Presiden Joko Widodo tidak boleh berhenti atas nama emisi karbon atau deforestasi."

Adapun status permohonan PK itu saat ini masih dalam proses pemeriksaan majelis.

Baca juga: PBB Peringatkan Gelombang Panas dan Kebakaran Hutan Perburuk Polusi Udara

Halaman:


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com